Selintas Gender Wayang
Gender wayang merupakan alat musik gamelan Bali yang sangat spesial karena mempunyai repertoar lagu yang beragam dan banyak jenis. Bentuk instrumen gamelan gender wayang juga sangat khas dan memerlukan teknik menabuh dengan keahlian yang virtuosic. Dalam satu barung gamelan gender wayang terdiri dari empat tungguh gamelan yaitu dua tungguhan yang besar disebut gender gede atau pemade dan dua tungguh yang kecil disebut dengan gender barangan.
Musisi yang memainkan gender wayang hanya empat orang yaitu dua orang yang memainkan gender gede dan dua orang yang memainkan gender barangan. Penabuh atau musisi mempergunakan dua panggul di tangan kanan dan kiri, di mana tangkai panggul itu dipegang atau disisipkan diantara jari telunjuk dan jari tengah di mana ibu jari berfungsi menjaga keseimbangan panggul, sedangkan jari manis dan kelingking untuk menutup daun bilah gender.
Menabuh gender wayang memerlukan ketrampilan dan kecanggihan teknik yang tinggi dengan sistem permainan gegebug atau pukulan dan tetekep atau tutupan jari tangan yang rumit sehingga menghasilkan suara gamelan yang sangat terjaga keras, lembut, lirih, dan mengalun. Kepekaan atau filling seorang penabuh gender wayang juga menjadi penentu disamping kemampuan teknik menabuh. Karena keberadaan gamelan gender wayang tidak seperti alat musik barat yang sudah mempunyai standar nada yang pasti dan sama.
Gamelan gender wayang di satu daerah mempunyai ukuran bilah yang tidak sama dengan daerah lainnya, laras yang dipakai juga berbeda yang menjadi warna suara yang khas suatu daerah. Bentuk komposisi lagu atau gending-gending yang dimainkan dan cara memainkan tentunya juga mencerminkan ciri karakter suatu daerah.
Kerumitan teknik permainan gender wayang dengan keseimbangan antara tangan kanan dan kiri di mana tangan kiri memainkan melodi dan tangan kanan memainkan kotekan atau jalinan, atau tangan kanan dan tangan kiri secara bersama-sama membangun suatu phrase-phrase melodi pendek dan pattern-pattern kotekan menjadikan tangan penabuh kelihatan lincah bergerak seperti menari sehingga sistem permainan dalam gender wayang ini disebut dengan Kumbang Atarung atau sepasang kumbang yang sedang beradu menari.
Dengan sistem permainan satu musisi memainkan polos (on bit) dan satu musisi memainkan sangsih (of bit) merupakan jalinan teknik dan suara yang hanya ada dalam permainan gender wayang. Dengan suara gamelan yang memakai sistem ngumbang ngisep (getaran atau vibrasi suara) menjadi sajian musikal yang luar biasa di mana bertemunya kerumitan teknik permainan dengan jalinan suara yang ditimbulkan dalam memainkan gending-gending atau lagu gender wayang yang juga mempunyai bentuk komposisi yang khas.
Gending atau lagu dalam gender wayang mempunyai bentuk komposisi yang khas gender wayang, dari ukuran lagu yang paling pendek seperti batel, bapang, yang hanya memakai dua atau tiga nada dalam satua putaran yang diulang-ulang (ostinato), sampai dengan ukuran lagu yang sangat panjang yang terdiri dari tiga sampai empat bagian. Di daerah Karangasem bahkan ada lagu yang terdiri dari tujuh bagian dan 11 bagian.
Gending-gending gender wayang sangat berkaitan dengan struktur pertunjukan Wayang Kulit Bali karena memang fungsi gamelan gender wayang adalah untuk mengiringi pertunjukan wayang kulit Bali . Terdapat jenis-jenis gending petegak atau gending yang disajikan secara utuh sebagai sajian musikal. Dalam pertunjukan wayang kulit Bali, gending petegak dimainkan untuk mengawali pertunjukan wayang kulit Bali ketika dalang belum mengeluarkan wayang dari kotak wayang (keropak).
Gending petegak ini mempunyai banyak jenis lagu yang berbeda-beda. Nama-nama lagu tabuh petegak kebanyakan mengambil dari nama bunga atau sekar seperti Sekar Sungsang, Sekar Gendot, Sekar Taman, Sekar Jepun. Ada juga jenis tabuh petegak yang mengambil nama tokoh wayang seperti lagu Burisrawa dan Bimaniu. Beberapa lagu tabuh petegak ada yang memakai nama binatang seperti Macan Ngerem, Lasan Megat Yeh, Cangak Merengang, Dongkang Menek Biu, Capung Mandus, dan ada juga yang menggambarkan suasana alam seperti Ombak-ombakan (gemuruh suara gelombang). Susunan atau struktur gending gender wayang (lelintihan gending gender) yang mengikat struktur pertunjukan wayang kulit Bali atau bisa juga sebaliknya di mana susunan lagu gender wayang yang mengikuti struktur pertunjukan wayang kulit Bali.
Apabila sebagai iringan ketika mengikuti struktur pertunjukan wayang kulit Bali, susunan dari jenis gending yang dimainkan adalah sebagai berikut: tabuh petegak untuk sajian musik yang dipakai mengawali pertunjukan wayang yang sering juga disebut Tabuh Pangguran atau Gending Pangguran; Gending Pemungkah sampai Gilak Kayonan saat dalang mulai membuka gedog atau kotak wayang dan mengeluarkan wayang yang dilanjutkan dengan menarikan wayang kayonan di kelir.
Setelah wayang kayonan ditancapkan dilanjutkan dengan Gending Pambyaran yang merupakan lagu pendek-pendek seperti Brayut, Jaya Warsa, Tulang Lindung. Pada saat kayonan dicabut dan ditarikan lagi oleh dalang maka diiringi dengan gending Pangesah Kayonan sampai dalang melantunkan tandak Alas harum diiringi dengan gending Alas Harum.
Setelah dalang mulai dengan proses penceritaan gending gender wayang mengikuti alur drmatik dengan lagu-lagu khusus untuk mengikuti suasana cerita yang dibangun oleh dalang. Seperti gending Pangkat untuk mengiringi tokoh wayang atau pasukan berangkat ke suatu tempat, gending Mesem atau Bendu Semara untuk mengiringi suasana sedih sesuai dengan karakter wayang, gending Rebong untuk mengiringi tokoh putri dan suasana romantis, gending Batel untuk membangun suasana tegang dan adegan perang.
Masih ada gending khusus untuk mengiringi keluarnya tokoh tertentu seperti Bapang Delem untuk mengiringi keluarnya tokoh delem dan Sangut, Batel Geruda dan Batel Naga untuk mengiringi karakter garuda dan naga, batel Anoman untuk mengiringi keluarnya tokoh Anoman. Di samping untuk mengiringi struktur dramatik ada juga gending gender yang dipakai untuk ritual yang berhubungan dengan pertunjukan wayang yang bersifat ruwatan pembersihan. Gending yang dipakai adalah gending Sudamala untuk mengiringi saat dalang memuja (ngarcana) Dewa Iswara untuk membuat tirta atau air suci.
Gender wayang telah menarik minat para peneliti musik gamelan, musikologi, ethnomusikologi, antropologis untuk meneliti keberadaan gender wayang di Bali dan belajar menabuh gender wayang seperti Collin McPhee, Lisa Gold, Michael Tenzer, Andy Toth, Ako Mashino dan yang lainnya.
Dalam satu dekade belakangan ini keberadaan gender wayang menjadi semarak. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya peminat yang belajar menabuh gender wayang, tumbuhnya sanggar-sanggar yang khusus mengajarkan gender wayang, gender wayang menjadi salah satu materi kesenian dalam kegiatan pembelajaran seni di sekolah-sekolah dari tingkat Sekolah Dasar, SMP, dan SMA. Gender wayang sudah dilombakan dalam PORSENIJAR atau Pekan Seni Remaja di Kodya sejak tahun 2005. Denpasar lebih dari satu dekade. Bahkan gender wayang juga sudah dilombakan dalam hajatan Pesta Kesenian Bali sejak tahun 2013.
Dalam proses perkembangan selanjutnya sudah terjadi perlintasan gaya permainan dan juga gending-gending yang ditampilkan. Misalnya penabuh gender dari wilayah Kodya Denpasar tidak hanya menampilkan gending-gending yang ada di daerahnya saja namun juga memainkan gending-gending dari luar daerahnya, seperti memainkan gending Sekar Gindotan gaya Sukawati Gianyar, dan gending gender dari daerah Karangasem, begitu juga yang terjadi dengan daerah lainnya. Hal ini bisa dilihat dalam setiap perhelatan lomba Gender Wayang, pertunjukan wayang kulit Bali, dan juga dalam konteks kegiatan upacara agama.
Gending Gender Wayang Gaya Karangasem
Gending-gending gender wayang gaya Karangasem menjadi repertoar favorit yang belakangan semarak dipelajari dan dimainkan oleh penabuh di Kodya Denpasar dan Kabupaten Gianyar.
Saya sendiri sudah mempelajari gending gender gaya Karangasem sejak tahun 1988 sehingga menguasai sembilan gending dari gaya Tenganan Pegringsingan, gaya Ababi, dan gaya Abang. Adapun gending-gending tersebut adalah Seketi Wirajaya, Burisrawa, Macan Ngerem, Ombak-ombakan, Glagah Puwun, Banaspati, Lasan Megat Yeh, Sekar Gendot, dan Cangak Merengang.
Gending Banaspati saya pelajari dari master gender wayang dari Desa Tenganan Pegringsingan yaitu Bapak Wayan Ranu (almarhum) dan Bapak Mudita Adnyana yang mana beliau juga seorang penulis lontar yang sangat mumpuni dan juga penembang kekawin yang sangat mahir. Gending banaspati ini terdiri dari tujuh paletan atau bagian, sehingga merupakan gending yang terpanjang ke dua setelah gending Bimaniu yang terdiri dari 11 paletan.
Namun keberadaan gending ini di desa Tenganan sendiri terancam hilang karena hanya Bapak Mudita saja yang masih menguasainya dan beliau sudah sangat sepuh. Dalam wawancara penulis dengan Bapak Mudita Adnyana beliau menyatakan bahwa generasi muda di Desa Tenganan tidak ada yang berminat menjadi penabuh gender wayang apalagi mempelajari gending Banaspati ini yang strukturnya panjang.
Gending Banaspati dan gending Bimaniu menjadi gending pangelik (gending handalan) atau pamungkas yang tidak sembarangan diajarkan kepada orang lain kecuali adanya hubungan aguron-guron dan hubungan pribadi yang sangat dekat.
Pembinaan Gender Wayang Banaspati untuk Generasi Muda
Beranjak dari fenomena tersebut di atas, saya melaksanakan tri dharma perguruan tinggi dengan melakukan pengabdian kepada masyarakat yang diselenggarakan oleh LP2MPP ISI Denpasar tahun 2021, melalui pembinaan gending gender wayang Banaspati gaya Tenganan Pegringsingan. Untuk lebih mudah dan cepatnya proses pelatihan dan penguasaan gending ini pengusul melaksanakan pembinaan di luar daerah Karangasem terlebih dahulu, sehingga bisa diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya.
Penyelamatan aset warisan tak benda ini menjadi prioritas utama, sehingga fokus pembinaan tidak saja tentang penguasaan teknik keahlian menabuh dan penguasaan materi gending secara praktis namun juga menumbuhkan kesadaran, kecintaan, dan rasa memiliki warisan kesenian dan budaya Bali.
Tahap selanjutnya berkordinasi dengan Sanggar Seni Pasraman Prabha Budaya yang ada di Desa Dauh Puri Kaja, Denpasar Utara, di mana kegiatan pengabdian dan pembinaan ini akan dilaksanakan. I Gusti Made Bagus Supartama, S.Sn., M.Si sebagai pimpinan sanggar dan dengan senang hati menyanggupi serta bertanggung jawab terhadap proses pembinaan gending gender wayang Banaspati ini.
Dalam melaksanakan kegiatan pengabdian kepada masyarakat perlu dipahami keberadaan lokasi atau mitra dimana akan melakukan pengabdian. Demikian juga sebaliknya apa yang akan dibawa ke lokasi mitra. Ketika terjadi pertemuan dan kesepahaman yang menjadi kesepakatan bersama dalam proses pengabdian ini tentunya menghasilkan sesuatu yang sangat tepat dan berguna bagi ke dua pihak.
Oleh karenanya saya sudah melakukan pengamatan dan analisis terhadap keberadaan mitra dan juga keberadaan akan apa yang menjadi tujuan penulis melakukan pengabdian dengan materi Pembinaan Gending Gender Wayang Banaspati Gaya Tenganan Pegringsingan Karangasem di Sanggar Seni Pasraman Prabha Budaya Lumintang Denpasar ini.
Keberadaan Gending Banaspati
Untuk pemahaman awal tentu harus dilihat proses keberadaan Gending Banaspati di Desa Tenganan Pegringsingan. Desa Tenganan Pegringsingan sangat kaya dengan perbendaharaan gending-gending gender wayang.
Ada sekitar 34 jenis gending atau lagu yang masih ada dan masih bisa dimainkan oleh seniman Bapak Mudita Adnyana, suatu aset kekayaan tak benda yang sangat berharga. Menurut Bapak Mudita Adnyana Desa Tenganan Pegringsingan mewarisi gending gender wayang sebanyak ini tidak lepas dari kiprah seorang tokoh seniman yang bernama I Ketut Serurut. I Ketut Serurut adalah seniman penabuh gender wayang yang sangat hebat dan terkenal sebagai guru yang mengajarkan gender wayang sampai ke pelosok desa di sekitar wilayah Karangasem seperti di Tihingan, Bandem, Pegubugan, Selat Duda, Abian Jero, bahkan sampai Lombok.
Dalam perjalanannya sebagai guru gender wayang, I Ketut Serurut tidak hanya mengajarkan apa yang dia punya, namun saat mengajar itu juga dipergunakan sebagai kesempatan untuk mempelajari gending-gending gender wayang di desa tempatnya mengajar dan dibawa pulang ke Tenganan untuk diajarkan kepada kerabat dan muridnya.
Seperti halnya gending Sekar Sungsang dari Lombok, Seketi empat palet dari Lombok. Kehebatan I Ketut Serurut sebagai guru gender wayang diwarisi oleh keponakannya yang bernama I Ranuh. Pada tahun 1948 Mudita Adnyana mulai belajar menabuh gender wayang dan berguru kepada I Ranuh yang nantinya menjadi pasangannya menabuh gender. Ketika itulah menurut penuturan Mudita Adnyana seniman tabuh terkenal I Lotring dari Kuta Badung datang ke Desa Tenganan Pegringsingan mengajarkan gending gender Merak Ngelo yang sangat terkenal sampai saat ini.
Melihat sejarah panjang dan berliku perjalanan seniman gender wayang Tenganan Pegringsingan sampai mewariskan puluhan repertoar gending gender wayang merupakan pengabdian tanpa pamrih dan semestinya warisan gending-gending ini harus diselamatkan. Oleh karenanya penulis melakukan kegiatan pengabdian melalui pelatihan dan pembinaan gending Banaspati ini. Banaspati merupakan lagu yang tergolong terpanjang kedua setelah gending Bimaniu, di mana Banaspati terdiri dari tujuh palet (bagian) sedangkan Bimaniu terdiri dari 11 palet (bagian).
Gending dengan bentuk lagu terpanjang seperti ini hanya ditemui di daerah Karangasem seperti di Tenganan Pegringsingan, Desa Ababi, Pegubugan Selat Duda, dan desa-desa sekitar Abang. Saat ini warisan gending gender wayang berjumlah 34 gending ini hanya bisa diingat dan dimainkan oleh Bapak Mudita Adnyana dan belum semuanya diajarkan kepada generasi muda di Tenganan Pegringsingan. Sedikitnya generasi muda yang tertarik dan berminat mempelajari gending gender di Tenganan Pegringsingan menjadi kendala keberlangsungan dan keberlanjutan pewarisan gending-gending ini.
Dalam proses mencari mitra untuk melakukan pengabdian ini saya tentunya memikirkan sanggar atau komunitas pecinta gamelan khususnya gender wayang yang tepat dan siap untuk melakukan pelatihan dan pembinaan. Setelah melakukan survey awal dengan beberapa sanggar seni untuk mendapatkan informasi tentang keberadaan sanggarnya penulis akhirnya mengadakan pertemuan khusus dengan I Gusti Made Bagus Supartama Ketua Sanggar Seni Pasraman Prabha Budaya yang berlokasi di Banjar Lumintang Desa Dauh Puri Kaja Kecamatan Denpasar Utara Kodya. Denpasar.
Survey awal yang dilakukan mendapatkan gambaran secara rinci tentang keberadaan Sanggar Seni Pasraman Prabha Budaya (selanjutnya disingkat SSPPB) di Banjar Lumintang Kodya. Denpasar. Sanggar Seni ini memberikan pelatihan dan pembinaan berbagai cabang seni seperti gamelan, tari, wayang kulit, undagi (seni bangunan), tembang (seni suara), dramatari arja, dan calonarang.
Siswa yang aktif belajar di sanggar SSPPB dari segi umur dan jenjang pendidikan bervariasi, dari tingkat SD, SMP, SMA, yang sudah di perguruan tinggi, bahkan juga seniman profesional. Warga negara asing khususnya warga negara Jepang yang tinggal di Bali banyak yang ikut belajar gamelan di SSPPB.
Khusus untuk gamelan gender wayang di SSPPB, peminat yang tertarik dan aktif belajar gamelan gender wayang cukup banyak sekitar 15 orang. Berbagai repertoar gending gender wayang dari berbagai gaya telah diajarkan seperti gaya Kayu Mas, Sukawati, Badung, Buduk, Lumintang, akan tetapi belum sempat mempelajari gending gender gaya Karangasem.
I Gusti Made Bagus Supartama mengatakan bahwa sejak lama ingin mempelajari gending-gending gaya Karangasem untuk diajarkan di sanggar SSPPB tetapi belum bertemu dengan guru gender wayang yang siap mengajarkan gending gender gaya Karangasem. Lebih lanjut dikatakan bahwa dengan semakin banyak mempelajari gending gender dari gaya daerah lain tentu akan memberikan pelajaran baru bagi para siswa peserta pelatihan seperti masalah gaya dan teknik permainan, penguasaan materi gending, pemahaman komposisi gending, sejarah keberadaan gending dan peran para guru yang mewariskan gending gender.
Semuanya akan bermanfaat dalam memperkaya pengetahuan dan ketrampilan menabuh gender wayang bagi peserta pelatihan, menumbuhkan rasa bangga dan cinta untuk menjaga dan mengembangkan warisan seni tradisi, dan tentunya bermuara pada keberlanjutan alih generasi gending gender Banaspati gaya Tenganan Pegringsingan ini.
Dari pemahaman tersebut di atas dan analisis yang dilakukan terjadi pertemuan dan kesepakatan untuk mewujudkan kegiatan pengabdian pelatihan dan pembinaan gending gender Banaspati ini.
Upaya dan Kiat
Berdasarkan pemaparan di atas permasalahan yang dihadapi dalam menyelamatkan gending gender wayang Banaspati Gaya Tenganan Pegringsingan ini adalah sebagai berikut:
- Upaya apa yang dilakukan sehingga gending gender wayang Banaspati ini bisa diselamatkan dan tetap lestari diwarisi melalui alih generasi.
- Kiat apa yang dilakukan agar proses pembinaan dan pelatihan gending gender wayang Banaspati ini menarik sehingga proses pembelajaran menjadi lebih praktis dan menyenangkan.
Tujuan Pelatihan
Dalam setiap pelatihan dan pembinaan tentu mempunyai tujuan yang menjadi muaranya. Namun dalam pelaksanaannya tentu proses pelatihan dan pembinaannya yang harus digarap dengan baik karena keberhasilan kegiatan tentu karena persiapan dan bagaimana menyikapi keadaan yang tidak terduga yang menjadi hambatan dan tantangan saat berlangsungnya proses pembinaan. Adapun yang menjadi tujuan dari kegiatan pengabdian ini adalah:
a. Berlangsungnya proses pelatihan dan pembinaan dengan baik sehingga penguasaan teknik ketrampilan menabuh gender dari siswa peserta pelatihan menjadi lebih baik dari medioker menuju teknik ketrampilan ahli atau virtuosik.
b. Peserta pelatihan mendapatkan pengetahuan tentang bentuk lagu Banaspati secara detail seperti struktur lagu, paletan atau bagian-bagian lagu, bagian transisi lagu, tempo dan dinamika lagu, dan spirit lagu.
c. Peserta pelatihan mampu mengekspresikan karakter gending gender wayang, memahami dan merasakan bagaimana memberikan kedalaman penjiwaan ketika memainkan gending Banaspati.
d. Peserta pelatihan secara perlahan mampu merasakan suatu keadaan ketika seorang penabuh gender wayang melampaui teknik dan ketrampilan yang dicapainya, dan dituntun oleh intuisinya.
Manfaat Pelatihan
Ada beberapa manfaat yang didapatkan oleh siswa peserta pelatihan dalam proses pembinaan gending gender Banaspati ini. Manfaat yang langsung bisa diaplikasikan dalam kehidupan berkesenian di masyarakat dan manfaat bagi dirinya secara pribadi sebagai generasi muda yang sedang bertumbuh dan berkembang.
Pertama, gending Banaspati ini bisa diaplikasikan langsung dalam kehidupan sosial di masyarakat seperti untuk kepentingan ngayah saat ada upacara di pura-pura, pemerajan, dan di rumah warga yang mempunyai hajatan.
Kedua, gending Banaspati ini bisa dipentaskan dalam event-event festival seperti Pesta Kesenian Bali, Denpasar Festival, dan festival lainnya.
Ketiga, pemerhati seni, seniman yang menekuni gender wayang, dan masyarakat luas mendapatkan pengetahuan baru bahwa ada gending gender wayang yang bentuk lagunya panjang mencapai tujuh bagian.
Keempat, gending Banaspati ini bisa menjadi sumber inspirasi bagi para komposer dalam menciptakan komposisi baru gender wayang.
Kelima, ethnomusikologis mendapatkan inspirasi untuk meneliti dan menulis keberadaan gender wayang di daerah Karangasem.
Keenam, para siswa peserta pelatihan mendapatkan ketrampilan dan pengetahuan baru tentang keberagaman gending gender wayang di Bali.
Upaya dan Kiat-kiat yang Terjawab
Proses pelatihan dan pembinaan gending gender Banaspati di Sanggar Seni Pasraman Prabha Budaya telah berlangsung selama 20 kali pertemuan dari tanggal 12 Juni sampai dengan tanggal 15 Agustus 2021. Hal ini menandakan bahwa sesungguhnya semua rumusan permasalahan sudah terjawab dengan baik.
Permasalahan pertama yang menyangkut tentang upaya pelestarian gending gender wayang Banaspati ini telah terjawab saat adanya pertemuan kesepakatan antara tim PKM dengan mitra, sehingga proses pelatihan dan pembinaan telah berlangsung dengan lancar.
Permasalahan kedua tentang kiat-kiat pelatihan dan pembinaan juga telah terjawab ketika siswa peserta pelatihan tidak mendapatkan hambatan dalam mengikuti semua proses pembelajaran. Semua materi gending dari palet satu sampai dengan palet ke tujuh bisa dikuasai dengan baik dan dalam suasana yang menyenangkan.
Tentunya keberlangsungan proses pelatihan ini karena adanya komitmen yang kuat dan sungguh-sungguh dari tim PKM dan juga peserta pelatihan di sanggar SSPPB sebagai mitra. Dengan demikian gending gender Banaspati gaya Tenganan Pegringsingan ini telah terjaga keberlangsungannya melalui generasi muda yang terhimpun dalam wadah SSPPB ini.
Langkah Penting dalam Proses Pelatihan
Berkelanjutan dari solusi yang telah didapatkan, langkah-langkah telah diambil berkenaan dengan proses pelatihan dan penguasaan gending gender wayang Banaspati ini. Adapun langkah-langkah yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:
- Membuat jadwal kegiatan.Tempat tinggal saya dengan Desa Lumintang Denpasar Utara berjarak sekitar 23 kilometer, kalau ditempuh dengan kendaraan roda empat diperlukan waktu sekitar satu jam dalam perjalanan. Jarak tempuh itu tidaklah begitu jauh sehingga pengusul merencanakan latihan yang intensif. Dalam satu minggu dijadwalkan empat kali pertemuan yaitu hari Kamis-Jumat-Sabtu-Minggu. Namun penentuan harinya diatur dengan fleksibel sehingga bisa saja berubah, yang dipentingkan pertemuan tetap tercapai empat kali dalam satu minggunya. Dalam mengaplikasikan jadwal empat kali semingu sering berbenturan dengan jadwal belajar peserta pelatihan yang semuanya usia sekolah. Akhirnya jadwal dipadatkan menjadi dua kali seminggu setiap hari Sabtu dan Minggu dengan durasi empat jam setiap kali pertemuan.
- Membuat dua kelompok penabuh juru gender. Kedua kelompok ini dibentuk berdasarkan tingkat kemampuan teknik ketrampilan menabuh gender dan juga waktu yang bisa mereka sediakan dalam mengikuti proses pembelajaran. Yang tingkat ketrampilan tekniknya sudah mencapai tingkat sangat bagus (virtuosic) dimasukan dalam kelompok satu dan jadwal latihannya bisa random dan tidak urut asal tercapai empat kali pertemuan setiap satu minggu. Sedangkan kelompok dua adalah yang tingkat kemampuan tekniknya cukup bagus dan jadwal latihan ditetapkan pada sore hari.
- Memberikan latihan teknik gegedig dan tetekep ( teknik pukulan dan tutupan) sesuai dengan phrase dan pattern yang terdapat dalam gending gender Banaspati. Seperti pattern gegedig dalam paletan (bagian) dan penyalit (transisi menuju pergantian kalimat lagu (paletan) dan perpindahan oktaf).
- Menyusun struktur gending gender Banaspati dari palet pertama sampai dengan palet ke tujuh. Setiap paletan dan penyalit gending (transisi) dibuat rekaman audio visual gedig polos dan sangsih-nya. Setiap paletan dan transisi gending dipecah lagi menjadi phrase-phrase dan pattern gegedig baik itu gedig polos dan gedig sangsih sehingga lebih mudah dalam proses pembelajaran. Rekaman video diunggah di google drive atau WA group gender wayang sehingga dengan mudah diakses oleh penabuh gender.
- Membuat jadwal latihan dengan fleksible sesuai dengan keadaan. Namun untuk kelompok dua jadwal ditetapkan dari hari Kamis-Jumat-Sabtu-Minggu setiap sore hari. Jadwal latihan bersama kelompok satu dan kelompok dua pada hari Minggu namun tetap melihat keadaan dan kesepakatan kelompok.
- Diadakan uji coba dari pelatihan gending gender Banaspati ini. Uji coba ini diadakan sebagai pertanggungjawaban pengusul kepada masyarakat atas pencapain pelatihan yang telah dilakukan. Dalam uji coba ini disajikan konser gending gender Banaspati secara utuh. Pengusul akan mengundang dosen Pedalangan dan Karawitan yang kompetensi kepakarannya di bidang gender wayang, mahasiswa Jurusan Pedalangan dan Karawitan, dan seniman yang menggeluti gender wayang.
Hasil yang Menggembirakan
Pembinaan gending gender wayang gaya Tenganan Pegringsingan di Sanggar Seni Pasraman Prabha Budaya Lumintang Kodya. Denpasar telah berlangsung selama 20 kali pertemuan dari tgl 12 Juni 2021 sampai dengan 15 Agustus 2021. Dalam catatan harian atau logbook yang telah dikerjakan (lihat lampiran) sudah tertulis proses pelatihan dan pembinaan secara rinci, dari metode pelaksanaan sampai dengan pencapaian hasil pelatihan setiap kali pertemuan.
Gending gender Banaspati yang menjadi materi pokok dalam proses pelatihan ini bisa dikuasai dengan baik oleh anggota sanggar. Gending gender Banaspati secara bentuk dan struktur lagu sangat panjang terdiri dari tujuh bagian atau palet, dalam penuangan lagu ini dibagi menjadi tujuh bagian sesuai paletan-nya. Dalam proses pelatihan ditargetkan setiap kali pertemuan dituangkan satu bagian gending dan setiap satu bagian gending dipecah lagi menjadi phrase-phrase dan pattern-pattern sehingga dengan cepat bisa dipahami dan dikuasai dengan baik oleh peserta.
Kemampuan teknik menabuh dari para peserta rata-rata mencapai peningkatan teknik yang signifikan dari medioker mendekati ahli. Dalam setiap pertemuan selalu diasah kemampuan tekniknya dengan memberikan contoh gegebug atau teknik pukulan dan juga teknik tetekep atau tutupan. Teknik pukulan diasah dengan mengulangi pattern-pattern gending yang sulit sehingga tangan peserta menjadi terbiasa dan cekatan dalam mengkombinasikan pukulan dan tutupan. Keseimbangan gerakan tangan kanan dan tangan kiri dilatih dengan memainkan phrase-phrase lagu sehingga terlihat di mana tangan kanan dan kiri bertemu dalam satu pukulan bilah dan di mana terjadi dialog saling timbal atau bergantian dalam membangun alunan melodi.
Selain penguasaan lagu, peningkatan teknik permainan, keseimbangan tangan, dan kesadaran mengontrol tempo dan dinamika gending yang telah dikuasai, para peserta juga mendapatkan pengetahuan melalui pendampingan berupa penjelasan teori bermain gender wayang dan juga swadarma atau kewajiban dan disiplin penabuh gamelan Bali. Pendampingan ini dilakukan bisa di awal latihan atau disisipkan di antara jeda latihan. Cara penyampaiannya dengan bahasa populer yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan nalar para peserta. Hal terpenting dalam pendampingan ini para peserta yang masih muda mendapatkan pengetahuan dasar tentang etika dan disiplin kesantunan sebagai seniman Bali, sejarah gending dan seniman yang melestarikan gending ini sehingga masih eksis sampai saat ini.
Semua proses pelatihan ini didokumentasikan melalui rekaman video dan juga foto-fofo yang nanti disusun dan diedit menjadi dokumen sebagai bagian dari target luaran yang telah disepakati. Video dan foto-foto proses kegiatan ini nanti akan dijadikan satu dengan dokumentasi akhir yang akan diunggah di youtube ISI Denpasar.
Setelah proses Pembinaan Gending Gender Wayang ini berlangsung 20 kali pertemuan selama hampir tiga bulan gending Banaspati bisa dikuasai dengan baik oleh peserta pelatihan di Sanggar Seni Pasraman Prabha Budaya Denpasar. Keberhasilan penguasaan gending yang tergolong panjang ini karena diterapkannya metode pelaksanaan penuangan gending yang tepat dan efektif, seperti membagi gending yang panjang menjadi phrase-phrase dan pattern-pattern. Phrase-phrase dan pattern-pattern yang menjadi vokabuler pembelajaran untuk menguasai keseluruhan lagu dan secara otomatis juga meningkatkan kemampuan teknik permainan menabuh gender wayang. Pendampingan diperlukan untuk memberikan pemahaman dasar tentang budi pakerti yang bermuara pada pembentukan karakter sebagai generasi muda yang menjadi penerus bangsa.
Setelah ini Apa?
Setelah melakukan proses pelatihan dan mjengalami kemajuan-kemajuan, lalu apa yang harus dilakukan?
1. Pewarisan gending-gending gender wayang gaya Tenganan Pegringsingan ini harus mendapat perhatian dari para seniman karawitan khususnya pecinta gender wayang. Pembuatan dokumentasi audio visual segera harus dilakukan untuk menyelamatkan semua gending yang masih diingat oleh Bapak Mudita Adnyana. Dengan adanya dokumen ini nanti bisa dipakai sebagai sumber pengetahuan dan sumber materi pembelajaran.
2. Alih generasi harus segera dilakukan dengan mentransmisikan gending-gending gender wayang gaya Tenganan Pegringsingan kepada generasi muda sebagai penerus keberlangsungan warisan seni budaya yang ada di Bali.
3. Kehidupan seniman Bapak Mudita Adnyana sebagai seniman dalang, penulis lontar, penembang kekawin, dan penabuh gender wayang perlu diberikan perhatian dan penghargaan, dan dibuatkan film dokumenter tentang kiprah dan perjalanan kesenimanannya. [T]