Setiap orang butuh udara segar selama dia hidup. Banyak yang tidak menyadari asal dari udara ini. Kebanyakan orang hanya menganggap sudah sepert ini keadaanya. Dianggap bahwa udara segar itu didapat secara cuma-cuma. Di balik udara segar yang vital untuk kita bernafas, ada peran organisme lain yang sering diabaikan. Peran organisme ini jauh lebih penting dari yang disangka.
Lebih dari separuh oksigen yang ada di bumi dan dihirup manusia berasal dari lautan. Lautan menghasilkan oksigen dan menyerap gas rumah kaca dengan proses pembuatan makanan oleh phytoplankton (ganggang laut) dengan memanfaatkan sinar matahari dan nutrient (fotosintesis) sama seperti tanaman di daratan.
Nutrient yang didapat ganggang berasal dari air di bawah permukaan yang naik ke atas, membawa nutrient ke tempat yang terjangkau cahaya matahari sehingga ganggang terus berfotosintesis. Phytoplankton ini merupakan dasar dari ekosistem laut. Mahluk ini menjadi makanan bagi plankton yang kemudian memberikan energi pada ikan kecil dan invertebrata berukuran serupa di lautan.
Dua golongan hewan laut ini merupakan sumber kehidupan bagi spesies spesies hewan laut yang kita makan sehari hari mulai dari tuna, tongkol, sarden, cumi cumi dan lain lain. Lalu ada spesies spesies hewan besar yang punya peran vital dalam kehidupan phytoplankton yaitu paus paus besar seperti paus biru, paus bungkuk, paus bergigi dan semua paus lain yang hidup di samudera.
Nutrient pada laut berbeda-beda sesuai dengan kedalamannya. Semakin dalam, semakin kaya, sedangkan semakin dekat permukaan semakin miskin. Hal ini berlaku di lautan tropis dan subtropis. Di dua kawasan lautan itu, ganggang mendapat asupan nutrisi dengan bantuan paus. Ini berlangsung selama puluhan juta tahun dan phytoplankton berevolusi dengannya bersama sama.
Bagi yang pernah mengamati paus di lautan, dapat melihat pancuran air yang keluar dari hidung paus saat bibirnya muncul ke permukaan. Setiap hari, paus-paus itu menyelam ke dasar laut hingga kedalaman 1000 meter untuk mencari makanan. Saat akan naik ke permukaan laut untuk bernafas, seekor paus mendorong laut yang kaya nutrient ke permukaan. Ini merangsang phytoplankton untuk berfotosintesis di lautan yang miskin nutrient seperti laut tropis karena tidak terdapat angin kencang yang mendorong air dalam laut ke atas. Oksigen dihasilkan berkat ini dan gas rumah kaca diserap oleh phytoplankton.
Setiap individu paus dapat dikatakan membudidayakan makanannya sendiri karena setiap hari merangsang pertumbuhan populasi ganggang laut dengan perilaku ini yang membuat lalu populasi plankton dan ikan kecil meningkat selanjutnya menjadi makanan oleh paus dan spesies lain. Kemudian saat mengeluarkan sisa makanan, kotoran itu memberikan nutrient tambahan kepada alga.
Jadi kontribusi paus besar pada udara yang kita hidup dan makanan yang kita makan luar biasa penting. Paus merupakan spesies kunci di lautan yang mana jika ia punah, ekosistem laut akan terganggu dan semakin miskin. Ganggang laut akan menurun populasinya karena tidak mendapat asupan nutrient dari dasar laut ataupun permukaan laut dengan peran paus. Ikan sarden dan tongkol yang memakan plankton dan ikan kecil serta menjadi makanan rakyat Indonesia telah hidup selama jutaan tahun bersama paus di lautan tidak dapat diprediksi nasibnya saat paus paus besar punah.
Meski paus-paus ini telah berkontribusi pada udara untuk pernafasan dan makanan untuk nutrisi bagi manusia, nasibnya amat tragis. Obsesi mengejar pertumbuhan ekonomi dimana setiap barang harus terus dikonsumsi dan dijual dalam waktu yang secepat-cepatnya, dan bertujuan meraih laba jangka pendek dengan mengorbakan planet bumi termasuk satwa liar adalah pemicu utama sampah plastik dan perikanan industri yang memusnahkan biota laut.
Perusahaan produsen plastik mendesain barang yang paling murah dan cepat dibuang supaya orang-orang membeli lagi. Kadang kadang kita mendengar atau mungkin pernah melihat langsung paus yang mati terdampar, dan saat dibedah terdapat sampah plastik. Plastik yang ditelan oleh organisme menyumbat sistem pencernaan sehingga makanan tidak tercerna dan menyebabkan mati kelaparan.
Di Bali dan bagian selatan Pulau Jawa, sampah plastik yang mengalir ke laut, berakhir di samudera Hindia tempat paus berenang. Sampah plastik ini secara tidak langsung mengurangi produksi oksigen dan plankton di lautan karena nutrient yang tersalurkan ke permukaan berkurang.
Ancaman kedua yaitu, perikanan industri yang menggunakan jaring raksasa amat besar dan panjangnya mencapai satu kilometer yang mana sering membuat paus besar tersangkut jaring dan mati terjerat. Jaring raksasa itu ditujukan untuk menangkap ikan-ikan yang bernilai komersial dan dihidangkan di meja makan setiap hari.
Selain paus yang terjerat oleh jaring itu adalah lumba lumba, burung laut, dan penyu. Hampir dua per lima tangkapan ini dibuang kembali ke laut karena tidak bernilai komersial dan mati sia-sia. Begitulah boros dan rusaknya sistem perikanan industri ini. Bahkan dengan sertifikat makanan laut berkelanjutan yang katanya ramah untuk lumba lumba dan paus, tidak menjamin hal tersebut.
Jaring pukat dan peralatan penangkapan ikan yang sudah dianggap rusak dibuang begitu saja ke laut, dan ini menyumbang hampir setengah dari total sampah plastik di lautan. Jadi di balik lezatnya makanan laut yang disantap saat pesta atau acara tertentu, ada mahluk berharga dengan peran vital bagi manusia yang tercekik oleh pukat karena semakin terlilit olehnya saat berenang semakin cepat untuk membebaskan diri dan berakhir mengenaskan di dasar laut yang gelap.
Untuk mengobati lingkungan laut yang sedang sakit ini, setiap orang dan lembaga harus melakukan tiga hal yaitu mengurangi, menggunakan kembali atau mendaur ulang. Langkah darurat yang harus segera diambil adalah dirikan pengolahan sampah yang ramah lingkungan (bukan pembakaran).
Sampah plastik yang ada harus dipilah , lalu dibersihkan kemudian digolongkan berdasarkan kegunaannya. Sebagian botol, alat makan, mangkuk, dan piring dapat digunakan kembali setelah dibersihkan dan diwarnai hingga seperti baru kembali. Plastik yang hancur atau berasal dari mainan dapat didaur ulang menjadi produk baru. Berusaha mencoba mengurangi belanja produk yang tidak dibutuhkan serta tidak membuang barang plastik yang masih berfungsi dengan layak.
Kemudian tiap industri pengolahan plastik harus membuat produk plastik itu dapat digunakan kembali dalam jangka waktu lama yang kemudian didaur ulang setelah melewati jangka waktu tersebut. Ini akan mengurangi produksi plastik. Industri yang dimiliki swasta hampir mustahil melakukan ini karena prioritasnya adalah laba jangka pendek dengan pengeluaran terkecil yang mana ia akan cenderung membuat plastik sekali pakai dan sulit hingga tidak dapat didaur ulang sehingga dibuang.
Oleh karena itu warga dan daerah bekerja sama mendirikan dan mengelola pabrik ini untuk memenuhi kebutuhan daerah itu. Warga membuat keputusan langsung produk yang dibuat dan bahan baku yang dipilih berdasarkan daya tahan, daya guna dan kemudahan daur ulang demi integritas lingkungan.
Untuk perikanan, perluas hak komunitas untuk mengelola wilayah tersebut. Mereka dapat menjadi penjaga kelestarian laut. Pada ekosistem laut yang begitu parah terdegradasi karena dikeruk oleh pukat penangkap ikan yang merusak dasar laut dan wilayah dimana biota laut amat sedikit, diberlakukan larangan untuk aktivitas apapun di situ seperti penangkapan ikan dan penambangan selama beberapa tahun sampai pulih kembali.
Kemudian negara negara konsumen ikan dari Eropa, Jepang, Korea Selatan dan Amerika Serikat harus berhenti mensubsidi perikanan industri yang merusak ini. Semakin sedikit hasil laut yang diperoleh memaksa orang beralih ke sistem budidaya. Setengah dari makanan laut yang beredar sekarang berasal dari pembudidayaan. Kita harus sikapi ini dengan hati hati karena dampak yang ditimbulkan.
Dalam film Seaspiracy, untuk mendapatkan satu kilogram daging salmon dibutuhkan beberapa kilogram ikan kecil untuk makanan salmon yang mana ditangkap dengan kapal pukat serta berpotensi menjerat paus. Ini tetap saja menghidupkan sistem perikanan industri yang merusak itu. Kegemaran menyantap udang memicu perluasan pertambakan udang di Asia yang merusak hutan bakau dimana ini menghancurkan perlindungan warga pesisir dari tsunami dan gelombang laut saat musim angin siklon. Orientasi dari tambak ini adalah ekspor untuk modal uang di atas kelestarian lingkungan.
Sebagian besar biota laut yang dibudidayakan itu adalah karnivora yang membutuhkan protein hewani. serangga dan hama tanaman layak diteliti sebagai makanan alternatif biota ini untuk mengurangi penangkapan ikan kecil dengan kapal pukat. Perikanan di dekat pantai mempunyai masalah serius karena lautnya dangkal sehingga kotorannya dekat dengan ikan dan laut tidak mencuci tubuh ikan, yang memudahkan parasite menginfeksinya.
Untuk memperkecil kotoran yang menumpuk, dan memudahkan penyebaran parasite, pembudidayaan ikan laut dilakukan di laut lepas dengan kedalaman di 15 meter atau lebih (lepas pantai) karena arus laut yang mengalir cepat akan mencuci tubuh ikan dari parasite dan limbah tersebar luas di laut sehingga cepat larut. Kemudian , hutan bakau berfungsi sebagai tempat perawatan ikan dan udang, doronglah pembudidayaan ikan dan udang yang benar benar cocok dengan ekosistem bakau seperti bandeng dengan tetap menjaga kelestariannya dan pengolahan limbah yang memadai. [T]
Sumber:
- Monbiot, George. Why whale poo matters. 12 December 2014. https://www.theguardian.com/environment/georgemonbiot/2014/dec/12/how-whale-poo-is-connected-to-climate-and-our-lives. Diakses tanggal 2 Juni 2021
- Moniot, George.2015. How Whale Changes Climate. https://www.youtube.com/watch?v=M18HxXve3CM. Directed by SustainableHuman
- Andersen, Kip.2021. Seaspiracy. Britain. A.U.M. Films Disrupt Studios.89 Minute