Sebagai jurnalis-sastrawan, Kambali Zutas melakukan liputan terhadap pandemi dan segala dampaknya terhadap kehidupan manusia. Namun ia tak hanya melakukan liputan dengan pandangan mata selayaknya seorang jurnalis. Ia juga melakukan ‘liputan dengan batin dan nuraninya.
Itu dikatakan Yahya Umar, seorang wartawan dan sastrawan dalam acara Bedah Buku Puisi “Anak-anak Pandemi” karya Kambali Zutas di Rumah Belajar Komunitas Mahima, Singaraja, Buleleng, Bali, Minggu 14 Agustus 2022, malam.
Kata Yahya Umar, jika wartawan menuliskan hasil liputannya menjadi ‘straight news’ atau berita feature, Kambali menuangkan ‘liputan batin atau liputan nuraninya’ ke dalam puisi atau sajak.
“Ya Kambali menuliskan ‘liputan batin atau nuraninya’ itu di bukunya Anak-anak Pandemi. Membaca buku Anak-anak Pandemi, saya seperti menyaksikan Kambali ‘meliput’ pandemi,” kata Yahya Umar.
Dalam laporan ‘liputan batinnya’, Kambali tak hanya menulis fakta tentang pandemi Covid-19 dan segala dampaknya, tetapi juga menuangkan reaksi pikirannya, reaksi batinnya, perasaannya, jeritan nuraninya, dan sikapnya. Ia empati, sedih, kecewa bahkan marah.
“Saya membaca, bahwa buku Anak-anak Pandemi menggambarkan reaksi hati, reaksi jiwa, reaksi pikiran, reaksi nurani dan reaksi kemanusiaan Kambali,” tambah Yahya Umar.
Kambali Zutas | Foto tatkala.co/Dian Pratiwi
Bedah buku kumpulan puisi berjudul “Anak-anak Pandemi” karya jurnalis dan penyair Kambali Zutas di Rumah Belajar Komunitas Mahima itu berlangsung meriah.
Sebelum acara dimulai diputar video launching buku “anak-anak pandemi” yang sudah digelar di Denpasar pada 16 Juli 2022. Selain itu, dalam video terdapat testimoni tentang buku “anak-anak pandemi” yaitu dari Rektor ITB STIKOM Bali Dr. Dadang Hermawan, Praktisi Pariwisata I Made Badra dan I Ketut Suwandi, dan jurnalis Ayu Sulistyowati, serta Presiden Gabungan Komunitas Sastra ASEAN (GAKSA), Prof Irwan Abu Bakar.
Bedah buku tersebut dihadiri berbagai kalangan jurnalis, penulis, sastrawan dan akademisi di Buleleng ini dibuka langsung oleh Sekda Buleleng, Gede Suyasa. Dalam sambutannya, Sekda Suyasa menyampaikan apresiasi kegiatan bedah buku dan mengucapkan selamat kepada penulis Kambali Zutas. Suyasa juga bercerita panjang lebar tentang sosok penulis yang pernah tugas sebagai jurnalis di Kabupaten Buleleng.
“Peluncuran buku puisi “anak-anak pandemi” mengajarkan kita untuk mengubah perilaku, mengubah mind set untuk selalu hati-hati dan hidup sehat,” kata dia.
“Buku kumpulan puisi “anak-anak pandemi” diharapkan agar masuk di sekolah-sekolah, karena pengalaman hidup di masa pandemi menjadi catatan besar dalam hidup,” jelas Suyasa.
Acara dilanjutkan dengan pembacaan puisi oleh Rektor ITB STIKOM Bali, Dr Dadang Hermawan dengan judul “Ibu Pertiwi”.
Gede Suyasa, Sekda Buleleng | Foto tatkala.co/Dian Pratiwi
Setelah itu, acara inti bedah buku “anak-anak pandemi”. Selain menghadirkan pembicara Yahya Umar, bedah buku yang dimoderatori oleh jurnalis Eka Prasetya itu juga menghadirkan pembicara Kadek Sonia Piscayani seorang penulis dan dosen, serta akademisi dan agamawan Imam Muhayat.
Imam Muhayat mengatakan, dari 50 jumlah judul puisi karya Kambali, dari halaman ke halaman terbaca berada dalam pusaran berbagai ungkapan refleksi diri. Tidak lepas juga ungkapannya membentuk opini komunikasi pernyataan suatu aksi.
“Tetapi ia tetap sadar sebagai hamba daif selalu tak henti untuk menemukan diri,” kata Imam Muhayat.
Semua itu, kata Imam, berangkat dari sugesti, empati individu atau individu terhadap sesamanya, alam, dan lingkungannya. Irisan-irisan itu sesungguhnya berasal dari semua irisan menjadi satu bagian pada sebaran kumpulan puisi Anak-anak Pandemi.
Kambali menarasikan dalam bentuk karya puisi. Itulah makanya entitas karya sastra penyair pada hakekatnya adalah refleksi dari masyarakat selingkungnya. Kambali hadir di dalamnya,” Imam Muhayat.
Rektor ITB STIKOM Bali, Dr Dadang Hermawan | Foto tatkala.co/Dian Pratiwi
Diskusi berlangsung satu jam tersebut berlangsung cukup menarik. Sejumlah pertanyaan diutarakan peserta. Dosen Undiksha Kadek Sonia Piscayani membahas puisi-puisi Kambali dari segi teori imagery dan personifikasi.
Menurutnya puisi merupakan hasil riset yang layak disandingkan dengan penelitian-penelitian ilmiah lainnya. Kadek Sonia membahas tiga puisi Kambali berjudul, “#corono #covid”, gerombolan mayat pandemi, dan Pantang mati bunuh diri.”
“Puisi se-gerombolan mayat pandemi ini dalam teori imagery menimbulkan sebuah image atau representasi dalam keaadan saat itu. Ada pejabat yang mengkorupsi dana bansos, itu sangat miris sekali. Kambali tidak perlu menulis itu dalam bentuk berita tetapi dia menulisnya dalam bentuk puisi,” kata Kadek Sonia.
Setelah bedah buku, acara dilanjutkan dengan musikalisasi puisi yang dipersembahkan Komunitas Mahima dengan menampilkan “Fatwa hening”. Kemudian disambut dengan pembacaan puisi oleh Dian dengan judul “anak-anak pandemi #3”. Acara ditutup dengan pembacaan puisi oleh tuan rumah Mahima dan Sastrawan Made Adnyana Ole dengan membawakan puisi berjudul “tikus-tikus pandemi”.
Acara bedah buku “anak-anak pandemi” ini didukung oleh talibuku, ITB STIKOM Bali, Politeknik Ganesha Guru Singaraja, SMK TI Global Singaraja, Galery Alhayat dan Boom Production.
Buku “anak-anak pandemi’ karya Kambali Zutas berisi 50 puisi yang ditulis selama kurun waktu tiga tahun yaitu 2019 – 2020 dan diterbitkan Tonggak Media Yogyakarta.
Kumpulan “anak-anak pandemi” ini merupakan buku puisi kedua setelah sebelumnya Kambali Zutas menerbitkan buku berjudul “Laila Kau Biarkan Aku Majnun” pada 2019 lalu.
Buku “anak-anak pandemi” juga merupakan buku ketiganya, karena Kambali Zutas juga menerbitkan buku non fiksi berjudul “Euforia Sepak Bola Bali” pada tahun 2020.
Buku “anak-anak pandemi” sebelumnya di-launching dan dibedah di Denpasar pada Sabtu, 16 Juli 2022. Sebagai pembedah adalah penyair Kardanis Muda Wijaya dan jurnalis serta penulis Ayu Sulistyowati dengan moderator jurnalis Putu Supartika.[T][Ole/*]