Prembon yang disajikan Sanggar Mumbul Sari, Banjar Maspait, Desa Keramas, Kecamatan Blahbatuh, Duta Kabupaten Gianyar di ajang Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-44, Kamis (23/6) tak hanya lucu, tetapi juga sarat pesan.
Para penari yang merupakan perpaduan antara senior dan pendatang baru begitu lihai mengkemas adegan. Masalah atau fenomena dikemas dengan lelucon, lalu disodorkan solusi sebagai bentuk pesan. Maka tak heran, pengunjung PKB yang memadati Kalangan Ayodya tempat prembon itu pentas, tertawa hingga mengeluarkan air mata saking lucunya.
Prembon yang didukung sebanyak 30 seniman tari dan tabuh dari daerah seni itu mengangkat judul “Eling”. Dikisahkan di sebuah kerajaan Magada Pura yang diperintah seorang raja bernama Sri Diah Magemblung. Raja ini mempunyai dua putra laki-laki bernama Raden Magada dan Raden Magadon.
Raden Magada diceritakan telah beberapa bulan pergi melakukan konsulidasi dengan kerahaan-kerajaaan tetangga untuk mempererat hubungan baik dibidang ekonomi, sosial budaya, politik dan keamanan. Saat melakukan tugasnya, Raden Magada meningglkan istri bernama Diah Gek Templon Encong Similikiti.
Raden Magadon yang masih jomblo sangat terpesona dengan kercantikan ipartnya itu. Karena pikiran kalut, Raden Magadon merayu iparnya, namun diketahui oleh ibunya. Sang raja Diah Magemblung lalu menasehati anaknya dan manantunya untuk “eling” dengan status swadharmanya. Diah Gek Templon dingatkan untuk eling terhadap suaminya yang sedang bertugas, eling dengan kerajaan, dan mengajak semua pengunjung yang hadir untuk “Eling” pada swadarmanya masing-masing. “Mari semuanya kita eling”.
Koordinator yang juga Ketua Sanggar Mumbul Sari, I Wayan Suarta mengatakan, pada rekasadana (pergelaran) di PKB ke-44 ini dirinya bukan mengangkat cerita panji tetapi mengangkat kisah karangan, seperti arti Prembon yaitu Dramatari Arja yang diperinbuhkan, dikolaborasikan dengan kesenian lain. Kisah dengan judul “Eling” ini untuk mengingatkan kepada diri sendiri dan orang lain untuk tetap eling pada swadarmaning masing-masing.
“Kami sampaikan pesan kita mesti menjalankan swadarma masing-masing dengan baik. Swadrama sebagai pregina, swadarma sebagai masyarakat pada umunnya agar selalu eling pada visi dan misi Gubernur Bali, Namun Sad Kerthi Loka Bali,” ujarnya.
Termasuk eling pula sebagai seniman untuk menampilkam sebuah seni dan budaya agar diapresiasi dengan baik oleh orang lain, sehingga tidak menimbulkam kesan-kesan yang tidak baik di masyarakat.
“Seperti saat ini banyak berkembang di-upload kesenian joged yang sangat kurang baik. Saya pikir jogged jaruh yang diapload itu dapat merusak seni dan budaya kita. Mari kita benahi, dengan berbuat sesuai dengan swadarma kita sebagai seniman agar budaya Bali menjadi positof di mata dunia,” ajak Suarta sebagai pemeran Rawit dalam Prembon ini.
Pergelaran prembon ini adalah kesenian arja yang dikolaborasikan dengan kesenuan lain. Kalau dulu dipadukan dengan topeng, namun kali ini prembon perimbuhan disisipkan lagu-lagu dengan mempilkam prnyanyi dan music modern seperti memasukan keyboard, gitar bass dan kendang sunda sebagai daya tarik.
“Nah, setelah semua eling dengan swadarma secara sekala dan niskala lalu menampilkan suka cita kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan menyuguhkan seni. Nah, diakhir pertunjukan prembon ini, kami menyuguhkan seni musik itu sebagai persembahan bahwa kita sem,ua sudah eling,” tutupnya.
Dalam rekasedana kali ini, Rawit sengaja menampilkan penari junior, sehingga memetic pengalaman dari ajang PKB ini. Prembon baru itu, yakni Diah Gek Templon Encong Similikiti dan Desak Rai. Walau sebagai penari prembon pendatang baru, tetapi kedua penari laki yang memerankan tokoh perempuan ini sangat pasih melakoni perannya. Mereka tak hanya piawai menari, tetapi lihai juga mengocok perut penonton denga lontaran leluconnya.
“Kami lebih memberikan kesempatan atau mengorbit seniman-seniman muda. Termasuk peran cemplon ini,” tutupnya. [T][Ado/*]