6 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Tubuh Tradisi dalam Pertunjukan Teater Mini

Agus WiratamabyAgus Wiratama
October 21, 2022
inUlas Pentas
Tubuh Tradisi dalam Pertunjukan Teater Mini

Pertunjukan Teater Mini dalam rangka Festival Seni Bali Jani IV di Ksirarnawa Art Center pada Selasa, 18 Oktober 2022

Menonton pertunjukan Teater Mini Bali (dulu Teater Mini Badung) yang berjudul “Danau Kematian” membuat saya bertanya, Proses apa yang sesungguhnya telah dialami oleh para aktor?

Pertunjukan diawali dengan masuknya segerombolan anak muda. Mereka bermain bunyi layaknya Tarian Kecak, lalu bermain alat musik—sekilas tampak seperti sedang menggelar ritual Mecaru.

Lalu beberapa orang keluar, dan dalam konteks ini, saya yakin: aktor-aktor dalam pertunjukan ini dipilih berdasarkan postur. Paling tidak postur menjadi satu ukuran penting. Saya menebak, lima orang lelaki yang keluar adalah Panca Pandawa, dan betul. Postur mereka cukup representatif untuk menunjukan tokoh-tokoh Panca Pandawa.

Kisah berlanjut. Tarian yang cukup membuat saya yakin bahwa itu adalah para bidadari muncul di panggung, lalu mereka bergerak seolah sedang mandi, tapi gerakan itu masih tetap terkontrol. Koreografi yang cukup representatif. Dan, adegan yang kemudian saya ingat adalah beberapa mayat tergeletak di pinggir danau. Mayat-mayat itu adalah Sahadewa, Nakula, Arjuna, dan Bima.

Pertunjukan yang dibawakan oleh Teater Mini Badung ini mengisahkan tentang Panca Pandawa yang menjalani pengasingan di hutan. Dalam pertunjukan, digambarkan bahwa Pandawa berjalan di hutan, melewati semak-semak, pepohonan rindang, dan tiba-tiba mereka mendapat satu permintaan dari seorang Brahmana tua: “Tongkat saya dilarikan oleh seekor kijang,” kata Brahmana itu, dan Panca Pandawa berjanji untuk membantunya mengambil kembali tongkat itu.

Pertunjukan Teater Mini dalam kisah Danau Kematian di Festival Bali jani IV 2022

Saya meyakini bahwa generasi kini adalah generasi visual. Visual menjadi satu hal penting yang diperhatikan orang, termasuk saya. Maka dari itu, penampilan Panca Pandawa bagi saya adalah satu strategi yang menarik, tapi ada satu hal yang unik. Teater Mini Badung berusaha memanfaatkan proyektor dalam pertunjukan.

Di layar yang berada di tengah-tengah panggung ini gambar muncul bergantian, membawa penonton pada situasi tertentu. Untuk urusan ini, saya yakin, hal ini mesti diperbaiki lagi secara teknis. Tapi menariknya, saya yang menyadari kekurangan itu, justru masuk dalam situasi pertunjukan. Akan tetapi, gerak itu terasa keluar masuk: sesekali masuk ke dalam adegan, lalu menyadari teknis gambar, lalu masuk lagi, dan begitu seterusnya.

Dalam perjalanan mengambil kembali tongkat Brahmana itu dari Kijang, para Pandawa kehausan di tengah jalan. Sahadewa adalah orang pertama yang bertugas untuk mencari air. Tapi lama ia tak kembali, lalu disusul Nakula. Hal yang sama terjadi pada Nakula, setelah itu disusul Arjuna, lalu disusul Bima, kemudian Yudistira.

Bila kita perhatikan, pola yang sama ini merupakan pola kritis, ia rawan mengalami penotonan adegan yang mengakibatkan penonton meninggalkan pertunjukan. Tampaknya, Anom Ranuara sebagai sutradara menyadari hal itu. Maka, di sela-sela kemenotonan adegan itu, segerombolan pemain dengan tubuh-tubuhnya yang memukau keluar. Mereka adalah gerombolan makhluk yang mengakui dirinya sebagai makhluk kelas paling rendah.

Gerombolan makhluk ini melihat para Pandawa yang tergeletak karena sesungguhnya air di Danau itu tidak bisa langsung diminum. Setiap salah seorang Pandawa hendak mengambil air untuk minum, tiba-tiba muncul suara asing: “jangan minum air itu, kau hanya boleh minum setelah menjawab pertanyaanku,” kata suara yang dari entah itu. Tapi, Para Pandawa mengabaikan permintaan suara asing itu, karena sikap itulah mereka mengalami petaka.

Pertunjukan Teater Mini dalam kisah Danau Kematian di Festival Bali jani IV 2022

Dalam situasi genting itu, para pemeran gerombolan makhluk kelas bawah ini menunjukkan kelihaian bermain di atas panggung. Saya tiba-tiba teringat suatu ungkapan salah seorang teman. Seniman pertunjukan—kala itu ia menyebut pregina—semakin tua tubuhnya akan semakin matang. Sedikit saja bergerak, sudah menunjukan sesuatu. Tubuhnya sudah bicara.

Barangkali hal ini karena penguasaan teknik “Kenyang Lempung” yang sederhananya bisa disebut sebagai pengendalian tubuh lembut dan keras. Tentu ini hanya salah satu, dan barangkali ada banyak hal lain yang tak dapat saya identifikasi. Ketua gerombolan itu sungguh tak banyak bergerak, tangannya bahkan tak terangkat terlalu tinggi, tapi ia mampu membuat penonton terdiam, lalu tertawa pada dialog-dialog lucu yang dilontarkan.

Ada sekitar lima orang makhluk itu, dan mereka tidak memperkenalkan diri. Akan tetapi, dari gestur, cara bicara, dan mimiknya, kita akan dengan mudah mengenali karakter mereka: lugu, penurut, dan sebagainya, dan saya berkesimpulan, ada proses yang panjang di balik tubuh-tubuh mereka.

Terkadang, gerak dalam tari-tari Bali muncul dalam pertunjukan teater. Bentuk-bentuk itu hadir tak terkendali. Hal seperti itu akan memunculkan anggapan bahwa satu pertunjukan itu kotor. Tetapi tidak dengan tubuh-tubuh pemain ini. Mereka tampak khatam, dan secara terang mengeksplorasi beberapa bentuk, semisal cara berdiri, berjalan, posisi kaki dalam agem, tangan, tolehan mata, dan sebagainya. Mereka bermain dengan modal itu. Gerombolan makhluk kelas bawah itu kemudian bersembunyi—mereka keluar panggung.

Dalam lakon itu, dikisahkan bahwa Arjuna dan Bima sempat murka setelah melihat adik-adiknya tergeletak, tapi hal yang sama menimpa mereka setelah dengan arogan hendak melanggar kata-kata yang muncul entah dari mana itu. Mereka meninggal. Tak seperti empat Pandawa yang sudah meminum air, lalu mati itu, Yudistira justru dengan cemerlang mengikuti peraturan itu. Tapi, satu hal yang mengejutkan adalah jawaban dari Yudistira.

“Saya ke sini tidak untuk minum air, hanya kebetulan lewat, jadi saya minta kalau berhasil menjawab pertanyaan itu, beri saya tongkat Brahmana yang dilarikan kijang itu,” katanya.

Yudistira tidak meminta adik-adiknya untuk hidup kembali atau meminta agar bisa minum air, tapi tongkat, sebagaimana tujuan awalnya. Bagi Yudistira, kematian adalah keniscayaan, tapi jika ia tak bisa mengembalikan tongkat Brahmana itu, Yudistira melanggar janjinya. Suara itu sepakat.

Yudistira diberikan pertanyaan-pertanyaan rumit, yang menuntun jawaban pada pemuliaan air. Yudistira berhasil menjawab, tapi setelah semua terjawab suara itu berkata lain: “Aku tak bisa memenuhi keinginanmu.”

Yudistira menjadi murka, dusta adalah kejahatan baginya. Lalu, Yudistira yang bijaksana ini memperlihatkan gelagat marah: “Aku adalah bumi, tak banyak bicara, tapi sekali bicara bisa menenggelamkan gunung sekalipun!” Dalam layar di panggung, muncul gambar gunung, petir, awan hitam; terdengar suara gemuruh, suara asing itu yang pada gilirannya meminta Yudistira untuk berhenti, dan cahaya turun.

Suara itu adalah suara dari seorang Dewa, yaitu Dewa Dharma, yang hampir dilawan Yudistira; Dewa yang sesungguhnya adalah ayah Yudistira sendiri.

Sekali lagi, Dewa Dharma berkata bahwa tongkat itu tak bisa dikembalikan karena Brahmana itu adalah jelmaan dirinya, dan cerita tentang tongkat hanyalah rekaan. Semua itu disusun hanya karena Kerinduan Dewa Dharma kepada Yudistira, anaknya. Lalu, setelah percakapan yang panjang,

Pandawa yang telah meninggal dibangkitkan lagi, dan Dewa Dharma memberi pentujuk pada Pandawa untuk menyelesaikan pengasingan itu, dan mereka diizinkan untuk minum air. Pemeran Dewa Dharma yang tampak tenang itu berdiri di dekat layar, para bidadari keluar untuk menari. Pertunjukan selesai.

Pertunjukan Teater Mini dalam kisah Danau Kematian di Festival Bali jani IV 2022

Teks pertunjukan yang berjudul “Danau Kematian” ini ditulis oleh Anom Ranuara, dimainkan oleh Teater Mini dalam rangka Festival Seni Bali Jani IV di Ksirarnawa Art Center pada Selasa, 18 Oktober 2022, dan saya pikir, pertunjukan ini digelar dalam waktu yang tepat.

Beberapa hari yang lalu, banjir terjadi di beberapa tempat di Bali, merobohkan jembatan, menghanyutkan rumah warga, bahkan merobohkan bangunan Pura. Belakangan ini, air seolah hadir sebagai tokoh antagonis dalam realitas. Meskipun tak ada satu kehidupan pun yang tampaknya bisa hadir tanpa air. Tapi air dalah dualitas itu sendiri, pengurip (yang memberi hidup) sekaligus pelebur.

Dalam pertunjukan, penonton tahu bahwa air pula yang mampu membunuh lima kesatria tangguh dalam waktu yang singkat—meskipun ada campur tangan Dewa. Meskipun begitu, air tetap mesti dihormati, sebagaimana menghormati ibu, sebagaimana yang disebutkan oleh Yudistira dalam pertunjukan.

Tentu tak ada gading yang tak retak, begitu pula dengan pertunjukan ini. Selain aktor-aktor yang memukau, pertunjukan ini mesti menimbang ulang penyampaian pesan. Pesan-pesan penting dalam pertunjukan ini, dalam beberapa hal disampaikan secara harfiah. Padahal, dialog-dialog itu cukup berjarak dengan bahasa lisan, dan pesan, kadang tak mampu menancap dalam benak penonton, tapi cerita selalu melekat. Karena itu pula, hal inilah yang sesungguhnya mesti ditimbang lagi, atau mungkin mesti digali.

Pertunjukan “Danau Kematian” meskipun melakukan perpindahan yang tidak banyak, kadang tempo terasa lambat, tetapi ada sesuatu yang membuat penonton tetap bertahan, dan pada titik tertentu, mereka tertawa-tawa. Menjaga perhatian penonton adalah satu keberhasilan dari Teater Mini. [T]

Kisah “Telaga Naga” Berseri-seri dalam Garapan Teater Kini Berseri
Makin Beragam Musik Puisi di Bali
Tags: Festival Seni Bali JaniFestival Seni Bali Jani 2022kesenian baliTeaterTeater Mini
Previous Post

Spill The Tea Danuraga, Tapi Harus Nonton Ya! | Bagian 2

Next Post

Film “Bondres Tata Titi”: Cedil dan Dadong Rerod dalam Wujud Animasi

Agus Wiratama

Agus Wiratama

Agus Wiratama adalah penulis, aktor, produser teater dan pertunjukan kelahiran 1995 yang aktif di Mulawali Performance Forum. Ia menjadi manajer program di Mulawali Institute, sebuah lembaga kajian, manajemen, dan produksi seni pertunjukan berbasis di Bali.

Next Post
Film “Bondres Tata Titi”: Cedil dan Dadong Rerod dalam Wujud Animasi

Film “Bondres Tata Titi”: Cedil dan Dadong Rerod dalam Wujud Animasi

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Covid-19 dalam Alam Pikir Religi Nusantara – Catatan Harian Sugi Lanus

    Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Sumbangan Ketut Bimbo pada Bahasa Bali | Ada 19 Paribasa Bali dalam Album “Mebalih Wayang”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lonte!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kabut Membawa Kenikmatan | Cerpen Ni Made Royani

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Tidak Ada Definisi untuk Anak Pertama Saya

by Dewa Rhadea
June 4, 2025
0
Tawuran SD dan Gagalnya Pendidikan Holistik: Cermin Retak Indonesia Emas 2045

KADANG saya mencoba menjelaskan kepada orang-orang seperti apa anak pertama saya. Tapi jujur saja, saya tidak tahu bagaimana harus mendefinisikannya....

Read more

The Voices After Cak!: Keriuhan di Balik-balik Tubuh yang Diguncang

by Wulan Dewi Saraswati
June 4, 2025
0
The Voices After Cak!: Keriuhan di Balik-balik Tubuh yang Diguncang

MALAM di taman kuliner Ubud Food Festival sangat menggiurkan. Beberapa orang sudah siap duduk di deretan kursi depan, dan beberapa...

Read more

Susu dan Tinggi Badan Anak

by Gede Eka Subiarta
June 3, 2025
0
Puasa Sehat Ramadan: Menu Apa yang Sebaiknya Dipilih Saat Sahur dan Berbuka?

KALSIUM merupakan mineral utama yang diperlukan untuk pertumbuhan tulang kita, tepatnya untuk pertumbuhan tinggi badan. Kandungan kalsium tertinggi ada pada...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Gede Anta Wakili Indonesia dalam “International Visitor Leadership Program” di AS

Gede Anta Wakili Indonesia dalam “International Visitor Leadership Program” di AS

June 5, 2025
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Buku “Identitas Lintas Budaya: Jejak Jepang dalam Teks Sastrawan Bali” Memperkaya Perspektif Kajian Sastra di Bali
Khas

Buku “Identitas Lintas Budaya: Jejak Jepang dalam Teks Sastrawan Bali” Memperkaya Perspektif Kajian Sastra di Bali

BUKU Identitas Lintas Budaya: Jejak Jepang dalam Teks Sastrawan Bali karya Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt., memperkaya perspektif kajian sastra,...

by tatkala
June 5, 2025
Sederhana, Haru dan Bahagia di SMPN 2 Sawan: Pelepasan Siswa, Guru Purnabakti dan Pindah Tugas
Khas

Sederhana, Haru dan Bahagia di SMPN 2 Sawan: Pelepasan Siswa, Guru Purnabakti dan Pindah Tugas

“Kami tahu, tak ada kata maaf yang bisa menghapus kesalahan kami, tak ada air mata yang bisa membasuh keburukan kami,...

by Komang Sujana
June 5, 2025
Kopernik dan Jejak Timor di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Kopernik dan Jejak Timor di Ubud Food Festival 2025

“Hey, do you sell this sauce? How much is it?” tanya seorang turis perempuan, menunjuk botol sambal di meja. “It’s...

by Dede Putra Wiguna
June 5, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [18]: Bau Gosong di “Pantry” Fakultas

June 5, 2025
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co