Jumat 15 Oktober 2021, Sukra Wariga, Sasih Kelima Icaka 1943, rainan Kajeng Renteng, berkaitan dengan rainan Tumpek Wariga, besoknya, Saniscara Wariga, 16 Oktober 2021.
Rainan Kajeng Renteng dan Tumpek Wariga, upakara yang telah mentradisi pada masyarakat pertanian di Bali, akan limpahan hasil alam dari alam yang telah terfurifikasi, ( Panca Maha Butha: Pertiwi, Apah, Bayu ,Teja, Akasa yang nyomya, diyakini sebagai Tuhan dan atau kesadaran akan Tuhan ).
Sistem keyakinan yang respek pada alam, melahirkan ethos kerja bercirikan: tekun serius merawat alam, menjaga harmoninya (keseimbangan hukum alam itu sendiri) untuk memenuhi kebutuhan dasar kehidupan dan juga kesejahteraan, dalam batas-batas keseimbangan alam itu sendiri.
Perlu dicatat, peningkatan kesejahteraan dari pengelolaan alam dalam batas-batas keseimbangannya, berarti menolak bentuk keserakahan melalui eksploitasi alam yang berlebihan, yang dapat berupa pencemaran alam dan lingkungannya. Ethos kerja kehidupan yang ideal dan diidealkan, jika kita merujuk untain sloka Rig Veda di bawah ini.
Dalam Sukta 2.9 Rig Veda tertulis:
“Wahai penguasa pencerahan kosmis tertinggi, semoga kami mendapatkan kemakmuran melalui kegiatan tanpa pamrihku ini dan semoga kami menjadi kuat untuk menyelesaikannya. Ya Tuhan, Engkau ada demi kepentingan kami semua, demikian pikir kami, Engkau adalah tempat berlindung semuanya ini”.
Dalam Sukta 3.2 Rig Veda tertulis:
“Kemampuan kembar dari mental dan vital ini menuntun pada kegiatan luhur dan memandu pikiran, pengungkapan dan kegiatan kami dengan prilaku luhur. Semoga kemampuan ini senantiasa menjadi pelayanan bagi kami dalam pengejaran intelektual kami”.
Dalam Sukta 6.1 Rig Veda tertulis:
“Seperti halnya dalam alam semesta ini badan-badan planet yang pada dasarnya menerima sinar dari matahari, demikian juga pikiran dan daya-daya vital yang cepat mendapat sinar dan nyawanya dari roh batin yang terberkati”.
Berangkat dari spirit untaian sloka Rig Veda di atas, terbersit pertanyaan dalam suasana perayaan rainan Kanjeng Renteng dan Tumpek Wariga, bagaimana meningkatkan kesejahteraan masyarakat petani yang menjadi garda terdepan penyelamatan alam, yang status ekonomi politiknya begitu terpinggirkan dalam kurun waktunya yang lama?
Di tingkat pengambil kebijakan harus ada upaya serius berkelanjutan untuk mengoreksi ketimpangan struktural secara politik dan ekonomi yang selama ini, menimpa dan menghimpit para petani. Anggaran negara di sektor pertanian yang terbatas, negara nyaris tidak hadir melindungi petani dalam menghadapi tengkulak, mekanisme pasar bebas pertanian yang sangat merugikan petani.
Pembenahan serius di sektor industri pertanian, sehingga industrialisasi dan modernisasi di sektor ini, mampu melahirkan pengusaha tangguh pertanian dengan social enterpreneurship yang kuat, sehingga kemajuan di industri ini, dampaknya “menetes ke bawah” ke masyarakat petani.
Didorong gerakan kultural besar-besaran untuk menghilangkan budaya kemiskinan, poverty culture, dan melakukan transformasi sosial dari profesi perani menjadi swatani, dengan cirinya: adaptif terhadap perubahan, inovasi, dan peningkatan ketrampilan untuk mengelola usahanya secara lebih produktif dengan visi ke depan. [T]