Warga disabelitas punya hak, seperti warga biasa, untuk masuk, berkunjung dan belajar ke museum.Untuk itulah, museum harus dikelola sedemikian rupoa agar menyenangkan bagi kaum disabelitas.
Demi hal itu kemudian Pemerintah Kabupaten Buleleng melalui Dinas Kebudayaan dan diinisiasi oleh Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM) Universitas Indonesia (UI) menggelar Forum Discusion Group (FGD) di ruang rapat Dinas Kebudayaan Kabupaten Buleleng, Rabu, (24/8/2022).
FGD itu diikuti pengelola museum di Buleleng, SLBN 1 Singaraja dan sejumlah awak media. FGD ini bertujuan meningkatkan pelayanan pengelola museum kepada masyarakat yang memiliki kebutuhan khusus atau disabilitas yang berkunjung ke museum-museum yang ada di Buleleng seperti Museum Lontar Gedong Kirtya, Museum Buleleng dan Museum Soenda Ketjil.
Kadis Kebudayaan Nyoman Wisandika menjelaskan, selama ini pengelola museum di Buleleng selalu memberikan layanan kepada pengunjung agar museum bisa menyenangkan bagi semua kalangan, termasuk disabelitas.
“Gayung bersambut, atas inisiasi DRPM Universitas Indonesia, tiga museum di Buleleng dijadikan pilot project dalam peningkatan layanan kepada kaum disabilitas,” katanya.
Menurut Wisandika, FGD dilakukan bersama pengelola tiga museum di Buleleng, yakni Museum Lontar Gedung Kirtya, Museum Buleleng dan Museum Soenda Ketjil, bersama pihak SLB N 1 Singaraja yang dimotori DRPM UI. Materi dalam FGD ini berkaitan dengan desain dan inklusi untuk pengunjung dengan disabilitas.
“ Di bulan September sampai Nopember 2022 ini akan diadakan pelatihan peningkatan pemahaman pengelolaan museum,”ungkap Wisandika.
Ketua Tim DRPM UI Revine Rafa Kusuma dalam diskusinya mengatakan FGD ini bertujuan untuk mengumpulkan permasalahan, kendala yang dihadapi serta sarana dan prasarana pengelola museum kepada penyandang disabilitas di Buleleng.
“Kami rangkum dulu dalam FGD ini, kami observasi ke lapangan dan lakukan pelatihan kepada pengelola museum secara online sampai bulan Nopember ini. Karena sesuai definisi Icom Museum 2022 inklusi dan aksesiblitas harus memadai bagi semua kalangan.
Lanjut Revine, inklusi dan aksesibilitas terdiri dari fasilitas museum, tata pamer dan media informasi koleksi, program edukasi dan program publik museum serta representasi dalam koleksi dan tata pamer museum.”Output pengabdian kami adalah rekomendasi kepada institusi terkait berupa buku untuk ditindak lanjuti hal-hal yang perlu ditingkatkan, baik sisi konten, media, sarana dan prasarana, sehingga inklusi dan aksesibilitas pengunjung terpenuhi,”jelasnya.
Dari Diskusi itu, Kepala Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) 1 Singaraja Made Winarsa menyampaikan terhadap anak didiknya yang berkebutuhan khusus, agar dalam pelayanan di museum ada media khusus audio visual dan bahasa isyarat serta akses yang khusus pula bagi pengunjung, serta penerangan yang memadai, sehingga kenyaman, ketenangan dan dapat memberikan rasa senang bagi anak didik kami ataupun pengunjung umum yang disabilitas.[T][Ado]