SMA BALI MANDARA, sekolah unggulan yang diperuntukkan bagi anak-anak miskin yang cerdas tiba-tiba saja akan dihapuskan oleh Gubernur Bali Wayan Koster.
SMA Bali Mandara dibangun pada tahun 2011, di era Gubernur Bali Made Mangku Pastika. Sekolah ini dibangun khusus untuk anak-anak miskin yang cerdas dan memiliki bakat.
Setelah satu dasa warsa, pemerintahan pada era Gubernur Bali Wayan Koster akan menghapus kebijakan SMA Bali Mandara menerima siswa melalui jalur kurang mampu (keluarga miskin). Sistem pendidikan akan diubah agar menjadi sama dengan sekolah umum lainnya, menerima siswa melalui jalur zonasi.
Pengelolaannya pun akan disamakan dengan sekolah negeri lainnya. Tidak ada sistem asrama, tempat menampung anak-anak kurang mampu yang menempuh selama proses pendidikan di sekolah.
Kebijakkan penghapusan sistem pendidikan SMA Bali Mandara sangat kontradiktif dengan semangat Gubernur Koster membangun mega proyek infrastruktur di Bali.
Tiga tahun kebijakan Gubernur Koster membangun Bali sangat paradoks. Ia begitu kental dengan semangat membangun infrastruktur. Namun sangat melupakan pembangunan pendidikan manusia Bali.
Sebagai catatan, pembangunan sembilan infrastruktur di Bali mencapai Rp 12 triliun. “Total anggaran membangun seluruh infrastruktur dan sarana dan prasarana strategis serta monumental mencapai Rp 12,167 triliun,” kata Koster (detikcom, 2021).
Anggaran bersumber dari APBN Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sebesar Rp 3,357 triliun. APBN Kementerian Perhubungan Rp 0,5 triliun. Badan Usaha PT Pelindo III Rp 6,1 triliun. Dan APBD Semesta Berencana Provinsi Bali Rp 2,150 triliun. Anggaran yang dialokasikan dari 2019-2023.
Misalnya saja, pembangunann fisik penataan Pura Agung Besakih Rp 900 miliar, di mana sebesar Rp 400 miliar-nya diambil dari kantong APBD Bali.
Pembangunan kawasan Pusat Kebudayaan Bali (PKB) yang menelan dana sebesar Rp 2,5 triliun. Disokong oleh Kementerian PUPR dan Perhubungan, serta APBD Bali yang bersumber dari dana program pemulihan ekonomi nasional (PEN) sebesar Rp 1,5 triliun.
Pembangunan infrastruktur lainnya yang menelan dana triliun rupiah, yaitu proyek short-cut Mengwi-Singaraja, Pelabuhan segitiga emas (Sanur-Nusa Penida), Pelabuhan Benoa. Pembangunan dua bendungan di Sidan dan Tamblang. Serta stadion sepak bola.
Pembangunan mega proyek dalam wujud fisik menunjukkan bahwa Koster salah dalam memaknai dan mengimplementsikan pembagunan di Bali.
Ia terkesan sangat “infrastruktur oriented”. Proyek-proyek besar diwujudkan dengan bungkus visi nangun sat kerthi loka Bali. Jargon-jargon dan kata-kata manis digunakan untuk membungkus pembangunan beton. Ia bersembunyi dibalik slogan pembangunan berlandaskan kearifan lokal sad kerthi. “Pembangunan Pura Besakih dan pusat kebudayaan Bali yang sangat monumental didedikasikan untuk kesimbungan keyajaan peradaban Bali,” katanya suatu ketika membanggakan pembangunan infrastruktur dalam tiga tahun pemimpinannya.
Namun ia lupa bahwa pembangunan infrastruktur yang dilakukannya justru melemahkan manusia Bali. Tidak ada proyek monumental untuk membangun pendidikan manusia Bali yang dibanggakan. Justru akan menghapus sistem pendidikan jalur miskin SMA Bali Mandara.
Menghapus sistem pendidikan SMA Bali Mandara dengan alasan tidak memiliki anggaran pendidikan sangat kontras dengan semangatnya mengelontorkan dana triliunan rupiah yang diambil dari APBD Bali. Ia terkesan pelit membangun pendidikan namun sangat loyal membangun beton.
Sistem pendidikan SMA Bali Mandara terbukti dapat mewujudkan mimpi anak-anak miskin di Bali. Menjadi jembatan untuk keluar dari zona kemiskinan. Bebas dari jeratan kebodohan yang turun temurun. Jika sistem pendidikan ini dihapus maka tidak ada lagi kesempatan anak-anak miskin di Bali untuk mendapatkan haknya. Hak dasar untuk mendapatkan pendidikan yang setara.
“Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan, dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia,” yang diamanatkan pada pasal 28C UUD 1945.
Kebijakan Gubernur Koster yang akan menghapus sistem jalur miskin SMA Bali Mandara juga bertentangan dengan amanat UUD 1945. Karena telah merampas hak anak dari keluarga miskin di Bali untuk mendapatkan pendidikan. Menutup peluang mereka mengubah nasibnya menjadi lebih sejahtera.
Kepala daerah yang melupakan pendidikan sejatinya telah gagal melaksanakan tugas dan kewajibannya membangun Bali. Karena hakikat sebuah pembangunan bukan semata membangun infrastruktur dan mengejar pertumbuhan ekonomi namun lebih utama adalah memenuhi kebutuhan spiritual, kultural, pendidikan, dan martabat (pemenuhan hak-hak asasi) manusia. [T]