Hadiah Nobel sastra tahun 2021, diberikan kepada sastrawan Inggris kelahiran Zanzibar Abdulrazak Gurnah. Majalah Tempo, 25 – 31 Oktober 2021 dalam rubrik Internasional mengulasnya, dan akan diulas kembali secara singkat di bawah ini.
Pemenang hadiah Nobel ini, guru besar emeritus bahasa Inggris dan sastra pasca kolonial di University of Kent Inggris. Pria kelahiran Zanzibar, yang mengungsi ke Inggris, akibat kekerasan politik di negerinya, mempunyai pengalaman 20 tahun terlunta-lunta sebagai pengungsi. Dan Tempo melaporkan: “Pengalamannya sebagai pengungsi yang terlunta-lunta ini menjadi tema utama dalam semua karya fiksinya kemudian”.
Sedangkan Yayasan Nobel Swedia menganugrahinya hadiah Nobel karena “penetrasinya yang tanpa kompromi dan welas asih terhadap efek kolonialisme serta nasib pengungsi di jurang antara budaya dan benua”. Lebih lanjut Tempo melaporkan: “Karyanya menggaungkan keberagaman budaya suku Afrika serta ekses dari Afrosentrisme, yang digambarkan sebagai kebencian terhadap keturunan Arab yang meledak setelah perginya musuh bersama mereka, Inggris”.
Karya-karya novelnya, seperti: Memory of Departure (1987), Paradise (1994), The Last Gift (2011) mengambil tema derita panjang para pengungsi Afrika dalam mempertahankan kehidupannya.
Pemberian hadiah Nobel ini, menjadi sangat surprise, merupakan apresiasi tinggi terhadap karya sastra kontekstual. Sastra kontekstual yang diharapkan menjadi penggugah kesadaran insan-insan manusia, dalam realitas kehidupan yang dalam bahasa Gurnah: Dunia kini lebih keras dari pada dulu, pada 1960-an, sehingga sekarang ada tekanan besar di berbagai negara yang aman dan secara tak terhindarkan menarik lebih banyak orang datang”.
Kepada BBC Gurnah mengatakan: “Inilah hal-hal bersama kita setiap hari. Orang-orang sekarat, orang-orang terluka di seluruh dunia – kita harus menangani isu-isu ini dengan cara yang paling baik”.
Bagi sastrawan Bali, dengan pemberian hadiah Nobel sastra sebagai appresiasi terhadap sastra kontekstual di atas, diharapkan lebih tertantang untuk menghasilkan karya sastra bermutu, sebut saja dengan tema: kehidupan krama Bali merespons prahara ekonomi akibat pandemi, dan sejumlah tema lainnya yang menggambarkan kegugupan dan kegagapan manusia Bali dalam merespons industrialisasi kapitalisme pariwisata dalam 4 dasa warsa terakhir. Biaya sosial yang harus ditanggung krama Bali dalam kerasnya transformasi sosial yang selama ini berlangsung. Harapannya, karya-karya sastra ini dapat memberikan perspektif baru bagi masyarakat dalam menatap masa depan. [T]