Ketika kaum terpelajar pemeluk Sanātana Dharma membahas PARIṢADA, mereka pasti merujuk pada Kitab Manusmṛiti.
Apa yang dimaksud dengan PARIṢADA? Darimana cikal bakal lembaga ini?
PARIṢADA (dalam berbagai kitab kuno kadang ditulis ‘parishada, pāriṣada, pariṣadā, pariṣad’) sama seperti sabhā; pertemuan atau audiensi. Istilah PARIṢADA masuk dalam “glosarium epigrafis India” karena istilah ini ditulis dalam berbagai prasasti kuno dalam bahasa Sanskerta, Prakrit atau Dravida.
Dalam konteks dharmaśāstra (hukum agama), pariṣad (परिषद्) berarti “pengadilan agama”, berurusan dengan masalah agama dan moral, berperan memutuskan kasus pelanggaran hukum pribadi atau norma agama, yang kurang lebih terdiri dari pandita terpelajar yang mengatur dan memutuskan penebusan dosa (kesalahan tindakan).
Pāriṣada (पारिषद) berarti ‘majelis’ atau ‘dewan’; istilah pāriṣada juga mengacu pada hasil diskusi yang diadakan di majelis para cendekiawan atau orang terpelajar yang terkemuka; hal ini disebutkan dalam Mahābhārata II. 1. 58; VI. 3.14. ( sarvavedapāriṣadaṃ hīdaṃ āstraṃ ) ( ( byākaraṇam ) ) नैकः पन्थाः ( tatra naikaḥ panthāḥ akya āsthātum | ).
Bagaimana dengan komposisi dan jumlah anggota PARIṢADA?
Ada perbedaan pendapat di antara teks-teks politik India kuno mengenai jumlah anggota dalam sebuah PARIṢADA. Disebutkan jumlah anggota harus diputuskan sesuai dengan kebutuhan negara. Mahābhārata telah menyarankan delapan anggota untuk PARIṢADA, tiga puluh tujuh orang sebagai Menteri. Demikian komposisi secara umum. Manusmṛti telah merekomendasikan bahwa PARIṢADA sebagai dewan pertimbangan raja semestinya terdiri dari tujuh atau delapan anggota, tetapi raja bisa memutuskan jumlah anggota sesuai dengan kebutuhan administrasi. Pedoman kenegaraan Śukranītisāra telah menganjurkan panitia kecil dengan tujuh atau delapan orang, tetapi dapat diperbanyak sampai sepuluh.
Menurut Yājñavalkya (I, 9), PARIṢADA semestinya terdiri dari dua puluh satu Brahmana atau Pandita yang fasih dalam filsafat, teologi, dan hukum.
Parāśara, lebih jauh memberikan gambaran mengenai komposisi dari PARIṢADA:
“Empat, bahkan tiga orang yang cakap dari kalangan Brahmana/Pandita di sebuah desa, yang mengetahui Veda, dan memelihara api kurban, dapat membentuk PARIṢADA. Atau, jika mereka tidak memelihara api kurban, lima atau tiga orang yang telah mempelajari Veda dan Vedangga dan pakar hukum agama. Seorang orang bijak tua, yang memiliki pengetahuan tertinggi tentang Diri Ilahi, yang dan lahir dua kali (dvijati), tekun melakukan yadnya suci, dan telah menyucikan diri dalam tugas-tugas Veda, seseorang juga dapat dianggap sebagai PARIṢADA. Lima jenis PARIṢADA telah saya jelaskan: tetapi jika semuanya tidak terpenuhi syaratnya, tiga orang independent (berpikir jernih) dapat membentuk sebuah PARIṢADA”.
Bṛhaspati menyebutkan bisa terdiri dari tujuh, lima, atau tiga Brahmana yang mengetahui adat-istiadat dunia, Veda, dan Vedangga-nya, dan hukum, duduk sebagai PARIṢADA. Kauṭilya menggunakan istilah PARIṢADA dalam berbagai pengertian dan mengacu pada jumlah-jumlah keanggotaan yang berbeda, sesuai konteks politik yang berbeda, dapat membentuk PARIṢADA.
Namun, terlepas dari perbedaan pendapat tersebut, Kitab Manusmṛiti (XII.114) menegaskan bahwa jumlah anggota tidak menentukan absah tidaknya PARIṢADA. Yang menentukan adalah sejauhmana kepakaran atau kompetensi dari anggotanya.
अव्रतानाममन्त्राणां जातिमात्रोपजीविनाम् ।
सहस्रशः समेतानां परिषत्त्वं न विद्यते ॥ ११४ ॥
avratānāmamantrāṇāṃ jātimātropajīvinām |
sahasraśaḥ sametānāṃ pariṣattvaṃ na vidyate || 114 ||
“Sekalipun jika ribuan brāhmaṇa dan pandita berkumpul, tetapi belum memahami ‘tugas kebrahmanaan’ mereka, yang tidak memiliki kepakaran dalam teks-teks suci, yang hidup hanya berdasarkan nama ‘varna’ (gelar yang didapat dari keturunan) mereka, maka mereka tidak memiliki kualifikasi menjadi anggota PARIṢADA. (114 )”
Baudhāyana-dharmaśāstra (I.1.16) menjelaskan:
“Beribu-ribu orang tidak dapat membentuk PARIṢADA, jika mereka belum memenuhi tugas suci mereka, tidak mengenal Veda, dan hanya hidup berdasarkan nama kasta mereka.”
Vaśiṣṭha (3.5) (Dharmaśāstra), Parāśara (8.12), juga menjelaskan hal yang sama.
Kompetensi apa yang wajib dimiliki oleh anggota PARIṢADA?
Layak tidaknya seseorang duduk sebagai anggota PARIṢADA adalah tergantung kepakarannya dalam Veda. Jika tidak pakar Veda, maka keabsahannya sebagai anggota PARIṢADA meragukan.
Prihal syarat pengetahuan, kompetensi atau kepakaran ini dinyatakan dengan tegas dalam Kitab Manusmrti XII.112, sebagai berikut:
ऋग्वेदविद् यजुर्विद्च सामवेदविदेव च ।
त्र्य्ऽवरा परिषद्ज्ञेया धर्मसंशयनिर्णये ॥ ११२ ॥
ṛgvedavid yajurvidca sāmavedavideva ca |
try’varā pariṣadjñeyā dharmasaṃśayanirṇaye || 112 ||
“Seseorang pakar Ṛgveda, seseorang pakar Yajurveda, dan seseorang pakar Sāmaveda, harus diterima-dipahami untuk membentuk majelis yang terdiri dari setidaknya tiga anggota, yang kompeten untuk memutuskan poin-poin hukum yang meragukan. (112)”
Penjelasan dan komentar Medhātithi (manubhāṣya) atas kepakaran ini: Anggota PARIṢADA harus mengupas arti Veda dengan bantuan Nirukta, Vyākaraṇa dan Mīmāṃsā; anggota PARIṢADA wajib memiliki pengetahuan Nirukta, Vyākaraṇa dan Mīmāṃsā. Pengetahuan tersebut membantu pemahaman makna kitab Veda, baik isi dan konteks secara luas. Pengetahuan ini sangat penting dalam semua kasus terkait kehidupan keumatan yang berpatokan pada Veda, untuk memahami konteks sosialnya, dan berbagai kasus lainnya yang dihadapi atau ditangani dalam menjalani tugas sebagai anggota PARIṢADA.
Menurut Kitab Manusmṛiti, bukan jumlah anggota dan atau besarnya jumlah dukungan letak keabsahan dari sebuah PARIṢADA, tapi terletak pada kompentensi anggotanya. Karena dari kompetensi dan kualitas kejernihan anggotanya dipercaya akan mengalir kejelasan panduan bagi umat.
Ketika orang-orang yang memenuhi kewajiban mereka (telah memasuki kehidupan suci dan pemikiran jernih) dan terpelajar dalam Veda menetapkan hukum tertentu, tidak ada keraguan tentangnya, baik oleh orang yang terpelajar atau oleh orang awam. Sebaliknya, mereka yang tidak terpelajar dalam Veda, jika diberikan posisi dalam memutuskan atau menentukan keputusan tertentu terkait Veda dan kehidupan umat, tentu keputusannya bisa meresahkan umat. Bukannya umat mendapat cahaya terang dharma, namun akan padam pelita penerang di tengah umat. [T]