Ini adalah catatan terakhir mengenai cerita-cerita yang akan abadi di Dusun Senja. Di hari terakhir, 22 Desember 2021 mahasiswa, siswa SMA dan bocah-bocah dusun yang semuanya adalah anak-anak SD sudah siap menampilkan hasil dari workshoop yang sudah didapatkan beberapa hari lalu. Namun, anak-anak SD ini mendapatkan workshoop itu di hari yang sama.
Yang melatih mereka saat workshoop ini adalah Jong Santiasa Putra dan kawan-kawan. Mereka memberi anak-anak sebuah barang bekas yang nantinya akan dibuat sebuah boneka dari barang bekas tersebut. Misalnya, membuat boneka dari kaleng cat dan tusuk sate lilit, lalu dicat sekreatif anak-anak itu. Hasil dari itu sangat bagus-bagus. Anak-anak bisa kreatif memilih bahan dan bentuk dari imajinasi mereka sendiri. Di tengah benturan teknologi, anak-anak di dusun masih diajarkan bagaimana memanfaatkan barang bekas menjadi mainan yang sangat menarik dari imajinasi mereka.
Selama setengah hari, mulai dari jam 8 pagi sampai jam 3 sore anak-anak, mahasiswa, siswa SMA dan warga dusun menyiapkan hari terakhir yang berkesan dalam festival ini.
Anak-anak masih menggeliat dari imajinasi mereka, mahasiswa masih sibuk memikirkan bloking, artistik dan ekspresi dalam pementasan malam nanti, siswa SMA masih sibuk juga untuk berlatih teater dengan naskah pendek karya Dinda Ayu dan warga dusun juga sibuk menyiapkan makanan, tempat dan produk-produk hasil kebun mereka.
Pada akhirnya, jam 7 malam. Pementasan akhirnya dimulai. Pembuka acara ini adalah Sanggar Pradya Swari yang juga salah satu sanggar tari di daerah Jembrana. Penampilan ini adalah penampilan tari klasik; Legong, Bakti Marga dan Panyembrama. Yang menarik dari pementasan dari klasik ini adalah, penari yang masih anak-anak. Mungkin masih SD dan juga ada yang baru menginjak kelas 1 SMP dan juga ada salah satu anak disabilitas yang juga diajak dalam menari penyembrama. Sangat menarik, disaat anak disabilitas dibekali dan diberikan ruang seperti ini akan menjadi suatu hal yang memcau semangat mereka untuk bisa berkreasi walaupun dalam seni klasik.
Penari ini walaupun bisa dibilang masih anak-anak tetapi bisa menarikan tarian Legong yang sangat rumit dari segi gerakan, agem, pakem dan beberapa instrumen dalam menari. Dan yang bisa aku pelajari juga dalam tarian ini adalah, tatapan yang tajam mengarah satu titik. Dalam dunia teater ini sangat diperlukan, fokus dan menatap tajam satu titik yang akan dipandang. Tatapan mereka tidak pernah buyar sedikitkpun. Apalagi, tubuh mereka yang sudah meiliki pakemnya masing-masing. Tidak goyah sedikitpun. Dalam teater tubuh yang pernah aku pelajari, ini menjadi PR besar dalam setiap diri aktor. Tatapan dan tubuh yang kuat memang diharuskan dalam teater tubuh ini. aku bisa belajar banyak dari anak-anak ini walaupun dalam hal kecil sedikitpun.
Setelahnya ada pementasan dari anak-anak dusun yang ikut workshoop dari pagi sampai sore bersama Jong Santiasa Putra. Di dalam pementasan itu, mereka membawa beberapa bambu dan kayu bekas lalu bermain berjalan melingkari salah satu anak di tengah. Ada satu kata yang disampaikan oleh salah seorang anak; “Suud, Suud. Ngengken misi nyuwun, nak luh mare nyuwun”.
Dilanjutkan dengan pementasan dari teater SMA N 2 Negara yang berkolaborasi dengan teater Solagracia SMA N 1 Negara yang membawakan naskah pendek dari Dinda Ayu yang juga mahasiwa Undiksha.
Lalu setelahnya ada penampilan dari Yogi yang juga penggiat seni musik modern mauapun klasik di Jembrana. Yogi membawakan sebuah pementasan musik modern yang dipadukan dengan musik klasik. Kontemporer dan keabsrudan dalam musik ini juga menjadi ciri Khas dari Bli Yogi.
Lalu, pementasan terakhir adalah penampilan hasil workshoop dari mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia Undiksha.
Aku terlibat langsung dari hari pertama Workshoop ini sampai di hari terkahir pementasan. Teater pemberdayaan ini juga untukku belajar lebih mengenai teater. Aku bersama kelompokku juga mengeksplorasi gerak tubuh dan kemungkinan yang terjadi di sekitar kita melalui penampilan ini. Ini adalah sebuah tantangan besar juga, ketika hanya aku yang mengenal teater tubuh ini dan harus bisa menyampaikan kepada teman-teman kelompokku. 2 kelompok lainnya membawakan teater realis yang dibalut dengan komedi dan tidak menghilangkan makna sebenarnya.
Setelah pementasan itu, memang tidak akan lengkap jika tidak ada percakapan ngalur-ngidul sampai pagi. Ya, aku, Bli Ibed, Kak Jong, Bli Yogi dan teman-teman yang lain masih megesah ngalur ngidul mengenai bahasa-bahasa yang tidak diketahui oleh Kak Jong. Misalnya; mepletera, leboso, awak, melingsaha dan lain-lain.
Ya jika kawan-kawan tidak mengerti bahasa-bahasa di atas, datang saja ke Festival Dusun 2022. Kita akan ceritakan hal-hal unik di Negaroa.[T]
BACA JUGA: