Namanya Luh Evi. Usianya masih muda. Di desa tempat ia tinggal, di Desa Pedawa, Kecamatan Banjar, Buleleng, ia biasa naik motor melewati jalan berliku, menanjak dan menurun, sesekali melewati sisi lereng pangkung berbahaya.
Di jok belakang motornya terdapat boncengan. Bukan orang, melainkan keranjang. Dalam keranjang, isinya bukan buah-buahan, bukan pula sayur-mayur, melainkan batu padas untuk bahan bangunan. Dengan boncengan seperti itulah ia naik motor melewati jalan berliku, menanjak dan menurun, sesekali melewati sisi lereng pangkung berbahaya.
Luh Evi adalah remaja masa kini yang tak lepas dari pengaruh jaman atau yang biasa disebut jaman milenial. Sebagai remaja milenial tentu juga ia tidak asing lagi dengan gadget dan juga sepeda motor. Namun gadget dan sepeda motor ia gunakan untuk bekerja.
Dalam pergaulan, Luh Evi tidak berbeda dengan gadis lainnya. Hanya yang membedakan adalah sikapnya yang tangguh yang tidak gengsi melakukan pekerjaan apa saja, meski pekerjaan itu kerap dikata kasar
Ia memang tak malu menjadi buruh angkut batu untuk bahan bangunan. Luh Evi menyadari sosoknya bukanlah gadis yang manja atau hanya berharap pemberian orang tua. Selama masih biasa melakukannya apapun akan dilakukan sebagai tambahan penghasilan.
Apalagi di masa pandemi seperti saat ini, banyak tenaga kerja yang harus kena PHK,dan harus pulang kampung. Luh Evi juga terkena imbas dari pandemi ini.
Ia sebenarya seorang karyawati di toko baju, tapi karena situasi yang tidak menguntungkan, ia sering diliburkan. Pada saat libur itulah ia memilih untuk menjadi pekerja pengangkut batu untuk menambah uang saku, sembari menunggu tokonya bisa ramai kembali
Mengangkut batu memang pekerjaan yang bertolak belakang dengan pekerjaannya di toko. Di toko ia lebih banyak berdiri dan melayani pembeli dengan senyum ramah, tidak terlalu membutuhkan tenaga .
Menjadi pengangkut batu lebih banyak menuntut kekuatan secara fisik, dan harus siap menghadapi panas terik matahari. Namun Luh Evi tidak pernah mengeluh
Di kota, sebagai pemandu toko pakaian, dia digaji dengan sistem bulanan sama dengan pegawai pada umumnya, tapi kalau mengakut batu hitungannya dibayar berdasarkan harian atau sistem jam. Misalnya 1 hari tenaga wanita dibayar 100 ribu, atau 15 ribu rupiah per jam.
Untuk melakukan pekerjaan seperti ini tentu harus ekstra hati-hati, selain medan yang menanjak dan juga curam,kondisi sepeda motor tentu jadi perhatian lebih agar tidak terjadi hal hal yang tidak diinginkan.
Tapi, jangan khawatir. Luh Evi mampu melakukan pekerjaan ini dengan baik, selain karena medan sudah dikenal, juga karena jaraknya yang ditempuh juga dekat dengan jalan raya.
Selamat bekerja, Luh! [T]