Siang itu, langit Ubud masih dihiasi mendung. Suasana restoran Dumbo yang berlokasi di Jalan Raya Sanggingan tidak seperti biasanya. Ruang lantai dua restoran itu dipenuhi tujuh puluhan siswa Sekolah Dasar dari Ubud.
Anak-anak tersebut datang ke Dumbo bukan untuk memesan makanan. Mereka diajak gurunya untuk mendengar dongeng. Terkesan aneh atau nyleneh. Mendengar dongeng di restoran? Dongeng tentang masakan Italia? Bukan.
Anak-anak itu duduk tertib di bangku-bangku restoran. Sebagian lagi terpaksa lesehan di lantai yang dialasi karpet. Mereka rela berdesak-desakan. Wajah mereka memancarkan kegembiraan. Mungkin mereka membayangkan pizza yang lezat.
“Sebenarnya banyak siswa yang ingin hadir. Namun tempat terbatas,” ujar Nana Ernawati.
Siang itu, Jumat, 28 Oktober 2022, penulis cerita anak, Nana Ernawati dan Nurul Ilmi, meluncurkan buku cerita anak dwi bahasa (Indonesia dan Inggris) seri hewan endemik, yang diterbitkan Lembaga Seni dan Sastra (LSS) Reboeng. Ada tiga buku yang diluncurkan, yakni “Klakson Pika Si Bekantan Pemberani” dan “Gugun, Badak Jawa Muda Berkelana” karya Nana Ernawati serta “Sigi dan Kugi Pantang Menyerah” karya Nurul Ilmi. Buku-buku tersebut lolos kurasi program “Book Launches” Internasional Ubud Writers & Readers Festival.
Reboeng didirikan oleh Nana Ernawati dan Dhenok Kristianti. Selain cerita anak seri hewan endemik, Reboeng telah menerbitkan sejumlah buku, seperti “Dongeng Negeri Kita”, “Kurcaci Berpuisi” (Antologi Puisi Anak), “Kisah-Kisah dari Bawah Laut Negeri Bahari” (Antologi Prosa Anak), “Mendongeng Yuk!” (Buku Naskah Dongeng), dll. Selain itu, Reboeng juga membuat workshop penulisan cerita anak dan festival mendongeng.
“Kami ingin menyuguhkan sesuatu yang berbeda dalam event launching buku ini. Kami mengundang dan menghadirkan anak-anak SD di kawasan Ubud,” kata Nana di sela-sela acara.
Suasana peluncuran buku cerita anak dwi bahasa (Indonesia dan Inggris) seri hewan endemik, yang diterbitkan Lembaga Seni dan Sastra (LSS) Reboeng di Ubud Writers and Readers Festival 2022
Suasana peluncuran buku tersebut memang tampak berbeda. Nana Ernawati menyampaikan sambutan dan pengenalan buku secara singkat dengan teaterikal, berjalan mengelilingi ruangan. Selain dipenuhi anak-anak SD, acara itu juga dihadiri oleh Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Gianyar, Drs. I Made Suradnya, MSi dan I Wayan Mawa selaku Kabid Pendidikan, Dinas Pendidikan Kabupaten Gianyar, serta beberapa guru pendamping siswa. Tampak juga hadir Kak Aio (Mochamad Ariyo Faridh Zidni), pendongeng kaliber internasional.
Acara yang ditunggu anak-anak pun tiba. Gus Bao, panggilan akrab Ida Bagus Gede Bhaskara Manuaba, mendongengkan isi buku cerita anak “Gugun, Badak Jawa Muda Berkelana” karya Nana Ernawati. Selain dipermanis dengan alunan suara seruling, Gus Bao memeragakan beberapa adegan dalam cerita. Anak-anak tampak gembira dan ikut merespon dengan celetukan-celetukan. Mereka juga berebutan menjawab kuis atau pertanyaan yang dilontarkan Gus Bao.
“Peluncuran ini juga sebagai ajang uji coba, apakah buku kami bisa dinikmati anak-anak. Ternyata bisa. Peluncuran ini berhasil dan kami sangat senang,” tutur Nana dengan wajah berseri-seri.
Hewan Endemik
Ada banyak buku dongeng dan cerita anak diterbitkan di Indonesia. Namun cerita anak yang membahas tentang hewan-hewan endemik sangat jarang dijumpai.
“Rencananya kami akan menulis dan menerbitkan 20 cerita anak seri hewan endemik. Baru tiga buku yang terbit. Satu lagi masih proses terbit, yakni tentang jalak bali,” ujar Nana.
Hewan endemik adalah spesies hewan yang secara alami hanya hidup dan mendiami suatu wilayah tertentu dan tidak ditemukan di wilayah lain. Keberadaan hewan endemik bisa menjadi ciri khas suatu wilayah dimana hewan itu hidup secara alamiah. Misalnya, komodo, bekantan, harimau sumatra, badak sumatra, gajah kalimantan, badak jawa, kukang jawa, orangutan, burung maleo, jalak bali, cendrawasih, dan sebagainya. Hewan-hewan ini nyaris punah karena berbagai sebab, di antaranya penebangan hutan dan perburuan liar.
Nana mengatakan tertarik dengan gerakan literasi anak karena ingin mewariskan cerita anak yang informatif dan mudah dipahami anak-anak. Nana berharap buku cerita anak seri hewan endemik ini dapat menginspirasi anak-anak dalam mengenal lebih jauh tentang fauna di Indonesia, terutama hewan endemik yang hampir punah. Nana berpandangan bahwa anak-anak perlu dibekali pendidikan lingkungan sejak dini melalui cerita atau dongeng.
“Sebenarnya anak-anak tidak suka digurui. Namun melalui cerita, anak-anak bisa menyerap berbagai informasi terkait budi pekerti atau pun tentang lingkungan,” ungkap Nana.
Suasana peluncuran buku cerita anak dwi bahasa (Indonesia dan Inggris) seri hewan endemik, yang diterbitkan Lembaga Seni dan Sastra (LSS) Reboeng di Ubud Writers and Readers Festival 2022
Lebih lanjut Nana memaparkan dongeng atau cerita anak mampu menumbuhkan kesadaran. Misalnya tentang kepedulian lingkungan atau hewan endemik perlu diperkenalkan kepada anak-anak sedini mungkin. Apa yang diajarkan kepada mereka akan diingat hingga dewasa. Oleh karena itu, lanjut Nana, karakter harus dibentuk saat masih anak-anak, supaya nanti mereka memiliki kesadaran untuk merawat dan melindungi hewan endemik.
“Suatu saat nanti siapa tahu ada di antara mereka yang menjadi pejabat atau pemangku kebijakan, mereka bisa lebih bijaksana dalam bertindak,” ujar Nana.
Tantangan
Mungkin banyak orang menganggap menulis dongeng atau cerita anak mudah. Namun anggapan itu tidak berlaku bagi Nana Ernawati dan Nurul Ilmi. Bagi mereka, menulis cerita anak memiliki tingkat kesulitan tertentu, terutama pada persoalan menyederhanakan bahasa. Bahasa anak-anak tentu berbeda dengan bahasa orang dewasa. Penulis juga harus memahami target sasaran cerita anak yang ditulisnya.
“Selain bahasa yang sederhana, penulis juga harus memahami target usia pembaca. Narasi untuk anak usia 5 tahun tentu berbeda dengan untuk usia 10 tahun,” ujar Nana.
Riset juga sangat penting dilakukan ketika menulis cerita anak dengan tema-tema tertentu. Nurul Ilmi, misalnya, melakukan riset dan membaca berbagai referensi terkait hewan-hewan endemik yang akan diolahnya menjadi cerita anak.
“Saya mencari data tentang hewan endemik, cara hidupnya, keberadaannya, dan sebagainya. Jadi, tidak bisa hanya mengandalkan imajinasi,” ungkap Nurul.
Di sisi lain, penulis cerita anak harus mampu bekerja sama dengan ilustrator. Sebab ilustrator juga punya cara dan pandangan tersendiri terhadap cerita anak. Meski ahli menggambar, tidak semua ilustrator mampu menerjemahkan cerita anak ke bahasa visual sesuai keinginan penulisnya.
“Intinya, penulis cerita anak dan ilustrator saling bekerja sama untuk menghasilkan buku yang bermutu,” ujar Nurul.
Sejauh ini, dalam proses menggarap cerita anak, Nana Ernawati dan Nurul Ilmi merupakan tim yang kompak. Mereka mendiskusikan draft cerita, saling memberikan masukan. Termasuk mendiskusikan elemen-elemen cerita atau informasi-informasi yang perlu dimunculkan dalam cerita.
“Bahkan dalam memilih ilustrator pun kami diskusikan bersama. Kami punya alasan tersendiri ketika memilih ilustrator untuk buku tertentu. Jadi, ilustrator untuk setiap buku bisa berbeda-beda,” ungkap Nana.
Dongeng Ayah
Sebelum terjun dalam gerakan literasi anak dengan menulis cerita anak, Nana Ernawati dikenal sebagai penyair angkatan 1980-an. Sastrawan kelahiran Yogyakarta, 28 Oktober 1961 ini, telah menulis sejak SMP. Karya-karyanya terhimpun dalam sejumlah antologi puisi bersama, antara lain “Penyair Yogya 3 Generasi” (1981), “Tugu” (1986), “Tonggak 4” (1987), “Perempuan Langit I” (2015), “Perempuan Langit II” (2015), dll. Bersama penyair Dhenok Kristianti, dia menerbitkan buku puisi bersama, yakni “2 Di Batas Cakrawala” (2011) dan “Berkata Kaca” (2012).
Nana mengenang pengalaman masa kanaknya. Dia dan adik-adiknya sering didongengi ayahnya sebelum tidur. Ayahnya sangat jago mendongeng. Ayahnya memiliki buku ‘keramat’ yang ditaruh di atas almari. Setiap menjelang tidur, ayahnya mengambil buku itu dan mengalirlah dongeng yang seolah tiada habisnya.
“Cara ayah mendongeng membuat kami terkesima dan hanyut dalam cerita. Kami pun menjadi ketagihan,” tutur Nana.
Nana pun penasaran dengan buku ‘keramat’ yang ditaruh di atas almari itu. Suatu kali, dia diam-diam mengambil buku itu dan memeriksa ‘rahasia’ apa tersimpan di dalamnya. Ternyata buku itu hanya buku dongeng biasa. Jika dibaca mungkin selesai dalam hitungan jam. Namun, ayahnya mampu mendongengkan isi buku itu seperti cerita seribu satu malam.
“Belakangan saya baru memahami itulah kekuatan sebuah buku,” kata Nana.
Suasana peluncuran buku cerita anak dwi bahasa (Indonesia dan Inggris) seri hewan endemik, yang diterbitkan Lembaga Seni dan Sastra (LSS) Reboeng di Ubud Writers and Readers Festival 2022
Ketika ayahnya tidak ada di rumah, Nana sering menggantikan ayahnya untuk mendongeng kepada adik-adiknya sebelum tidur. Bahkan isi dongeng itu diperagakan seperti permainan monolog. Hal itu membuat adik-adiknya terkesan.
“Adik-adik saya ada yang sampai menangis mendengar dongeng yang saya sampaikan,” ujarnya.
Nana merenungi pengalaman masa kanak itu. Mengapa dongeng dan cerita anak memiliki efek yang luar biasa pada dirinya. Ketika mengajarkan pendidikan budi pekerti lewat dongeng, ayahnya tidak menggurui, namun membiarkan Nana dan adik-adiknya mencerna isi dongeng. Kenangan masa kanak itulah yang membuat Nana tergugah untuk menulis dan menerbitkan cerita anak-anak yang informatif tanpa menggurui.
“Dongeng atau cerita anak yang bagus menurut saya tidak menggurui. Namun memberikan informasi yang diperlukan anak-anak,” kata Nana.
Sementara itu, ketertarikan Nurul Ilmi pada penulisan cerita anak lebih kepada tantangan. Sebab selama ini dia biasa menulis puisi dan cerpen untuk konsumsi orang dewasa. Pengarang kelahiran Sumenep, Madura, 21 Januari 1993 ini, lulusan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Karya-karyanya tersiar di berbagai media cetak dan online, seperti Jawa Pos, Republika, Kedaultanan Rakyat, dll. Dia pernah meraih Juara II lomba menulis puisi di Universitas Gadjah Mada. Dia juga menjadi guru di sebuah sekolah di Sumenep, Madura, Jawa Timur.
“Ketika Ibu Nana mengajak saya menulis cerita anak seri hewan endemik, saya menyanggupi. Karena menulis cerita anak memiliki tantangan tersendiri bagi saya,” ujar Nurul.
Nurul tidak punya pengalaman didongengkan orang tua ketika masa kanak. Namun dia sejak kanak-kanak senang membaca buku cerita. Kebetulan kakeknya mengajar di Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau setingkat SD dan berlangganan majalah yang juga memuat cerita anak.
“Kakek saya sering meminjam buku cerita dari perpustakaan sekolah. Buku-buku itu saya baca di rumah. Karena kegemaran membaca itulah yang membuat saya tertarik menulis cerita,” tutur Nurul.
Harapan
Sebagai penulis cerita anak, tentu Nana Ernawati dan Nurul Ilmi memiliki banyak harapan. Nurul berharap cerita anak yang ditulisnya bisa bermanfaat bagi anak-anak di Indonesia. Terutama mampu memberikan informasi-informasi yang diperlukan anak-anak.
“Anak-anak perlu mengetahui tentang keberadaan hewan-hewan endemik melalui cerita yang menyenangkan,” kata Nurul.
Sementara itu, harapan Nana menulis cerita anak tidak muluk-muluk. Dia hanya ingin membangun kesadaran anak-anak bahwa bumi harus dijaga. Kehidupan di bumi merupakan mata rantai yang saling berkaitan. Jika satu mata rantai putus, akan berakibat fatal bagi semuanya. Kesadaran ini yang harus dibangun sedini mungkin melalui cerita anak-anak. “Kekuatan sebuah cerita mampu memengaruhi bawah sadar yang akan terus diingat oleh anak hingga dewasa nanti,” ungkap Nana. [T]