Kehidupan ini penuh warna, penuh ragam, penuh perbedaan. Semua itu adalah anugerah dan kekayaan. Ketika warna-warna itu menyatu maka keindahanlah yang akan terbit.
Dan, mari bicara tentang persatuan.
Kita lahir di dunia ini juga akibat bersatunya dua sumber kekuatan berbeda. Kekuatan ibu dan kekuatan bapak. Bersatunya dua kekuatan yang berbeda itu melahirkan kita, melahirkan kehidupan.
Kita lahir dari dua kekuatan yang berbeda. Dua kekuatan yang berbeda itu melahirkan kita dengan dua kekuatan juga. Yakni kekuatan lahiriah, fisik atau nyata, dan kekuatan batin, non fisik atau tidak nyata.
Seimbangnya dua kekuatan lahir dan kekuatan batin itu akan memberi kebermanfaatan untuk kehidupan. Kehidupan kita.
Dari kekuatan lahir dan batin yang melekat pada setiap individu akan menjelma jadi tiga unsur yaitu badan (body), pikiran (mind) dan jiwa (soul). Ketiga unsur itu saling mempengaruhi. Kalau badan (body) sakit, maka sudah pasti pikiran jadi sakit, bahkan berdampak pada kesehatan jiwa.
Ada satu teori tarik menarik dari pikiran. Apa yang dipikirkan maka tubuh akan mewujudkannya.
Untuk itulah, agar kita sehat dan kuat, maka badan, pikiran dan jiwa harus menyatu. Salah satu dari unsur itu lemah atau sakit, maka akan mempengaruhi unsur yang lain. Unsur yang lain menjadi sakit pula. Dan secara keseluruhan akan menjadikan kita lemah. Jika kita lemah, maka kuranglah manfaat dari badan, pikiran dan jiwa kita.
Untuk badan yang kuat dan sehat tentu perlu nutrisi. Nutrisi juga perlu untuk pikiran dan jiwa agar menjadi sehat dan kuat.
Nutrisi yang dibutuhkan oleh badan adalah olah raga termasuk juga makanan yang sehat. Nutrisi yang dibutuhkan oleh pikiran supaya sehat dan kuat adalah olah pikiran dengan selalu menanamkan pikiran-pikiran positif. Nutrisi agar jiwa kita kuat dan sehat adalah dengan olah jiwa yang isinya belajar menerima, ikhlas dan pasrah. Ketika ketiga unsur itu menyatu, di situlah kita sebagai peribadi akan kuat, sehat dan bermanfaat.
Ibarat kita sebagai perahu kecil di laut yang luas. Perahu itu tidak akan pernah tenggelam selama tidak ada kebocoran. Penyebab kebocoran adalah tidak menyatunya unsur pembentuk perahu itu.
Dalam keluarga pun begitu. Keluarga terdiri dari ayah dan ibu dan anak-anak. Ketika ayah dan ibu menyatu atau rukun-rukun saja, maka keluarga pun damai dan sejahtera, bahkan rezeki pun bisa jadi lancar.
Begitu sebaliknya. Ketika kedua orang tua tidak menyatu atau tidak rukun maka akan berdampak negatif pada anak di keluarga itu sendiri. Banyak contoh yang kita lihat, anak-anak yang bermasalah dalam kehidupan sosialnya biasanya diawali dari masalah pada kedua orang tuanya, misalnya orang tua sering bertengkar dan sebaginya.
Di lingkungan yang lebih besar pun, seperti lingkungan desa misalnya, juga demikian. Ketika orang-orang yang dianggap sebagai “orang tua” di desa, seperti kepala desa dan kelian adat, tidak cocok dan tidak akur, maka jelas masyarakatnya akan jadi korban. Kesejahteraan masyarakat desa pun akan semakin jauh untuk bisa diraih.
Di sini pentingnya kedua orang tua harus memiliki sifat negarawan, yang mau mengorbankan ego atau kepentingan pribadinya demi anak-anak dan keluarganya.
Begitu juga pada kehidupan yang lebih besar, esensinya sama. Hanya dengan bersatu kita kuat. Tentu saja, proses penyatuan mulai dari dalam diri, kemudian keluarga, lingkungan, daerah dan berujung pada bangsa dan negara.
Sejarah mengajarkan betapa pentingnya persatuan dan kesatuan. Dulu, penjajah berhasil menjajah Indonesia sampai berabad-abad. Itu karena kita bangsa Indonesia belum mampu untuk bersatu. Masyarakat saat itu belum memahami pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa. Sehingga jelaslah kelemahan dan kelalaian dimanfaatkan oleh penjajah untuk terus memecah belah Indonesia.
Karena disadari betapa pentingnya nilai persatuan itu, maka pendiri bangsa menyepakati dan mencantumkan di sila ke-3 Pancasila, yang dijadikan sebagai ideologi dan pedoman hidup berbangsa dan bernegara.
Jadi, mari bangun kesadaran bersama, bahwa kita ada dan bisa hidup karena perbedaan. Mencintai dan menghargai perbedaan adalah sama dengan mencintai dan menghargai kehidupan itu sendiri. [T]
[][][]
BACA esai-esai Dokter Caput yang lain