Sebenarnya banyak metode pengobatan atau terapi untuk kesehatan mental yang bercermin dan terinspirasi dari budaya Timur. Salah satunya sedang populer saat ini adalah mindfulness yang banyak dikaitkan dengan meditasi ataupun cara-cara self-treatment untuk diri sendiri; mencegah depresi, memperbaiki kecemasan dan sebagainya.
Namun, saya memaknainya bukan hanya sebagai salah satu terapi, tetapi sebuah gaya hidup yang bisa kita lakukan. Apa yang selama ini di Bali sudah lama disarankan oleh para leluhur yaitu ngulengang kayun. Selalu, para tetua Bali menasehati bagaimana pentingnya menjalani hidup dengan ngulengan kayun atau memusatkan pikiran. Bukan hanya pada saat muspa atau melakukan persembahyangan, tetapi dalam setiap gerak keseharian kita.
Saat kita baru bangun ngulengang kayun, saat makan, saat pergi bekerja, saat bermain bersama anak-anak, atau saat bercengkrama dengan pasangan hendaknya kita selalu ngulengang kayun. Di mana tubuh kita berada, di situ pula pikiran kita berada.
Pada zaman globalisasi dan era disrupsi seperti sekarang, di mana kita semua dituntut untuk terus mengikuti zaman, berkompetisi dengan sekitar, di dalam dunia yang senantiasa berubah seringkali kita melupakan ngulengang kayun ini. Sehingga kita berfokus merasa insecure, melihat saingan kita, melihat peluang apa yang terjadi atau justru merasa konsentrasi terpecah belah; mengingat masa-masa di mana kita merasa lebih sukses dan berhasil sebelumnya.
Bunuh Diri
Di masa Pandemi Covid-19 yang telah berjalan satu setengah tahun merupakan pukulan paling berat bagi utamanya warga Bali, pariwisata yang selama ini menjadi motor utama perekonomian, hancur lebur. Bahkan kita tidak mengetahui kapan pariwisata Bali akan bisa bergerak dan kembali pada masa jayanya.
Saat ini banyak sekali masyarakat yang terdampak pandemi, bukan hanya karena wabah tapi juga terdampak secara ekonomi. Bukan saja karena kehilangan keluarga yang terinfeksi Covid-19, tetapi juga kehilangan sendi-sendi kehidupan akibat dampak ekonomi dari Covid-19 itu sendiri.
Masih dalam suasana Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia, kita diingatkan lagi bagaimana potensi kehancuran masyarakat sipil di Bali menjadi lebih tinggi. Di masa pandemi ini, tekanan kehidupan makin meningkat sementara peluang untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kebutuhan emosional juga makin berkurang. Tentu, resiko peningkatan bunuh diri sangat besar dan sudah mulai terjadi. Penting sekali bagi kita untuk mencegahnya.
Selama ini di Bali kita pahami bahwa bunuh diri sebagai ulah pati, orang yang meninggal akibat bunuh diri dipercaya tidak mendapat tempat yang baik di kehidupan selanjutnya. Bahkan, ada yang mengatakan keluarganya juga terdampak. Di satu sisi, hal ini penting dalam upaya-upaya pencegahan bunuh diri. Namun, dalam upaya rehabilitasi, bagaimana keluarga bisa berdamai setelah kejadian bunuh diri, ini tentu bisa menjadi blunder.
Adaptasi
Saya ingin lebih berfokus pada kearifan Bali yakni ngulengang kayun. Bagaimana kita bisa berfokus pada hari ini, pada apa yang kita kerjakan hari ini; seburuk apapun keadaan saat ini kita bisa berfokus hanya pada saat ini. Saya sangat terharu dan belajar banyak teman-teman yang tadinya bekerja di sektor pariwisata; tattoo artist di Legian, Kuta yang mana penghasilannya hancur akibat pandemi, kini berjualan nasi jenggo dan ia masih bisa tersenyum karena ngulengan kayun, setidaknya kita bisa hidup pada hari ini.
Atau, pada siapapun teman-teman lain yang dulunya bekerja di travel, kemudian banting stir menjadi ojek online, bagaimana semua daya dan upaya dan kemampuan beradaptasi dikerahkan. Di sinilah kita belajar menjadi tangguh. Namun, lagi-lagi saya ingatkan, tangguh adalah kombinasi dari kemampuan kita menghadapi masalah dan pengetahuan kita untuk mengetahui hal-hal yang tidak bisa kita hadapai, dan kapan kita mencari bantuan. Terakhir, keberanian kita mengambil kesempatan mencari bantuan.
Apa yang sudah dilakukan misalnya oleh teman-teman di Yayasan Bali Bersama Bisa yang merupakan kolaborasi dari 11 komunitas di Bali membuat L.I.S.A Helpline, saluran 24 jam pencegahan bunuh diri, itu sangat baik kita gunakan. Namun, kita juga bisa cegah mulai dari diri sendiri dengan mulai melakukan ngulengang kayun. [T]