Teater itu harus ada asal mempunyai motivasi dan tujuan yang jelas, yaitu menjaga spirit teater, semangat berteater untuk menyampaikan gagasan. Itu kata dramawan Putu Satria Kusuma dalam acara Timbang Rasa dengan tajuk Membangun Ekosistem Teater Modern di Bali (Stagnasi, Dinamisasi dan Prestasi, serangkaian Festival Seni Bali Jani III/2021 di Taman Budaya Denpasar, Provinsi Bali, Sabtu 30/10/2021.
Dalam acara itu terungkap bahawa teater pertama kali masuk ke Indonesia yaitu hanya sebatas hiburan kaum-kaum elit para penjajah pada saat itu, tetapi teater juga digunakan sebagai alat perjuangan dalam gagasan kemerdekaan oleh pelajar melalui salah satu naskah yang menyiratkan untuk merdeka.
Di masa kini gagasan sebagai tantangan pembangunan seperti radikalisme, penggoyahan NKRI, lupa pada sejarah. Perkembangan teater mengalami naik turun, pendugaan penyebab hal ini adalah anak muda kini cenderung tidak tau caranya membuat teater karena sekolah-sekolah tidak memfasilitasi hal tersebut seperti tidak adanya guru teater di sekolah,
“Karena hal tersebut saya mengadakan workshop gratis kesekolah-sekolah yang bertujuan untuk menghidupkan teater agar anak muda mempunyai wadah untuk menyampaikan gagasan mengenai tata cara dan pelaksanaan teater,” kata Putu Satria Kusuma.
Sebuah gagasan tidak bisa hanya disampaikan melalui karya tulis atau karya ilmiah namun dapat pula di representasikan melalui teater dan itu menarik. Tantangan kita yang sebenarnya adalah bukan bagimana mencari penonton teater tersebut namun bagaimana membuat teater yang bagus dengan tidak melupakan sejarah dan tetap menghibur
“Dengan adanya Festival Seni Bali Jani (FSBJ), maka anak muda akan menjaga teater sehingga tetap terjaga dan menghasilkan karya yang bagus hari ini saya merasa sangat senang sekali, karena teater modern di Bali lama sekal tidak diangkat, tetapi dengan adanya FSBJ ini, mampu mengangkat teater modern menjadi sesuatu yang menarik dan diakui oleh pemerintah,” ujar Putu Satria Kusuma.
Sementara itu, Ida Bguas Martinaya alias Gus Martin menyampaikan bahwa berbicara mengenai teater modern kita tidak usah membicarakan lagi atau memberi label pada bentuk kesenian seni teater, misalnya apabila kita membicarakan seni teater modern di Bali para seniman di Bali khususnya para pengiat teater hanya sebatas menjadi penonton saja, alangkah baiknya sekarang kita mulai berbicara mengenai Teater Modern Bali. Teater Modern Bali dalam sejarah teater mulai ditonton sejak tahun 1895 dimana seni teater tersebut menjadi kesenian modern pada masanya ditengah masyarakat bali yang masih kental dengan unsur tradisi.
“Pada saat itu seniman-seniman di Bali, para pelaku teater membuat pertunjukan yang non tradisi khusunya dalam hal ini membuat teater non tradisi,” kata Gus Martin.
Dalam kajian ilmiah di Bali terdapat dua dikotomi yaitu seni modern dan seni tradisi dalam teater yaitu teater modern dan teater tradisi. Teater tradisi adalah teater yang tidak memakai naskah, banyak improvisasi dan memerlukan banyak instrument seperti gamelan,tembang”, tari dsb. Sedangkan teater non tradisi(modern) adalah tidak seperti teater tradisi dalam persiapanya sudah memakai naskah, ada sutradaranya terdapat dekorasi yang mendukung serta pemilihan temanya juga menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Kenapa ada teater modern yang berisikan tradisi? Karena tradisi memperkuat teater modern.
Lomba drama atau penulisan naskah di Lembaga Pendidikan itu juga membangkitkan teater modern. Pernah drama gong meredupkan teater modern, tetapi syukurlah para seniman teater modern bergerilya dibalik gong untuk menciptakan karya-karya seni teater modern. Saat teater modern disudutkan dan menjadi redup para seniman diam-diam membuat karya dibalik gong tersebut. Sebelumnya sempat Fakultas Ilmu Budaya ingin membuat lomba naskah drama tetapi karena tidak ada peserta makan lomba otomatis digagalkan. padahal kita menaruh harapan pada fakultas budaya untuk mampu menjaga eksistensi teater modern di Bali, Didalam PSR(Pekan Seni Remaja) waktu itu lomba drama membludak dan menjadi primadona. Seni mempertegas teater modern.
“Kalau dikatakan stagnasi saya menolak karena seniman terus berkarya ada maupun tidak ada penonton namun untuk regenerasi guru-guru teater modern kadang rumit harus perlu ini itu, dan teater modern tidak seperti teater tradisi serba cepat,” kata Gus Martin.
Pementasan teater modern memerlukan biaya, izin, waktu, dan lain – lain ini pula yang menyebabkan stagnasi. Apa yang terjadi di teater modern juga terjadi di drama gong. Teater modern ada idealis di dalamnya. Bukan sekedar mencari penonton. Prestasi itu ada terbukti akan penghargaan yang diperoleh oleh seniman.
Tiap penonton mencari teater kesukaanya seperti Putu Satria yang tampil di Singaraja ada fans fanatiknya. Gus Martin di Sanur ada fans fanatiknya. Stagnasi terjadi di tater modern, dinamisasi terjadi juga di teater modern.
Kita tidak secara sungguh-sungguh mempunyai management tater, bagaimana mengontrol teater dan lain sebagainya. Management digunakan di luar sisi Latihan, tata lampu management yang melakukan tater kini berseri mempunyai daftar penonton yang akan dihubungi sebelum pementasan, maka setiap penonton akan full di pementasan kini berseri. “Apabila ingin melangkah lebih jauh maka management penontonya digerakan,” katanya.[T]