I Nyoman Sura harus diakui telah memberikan pengaruh besar terhadap perkembangan tari kontemporer, baik pada lingkungan sekolah formal maupun pada komunitas tari, bukan hanya di Pulau Dewata, juga di Indonesia. Untuk itulah, meski tubuhnya sudah tak ada lagi di dunia ini (Sura meninggal 9 Agustus 2013), tapi gerakan-gerakan yang diciptkan oleh tubuhnya tetap hidup hingga kini, dan memang harus dihidupkan sampai kapan pun.
Dan, tidaklah berlebihan jika pada Festival Seni Bali Jani III tahun 2021 ini, Nyoman Sura dikenang melalui sebuah karya seni bertajuk Tribute To Sura “The Lost Of Equilibrium”. Tepatnya, karya itu akan dipertunjukkan 24 Oktober 2021 di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Bali.
Karya seni yanhg akan disajikan Sanggar Seni Sura Pradnya Tampaksiring memang secara istimewa dibuat untuk mengenang almarhum I Nyoman Sura, sosok yang menjadi guru dan panutan seni tari kontemporer di Bali.
“Dalam penampilannya itu, kami bukan memindahan karya I Nyoman Sura, melainkan mengolah dan menyesuaikan dengan tema FSBJ 2021 yaitu “Jenggala Sutra Susastra Wana Kerthi”,” kata I Ketut Gede Agus Adi Saputra yang menjadi konseptor pementasan seni itu, saat mempersiapkan garapan itu, Rabu (20/10/2021).
Adi Siput, demikian sapaan akrab koreografer ini, sesungguhnya ingin mengenang dedikasi seorang I Nyoman Sura yang sangat dirasakan pengaruh dan kiprahnya terhadap dunia seni tari kontemporer Bali, Indonesia bahkan belahan dunia lainnya. Berpijak dari ide tersebut, maka garapan ini mengangkat keharmonisan hubungan antara murid dan guru yang mampu melahirkan karya-karya baru.
Namun, karya-karya baru itu tetap menjaga spirit penciptaan dan kebermanfaatan ilmu serta implementasinya kepada banyak orang, seperti spirit alam dan bumi yang memberi tanpa berharap, namun diperlukan sebuah kesadaran dan penyadaran untuk menjaga keseimbangannya.
Adi menceritakan, pada masa tahun 2000-2013, dedikasi seorang I Nyoman Sura sangat dirasakan pengaruh dan kiprahnya. Di sisi lain, Sura juga memiliki cita-cita untuk mendirikan sebuah komunitas. Pemantik ini penting untuk tetap dijaga. Karena itu, konsep garapan akan menampilkan profile I Nyoman Sura sebagai tokoh seni Tari Kontemporer yang akan disajikan ke dalam bentuk berbagia media ungkap, seperti audio visual, rekonstruksi karya tarinya juga pembaharuan karya yang disajikan oleh beberapa murid dan tim Komunitas Seni Sanggar Seni Sura Pradnya.
“Kami berharap, gagasan karya ini dapat memberikan pemantik dalam berkesenian bagi masyarakat luas, khususnya pada seni Tari Kontemporer,” ujarnya.
Semua itu dikemas dalam pementasan “The Lost Of Equilibrium” yang artinya kehilangan keseimbangan, sebagai bentuk penyadaran akan pentingnya menjaga satu sama lain, baik harmonisasi kita pada Tuhan, manusia dan juga alam. “Tuhan yang memberi kita hidup, manusia memberikan kita semangat serta alam yang memberi kita kehidupan, sehingga semua akan menjadi harmonis,” bebernya.
Garapan seni ini terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian awal opening menggambarkan kenangan Alm I Nyoman Sura semasa hidupnya yang memberikan seluruh jiwa dan raga pada pengabdian dirinya terhadap kesenian. Bagian isi, menggambarkan kehilangan sosok guru yang menjadi motivasi, mewujudkan Komunitas Sura Pradnya menjadi dedikasi untuk tetap membawa spirit seorang I Nyoman Sura dalam setiap derap Langkah dalam mengabdikan diri pada dunia kesenian khususnya seni pertunjukan Kontemporer. Pada bagian akhir, menggambarkan kehilangan keseimbangan menjadikan penyadaran diri akan keharmonisan. Harmonisasi diri dan alam sebagai simbolisasi dari perputaran keseimbangan atau kehidupan.
Bentuk pementasannya adalah Live Performance disesuaikan dengan protokol kesehatan yang berlaku. Karya ini melibatkan lebih dari 30 penari baik anak-anak, remaja maupun penari dewasa, serta 20 tim produksi yang terlibat dalam penampilan ini.
Khusus untuk music digarap I Wayan Rakananda Saputra, seorang penghobi compose musik sintaiser asal Tabanan yang sedang kuliah di Texas Amerika mengambil jurusan perminyakan. Demikian pula mahasiswa dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang suka menari. “Saya merasa, nuansa music Raka itu sama dengan music-musik yang di pakai Nyoman Sura dulu. Kami ingin nuansa itu ada dalam, garapan kali ini,” sebutnya.
Garapan ini juga melibatkan koreografer muda, seperti Agus Adi Yustika, I Komang Adi Pranata dan IB. Putu Dharmayasa. Menghadirkan perupa Suklu untuk merespon instalasi, dan mempercayakan Show Director, lighting n Efeck kepada BTS Crew, Narator atu Puisi diisi oleh Moch Satrio Welang dan komposer I Wayan Rakananda Saputra, Wahyu Etnika dan I Wayan Supertama Yasa. [T][***/Rls]