Sanggar tabuh gender untuk anak-anak di Bali kini makin banyak, dan sudah banyak melahirkan penabuh gender sejak usia belia. Namun, hal itu sepertinya hanya terjadi di 5 kabupaten/kota di Bali, yakni Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan, dan Karangsem. Bagaimana dengan daerah lain?
Dr. I Gusti Putu Sudarta, coordinator juri pada lomba gender wayang anak-anak di Pesta Kesenian Bali (PKB) tahun 2022 ini mengatakan dari tahun ke tahun hanya lima kabupaten yang tetap eksis dan berkembang. Mucuk perkembangan ada di Kota Denpasar, selanjutnya Kabupaten Gianyar, Badung, Tabanan dan Kabupaten Karangasem.
Kelima daerah tersebut selalu mengirimkan wakilnya PKB, jika ada lomba gender wayang anak-anak. “Sementara di daerah lain, sepertinya kewalahan untuk mendapatkan generasi penabuh gender wayang. Di Buleleng misalnya, sangat susah mengajak anak-anak belajar gender wayang, padahal memiliki potensi yang cukup besar,” ujarnya.
Dalam lomba gender wayan di PKB tahun ini, memang hanya 5 duta itu saja yang mengirimkankan perwakilannya. “Masalah pembibitan atau penggenerasian, memang menjadi kendala saat ini,” kata Sudarta yang juga dosen di ISI Denpasar.
Menurut Sudarta, penabuh gender wayang lebih banyak dilakukan oleh orang dewasa yang sebelumnya sudah melakoni gemelan gong kebyar. Hal itu sudah menjadi perhatian para seniman gender di Buleleng untuk berupaya melahirkan generasi yang lebih, sehingga Buleleng bisa eksis dengan seni pewayangannya. Anak-anak lebih pada mencitai mencintai gong kebyar.
“Untuk daerah Jembrana, Bangli serta Klungkung, kadang-kadang ada wakilnya, terkadang tidak mengirimkan dutanya. Klungkung, dulunya sering mengirimkan wakilnya, tetapi kali ini absen. Mungkin karena masalah penggerenarsian saja,” ungkapnya.
Daerah yang kaya dengan sanggar-sanggar seni, sangat menentukan dari penggenerasian ilmu seni memainkan gamelan gender. Kalau di Kota Denpasar dan Kabupaten Gianyar itu banyak memiliki sanggar untuk menentukan penggalangan anak-anak seni.
Demikian juga di sekolah sekolah yang memiliki ekstra kurikuler seni memainkan gamelan gender. Sebut saja dengan menyelenggarakan Porsenijar, seperti yang dilakukan Kota Denpasar yang sekolah-sekolahnya memiliki ekstra kurikuler dari SD sampai SMA. “Kekurangan generasi ini apa karena pengaruh pandemic? Itu mungkin tidak,” ujarnya.
Di Buleleng banyak ada gending-gending gender, guru-guru gender, juga gending yang diwarisai sangat banyak dan unik. Hanya saja, itu dipelajari setelah mereka menguasai gong kebyar. Berbeda dengan di Bali Selatan, anak-anak disiapkan dari awal atau sudah disiapkan memainkan gender.
Badung, Tabanan, Gianyar
Lomba gender wayang anak-anak di PKB, Senin (20/6/2022), menampilkan tiga perwakilan, yakni dari Badung, Tabanan dan Gianyar.
Ketiga peserta lomba itu dari Sanggar Seni Tapak Dara, Banjar Umalas Kangin, Desa Adat Kerobokan Kelod, Kecamatan Kuta Utara, sebagai Duta Kabupaten Badung. Lalu dari Sanggar Suara Murti, Banjar Babakan, Desa Sukawati, Kecamatan Sukawati, sebagai Duta Kabupaten Gianyar. Dan, dari Sanggar Leklok, Banjar Pasekan Baleran, Desa Dajan Peken, Kecamatan Tabanan, merupakan Duta Kabupaten Tabanan.
Permainan gender wayang anak-anak dalam PKB tampaknya masih menjadi tontonan menarik bagi pengunjung Pesta Kesenian Bali (PKB) dalam setiap tahunnya.
Masing-masing peserta menampilkan Tabuh Pamungkah, Sekar Sungsang, dan Angkat-angkatan. ‘Walau nama gending yang dimainkan sama karena sudah menjadi warisan, namun dalam penampilannya memiliki kreasi dan gaya yang sangat khas,” kata Koordinator Dewan Juri, Dr. I Gusti Putu Sudarta.
Masing-masing peserta menyajikan karakter gending wayang dari daerahnya sendiri dengan penuh ekspresi. Para seniman cilik itu, memiliki teknik yang rata-rata tinggi. Dari segi gegedig, seluruh peserta memiliki teknik bermain yang canggih, sehingga dapat menghasilkan gending yang sangat manis.
Foto: Gusti Putu Sudarta (tengah)
Menurut Sudarta, kreteria lomba gender wayang kali ini kembali ke pokok/baku, seperti tabuh Sekar Sungsung, Pemungkah, dan Angkat-angkatan yang semuanya itu terpakai dalam struktur pertunjukan wayang kulit. Kalau dulu, terdapat kriteria yang ditekankan pada tabuh kreasi.
Alasan kembali kepada kriteria pokok mungkin karena perkembangan di masing-masing wilayah itu tidak sama. Artinya yang menampilkan yang pokok saja sudah merasa kewalahan, apalagi menyajikan kreasi, sehingga menjadi lebih kewalahan.
“Maka itu, harapan kami semua daerah mesti menggarap penggenerasian secara baik. Bisa mencontoh Kota Denpasar yang digarap sejak dulu. Kota Denpasar sudah melakukan start sejak awal. Awal-awalnya kan begitu juga, empat tungguh gak bisa, maka dilombakan sepasang,” ceritanya.
Dalang Wayang Kulit dan sendratari ini menegaskan, memainkan gamelan gender wayang itu menarik dari segi teknik karena dapat menggerakkan motoric kanan dan kiri. Hal itu sangat berkaitan dengan kesadaran pikiran, juga dapat meningkatkan dalam pendidikan. Apalagi, seni itu ada kaitnnya dengan motorik main dengan pikiran.
“Sama halnya dengan musik barat. Drum, itu menjadi risert karena berpengaruh kepada otak kanan dan kiri. Karena dalam memainkan musik itu dilakukan dengan berlainann tangan, berlainan pukulan atau dengan istilah multi rithem. Itu akan sangat bagus pengaruhnya pada perkembangan otak,” paparnya.
Anak yang memainkan gamelan gender wayang, tanpa disadari semua itu untuk meniciptakan kehalusan budi berkaitan dengan budi pekerti. Dengan main pikiran, itu berkaitan dengan motorik dan otak, dan ini sangat lengkap. Apalagi aguron-guron di sanggar akan mendapatkan sesuatu pelajaran di luar teknik, seperti bersikap, berprilaku yang sesunguhnya menjadi pondasi dalam menjalani kehidupan.
“Adanya kesenian gender ini seungguhnya dapat meningtkatkan kedisiplinan. Apalaghi nantinya berkaitan dengan seni pewayangan. [T]