Pada tanggal 21—24 April 2022, tim KKLP Literasi Balai Bahasa Provinsi Bali menyelenggarakan kegiatan pengawasan dan pemantauan (monitoring) penerapan integrasi literasi berbasis KBAT yang dilaksanakan oleh enam sekolah dasar di Kabupaten Karangasem.
Keenam sekolah itu adalah SDN 1 Karangasem, SDN 7 Subagan, SDN 1 Selumbung, SDN 1 Rendang, SD 1 Seraya Barat dan SDN 1 Bunutan. Kegiatan pengawasan dan pemantauan ini merupakan tindak lanjut dari kegiatan Penyusunan Model Pembelajaran Berbasis KBAT pada Satuan Pendidikan Sekolah Dasar di Provinsi Bali yang telah dilakukan pada tahun 2021. Pada tahun tersebut pula telah dipilih enam sekolah sebagai proyek pilot program integrasi literasi yang digagas oleh Balai Bahasa Provinsi Bali.
Pengawasan dan pemantauan pada enam sekolah dasar yang menjadi proyek pilot ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kegiatan integrasi literasi telah dilakukan dan bagaimana hasil yang dicapai oleh sekolah tersebut. Proses pemantauan dan pengawasan ini dilakukan dengan metode wawancara kepada guru dan kepala sekolah, observasi terhadap lingkungan sekolah, kelas, dan perpustakaan, serta pengisian angket yang dilakukan oleh tim pemantau dan pengevaluasi.
Berdasarkan pengawasan dan pemantauan yang dilakukan selama empat hari tersebut, terdapat dua kategori sekolah berdasarkan kemampuan literasinya, yaitu sekolah yang literat dan sekolah yang belum literat. Terdapat empat sekolah proyek pilot yang termasuk ke dalam kategori sekolah literat, yaitu SDN 1 Karangasem, SDN 7 Subagan, SDN 1 Selumbung, dan SDN 1 Rendang.
Keempat sekolah tersebut termasuk ke dalam sekolah literat karena beberapa faktor, misalnya saja terdapat tempat pemajangan karya literasi siswa, serta ruangan kelas yang kaya teks. SDN 1 Karangasem juga memiliki lingkungan literat karena adanya perpustakaan yang nyaman dan dikelola dengan baik. Namun, ruang baca yang dimiliki sekolah belum memadai untuk menampung siswa yang berjumlah 400-an orang.
Foto: Siswa SDN 1 Karangasem
Foto: Guru, Kepsek SDN 1 Karangasem, dan Tim Literasi Balai Bahasa
Praktik baik literasi juga dapat dilihat dengan jelas di SDN 7 Subagan. Selain ruang kelas yang kaya teks dan pajangan karya literasi siswa, sekolah ini juga memiliki perpustakaan mini yang berada di depan tiap-tiap kelas. Perpustakaan ini tidak hanya digunakan untuk kegiatan membaca, tetapi juga dimanfaatkan langsung oleh guru dalam melakukan praktik baik integrasi lirerasi dalam pembelajaran.
Foto: Guru, Kepsek SDN 7 Subagan, dan Tim Literasi Balai Bahasa
Kondisi perpustakaan yang terkelola dengan baik dan ruangan kelas kaya teks juga dapat dilihat di SDN 1 Rendang. Selain itu, bentuk pojok baca di halaman sekolah berupa meja bundar lengkap dengan payungnya tentu dapat memberikan suasana dan pengalaman yang unik pada kegiatan membaca anak.
Foto: Guru, Kepsek SDN 1 Rendang, dan Tim Literasi Balai Bahasa
Di antara empat sekolah yang masuk ke dalam kategori sekolah literat, SDN 1 Selumbung dapat dikatakan sebagai sekolah yang paling unggul. Dapat dikatakan demikian karena SDN 1 Selumbung memiliki sejumlah kelebihan, yaitu lingkungan ramah anak, penataan koleksi buku yang menarik dan sudah dibuat sesuai dengan penjenjangan kemampuan anak, serta adanya ruang perpustakaan yang sangat cantik dengan lukisan naratif besar yang dibuat langsung oleh para guru. Selain itu, di halaman sekolah juga disediakan fasilitas “Gerobak Baca”. Fasilitas ini menjadi akses cepat bagi siswa yang ingin membaca buku pada saat jam istirahat kelas yang terbatas.
Foto: Gerobak Baca SDN 1 Selumbung
Foto: Pohon Literasi dan Pojok Baca Kelas V SDN 1 Selumbung
Foto: Guru, Kepsek SDN 1 Selumbung, dan Tim Literasi Balai Bahasa
Kondisi yang agak berbeda terlihat di SDN 1 Seraya Barat dan SDN 1 Bunutan. Pada kedua sekolah tersebut belum terlihat secara jelas adanya kegiatan literasi. Hal ini kemungkinan bisa menjadi cerminan dari kondisi umum sekolah pada tahun-tahun sebelumnya saat baru menyambut dan memahami GLS. SDN 1 Seraya Barat pada awalnya tidak termasuk ke dalam proyek pilot integrasi literasi, tetapi pada bulan Februari 2022, kepala sekolah SDN 1 Seraya Timur (sekolah yang semula dipilih) pindah ke SDN 1 Seraya Barat sehingga proyek pilot diteruskan di sekolah baru. Kedua sekolah sebenarnya telah mulai membangun budaya literasi, tetapi dengan masa tugas kepala sekolah yang masih baru dan adanya pandemi, tentu kondisi sekolah literat belum dapat tercipta.
Foto: Guru, Kepsek SDN 1 Bunutan, dan Tim Literasi Balai Bahasa
Meski demikian, dua sekolah tersebut dipilih oleh Pemerintah Kabupaten Karangasem sebagai sekolah proyek pilot dengan memegang prinsip adanya kepala sekolah yang literat dan menaruh minat besar terhadap literasi siswa. Dengan kepemimpinan kepala sekolah yang berbudaya literasi, tentunya akan menjadi jaminan bahwa SDN 1 Seraya Barat dan SDN 1 Bunutan akan segera tumbuh menjadi sekolah yang literat.
Berdasarkan pemantauan pada enam sekolah proyek pilot tersebut, dapat dikatakan bahwa pembangunan dekolah literat sangat bergantung pada kepala sekolah yang memimpin. Seorang pemimpin yang berbudaya literasi dapat menunjukkan budaya literasi justru tumbuh kuat dari bawah, bukan semata-mata karena adanya kebijakan dari pusat. Dengan kepala sekolah yang literat, ada atau tidaknya GLS nyatanya tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tumbuhnya budaya literasi di sekolah tersebut.
Foto: Guru, Kepsek SDN 1 Seraya Barat, dan Tim Literasi Balai Bahasa
Hal lain yang juga banyak membantu terbentuknya budaya literasi sekolah adalah adanya kerja sama literasi dengan pihak ketiga.Contoh kerja sama tersebut seperti kerja sama antara SDN 1 Selumbung dengan Yayasan Literasi Anak Indonesia dalam penataan fasilitas perpustakaan, perjenjangan buku, dan pelatihan di bidang literasi.
Selain dua hal tersebut, diperlukan juga perhatian yang besar dari pemerintah sehingga guru dan kepala sekolah merasa termotivasi untuk terus menumbuhkan budaya literasi di sekolah. Yang tidak kalah penting dari semua poin tersebut adalah adanya kerja sama antarlembaga pemerintah yang menangani bidang literasi. Dalam hal ini misalnya kerja sama yang terbangun apik antara Pemerintah Kabupaten Karangasem dengan Balai Bahasa Provinsi Bali, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemendikbudristek dalam mewujudkan satu program bernama “Integrasi Literasi dalam Pembelajaran Berbasis KBAT pada Satuan Pendidikan Sekolah Dasar”. [T] [Penulis Elis S. Mariam dan Puji Retno Hardiningtyas, Staf Balai Bahasa Provinsi Bali].