Mementaskan sejarah legenda Kopi Banyuatis bagi saya memang menantang. Proses menemukan cerita saya mulai dari pembicaraan dengan generasi keempat Kopi Banyuatis, Gede Pusaka Harsadena. Pusaka kini mewarisi bisnis Kopi Banyuatis yang telah berkembang pesat tidak hanya di Bali namun juga di Lombok. Usaha yang dirintis turun temurun sejak generasi kakek buyutnya, kini telah mencapai titik terang. Bisnisnya makin kuat dan makin sehat. Sejarah perjalanan panjang kopi ini kemudian diceritakan Pusaka kepada saya, di rumah Mahima. Saya pun mulai menulis naskahnya. Tak perlu lama, naskah ini telah menjadi. Cerita sederhana yang dirangkai dengan kuat dari satu masa ke masa.
Awalnya begini. Jro Dalang, yang menjadi generasi pertama legenda Kopi Banyuatis, adalah seorang seniman dalang yang menemukan bahwa dengan bercerita hidupnya menjadi bermakna. Dengan bercerita, Jro dalang menemukan rasa. Dengan menjadi dalang pula, ia mendapatkan bidang tanah yang kelak ditanaminya kopi. Mengapa kopi? Karena kopilah yang menemaninya berbagi cerita. Kopilah yang menemani orang-orang bercerita, soal apa saja. Lalu Jro Dalang mulai menanam kopi. Karena ia percaya, kopi ini bisa diwariskan hingga generasi berikutnya.
Demikianlah lalu anaknya, Putu Dalang, juga diberi pesan untuk meneruskan menanam kopi untuk meneruskan filosofi bapaknya, bahwa kopi adalah proses menanam cerita, menanam rasa yang kelak juga dapat diteruskan ke generasi berikutnya. Putu Dalang, anak Jro Dalang, adalah petani yang tekun dan disiplin menanam kopi dengan hati. Ditambah istrinya, dalam naskah disebut Dadong/Nini, adalah istri yang bisa menjual kopi. Ia memiliki strategi khusus membuat kopi sehingga racikannya sangat digemari dan menjadi idola bagi penikmat kopi.
Generasi ketiga adalah Ketut Englan, yang mulai mengembangkan kopi Banyuatis dari desa-desa, hingga ke kota, dari satu kabupaten ke kabupaten lainnya. Ia meletakkan bisnis kopi sejati, yang orisinal rasanya, dan tidak dicampur dengan bahan lain. Rahasia menjaga rasa kopi adalah dengan mendiamkannya di karung selama satu tahun agar kadar airnya rendah secara alami. Ia berpesan kepada generasi berikutnya Gede Pusaka Harsadena agar tetap mempertahankan rasa kopinya dengan menjaga proses alami dan jangan sampai mencampur bahan lain. Terbukti, kopi ini berhasil menjadi idola masyarakat Bali hingga kini.
Para pemeran karakter teater ini seperti telah berjodoh dengan naskah yang saya tulis ini. Gusti Made Aryana, yang terpilih berperan sebagai Jro Dalang, adalah seniman dalang dalam kehidupan sebenarnya. Ia kerap dipanggil Dalang Sembroli, karena nama salah satu karakter wayangnya adalah Sembroli. Gusti alias Dalang Sembroli merasa jalannya telah dituntun untuk mendapatkan peran ini.
Perkenalan Jro Dalang Sembroli dengan cerita kopi Banyuatis sesungguhnya tak tiba-tiba dimulai. Ia telah mengenal kopi Banyuatis dengan legenda rasanya. Ia juga kenal Gede Pusaka, dan darinya ia juga mendengar kisah ini. Ia bahkan sempat ditunjukkan rumah Jro Dalang Kopi Banyuatis dan merasa tersentuh melihat langsung wayang-wayang koleksi beliau. Dalang Sembroli juga sempat pentas wayang di rumah sang legenda.
Bagus Wira, pemeran Ketut Englan
Lalu ketika casting aktor diumumkan, Dalang Sembroli memang niat mengikuti, namun terkendala waktu. Detik-detik terakhir pengumpulan barulah dia mengirim video casting, dan ternyata ketika diumumkan kemudian ia menjadi aktor terpilih. Ketika proses berlatih dimulai, ia mulai merasakan lebih dalam kata-kata di naskah. Ia tersentuh pada kata-kata, terutama pada bagian ketika Jro Dalang berkata bahwa ia mengabdi kepada seni melalui wayang. Ketika ikhlas mengabdi, ia merasa bahagia.
Berikut petikan monolognya
Namanya mengabdi, jarang juga ada yang bayar kala itu.
Dimana ada yang iklas membayar, saya terima, jika tidak juga tidak apa-apa.
Dalang Sembroli juga merasakan bahwa energi Jro Dalang seperti mengalir melalui kata-kata dalam naskah, dimana ia merasa bahwa sebagian dari karakter Jro Dalang seperti menginspirasinya terutama dalam hal keikhlasan. Dalang Sembroli percaya, seni adalah jembatan rasa yang hanya dapat dirasakan oleh yang mendapat vibrasi rasa yang sama. Di naskah ini, dia merasakan vibrasi itu. Bahkan ia merasa takdir memainkan karakter Jro Dalang ini adalah sebuah keinginan semesta, seperti istilahnya “cara rurunganga” (seperti dibukakan jalan).
Pemain Putu Dalang, Ida Bagus Partawijaya merasakan hal yang unik pula. Sebagai seorang mantan pilot, dunia akting adalah hal baru baginya. Uniknya dia merasa percaya diri ikut casting karena merasa ingin menunjukkan keinginannya berproses di kesenian, dan mencoba hal baru adalah karakternya. Dengan rasa percaya diri, ia melamar sebagai aktor Jro Dalang, karena merasa dari segi usia, lebih pantas masuk karakter Jro Dalang.
Namun di perjalanan, ia malah terpilih sebagai Putu Dalang, sebab karakter Putu Dalang yang kalem dan serius sangat terwakili olehnya. Sebagai aktor pemula, Ida Bagus Partawijaya merasa sangat gugup ketika diumumkan sebagai aktor yang terpilih memerankan Putu Dalang. Ia merasa ini adalah tanggung jawab besar. Apalagi menyangkut sejarah legenda. Ia tak berani tak serius. Akhirnya ia mulai menghafal naskah dan mendalami perannya.
Satu hal yang menurutnya sulit adalah tertawa. Ida Bagus Partawijaya tak mampu tertawa di atas panggung. Apalagi tertawa satir seperti tuntutan naskah. Persoalan berikutnya adalah memposisikan tangan di atas panggung. Juga melangkahkan kaki, melirikkan mata, dan aspek ekspresi lainnya. Namun pelan-pelan akhirnya ia melatih tubuhnya rileks dan punya tujuan tetap.
Ida Bagus Partawijaya (kiri) pemeran Putu Dalang, dan Tni Wahyuni, pemeran Nini/Dadong
Karakter yang lain adalah Dadong/Nini yang diperankan oleh Tini Wahyuni. Tini Wahyuni adalah mantan dokter yang kini adalah seniman lukis dan penggiat seni musik, dan mulai masuk dunia peran. Karir pertamanya di dunia peran adalah sebagai aktor monolog yang terpilih dalam program Cipta Media Ekspresi, 11 Ibu 11 Panggung 11 Kisah, tahun 2018 silam.
Melalui pengalaman itu, Tini mendalami karakter Dadong/Nini dengan mudah. Apalagi kemiripan karakter dengannya yaitu disiplin dan tangguh, membuat Tini makin merasa klik dengan karakter. Hal lain adalah kesamannya dengan hobinya minum kopi, dan peran Dadong/Nini adalah peracik kopi hebat, yang kelak membangun bisnis kopi Banyuatis dengan mantap. Satu tantangan bagi Tini Wahyuni adalah ketika dia membayangkan bagaimana pada masa itu kopi diracik dengan khusus. Bagaimana dan dengan cara apa. Akhirnya sedikit terkuak di naskah bahwa setelah air panas dan kopi diaduk di cangkir, ditutup sebentar dengan tutup cangkir, lalu dibuka hingga aromanya tercium sempurna.
Tini Wahyuni adalah aktor yang disiplin. Dari empat aktor, dialah yang paling awal menyelesaikan hafalan naskah. Strateginya, bagian naskahnya ia bagi menjadi satuan-satuan ide, lalu disalin ulang dengan tulisan tangan menjadi empat bagian ide. Dipahami dan dihafal dalam dua hari. Luar biasa.
Lain lagi dengan Bagus Widhia Kusuma Putra pemeran Ketut Englan. Dia adalah aktor termuda di kelompok ini, 24 tahun, dan rupanya pengalaman ini adalah pengalaman pertama. Menyutradarai Bagus, saya merasakan bahwa ia membawa tubuh yang sangat santun, merunduk dan rendah hati. Merasa paling muda, Bagus selalu merunduk runduk dan tak berani menatap lawan bicara. Saya mencoba mengarahkannya agar rileks dan tak terbebani. Meski minggu pertama cukup sulit, ternyata beberapa hari berikutnya ia telah mulai rileks dan mampu memperbaiki kelemahan itu.
Proses teater ini berjalan dengan organik dimana para pemainnya bertumbuh menemukan celah terbaik dirinya dalam konteks panggung. Dalang Sembroli yang paling berpengalaman dalam konteks pertunjukan menjadi lead actor yang saya beri tugas memberi benang merah pada adegan, bahkan di beberapa bagian merajut cerita dengan pendekatan seni pertunjukan wayang.
Proses ini juga berkembang pada musik, dimana tim musik mengembangkan suasana melalui kehadiran gender dan suling gambuh, juga suara sesendon dalang. Visual juga ditata dengan lighting yang menghadirkan suasana hangat dan bahagia. Kehadiran kayon memperkuat narasi kebun kopi, pohon kopi, dan filsafat kopi. Semua dihadirkan dengan sederhana dan kuat.
Gusti Made Aryana, pemeran Jro Dalang
Bagi saya, tantangan terbesar pentas ini adalah bagaimana kisah nyata ini dapat dipanggungkan dalam waktu kurang dari sebulan. Terlebih para pemeran terbilang baru di dunia teater. Juga jadwal masing-masing pemain yang padat membuat latihan terjeda beberapa kali. Tantangan berikutnya adalah audiens, yang merupakan kalangan terbatas, dari intern Kopi Banyuatis.
Saya berharap ini berterima bagi keluarga besar Kopi Banyuatis. Setidaknya legenda ini telah dapat didokumentasikan melalui panggung teater. [T]
- Catatan: Teater Legenda Rasa Kopi Banyuatis ini diakan dipentaskan, Sabtu 27 Agustus 2022, di Hotel Bali Taman, Lovina, Buleleng