MALAM PEGADANGAN
dari penggalan bulan utuh
nelayan bagai tempayan mengapung pelan
saat malam pegadangan di pelabuhan
debu tak tampak namun terasa di kulit
sampai pamit ampas kopi pahit
bak bintangbintang, lampu di pulau itu
redup lalu hilang di ujung perahu
cahayanya mati terganti matahari
yang mulai mendaki pagi
para nelayan kembali
dan bulan telah mati
DI PURA AKU BERMALAM
serupa ruang berdawai
tembang yang tak putusputus
tarian gunung yang khusyuk
wangi dupa turgas menggasab hening,
di pura aku bermalam
kecemasan jadi anggun
seiring asap yang mengatup ke langit
menembus taman kembang surya
pucuk daun maja memercik ubunubun,
malam masih bersila
air dan bunga
menadah kesejukan musim
keloneng genta
meliukliuk angklung
kehangatan menarinari
di tubuh yang berselendang
MATAHARI SELAHAN
kami seperti menjumpai matahari
setelah menguntit cabangcabang kelakar
yang memalamkan kesadaran
menyisakan cahaya datang seuntal
selalu kami terkenang nyanyi burung sunyi
pasir putih yang terlepas sebutirsebutir di kaki
seperti merelakan kepergian matahari
yang lama kami semaikan menjadi sebuah lahan
dan suara ombak memecah di gerak dahandahan
kami bercakap di sisi pesisir tanpa lampu
dan suara kami lenting di bilikbilik tak dihuni
seorang kawan berduka sendiri dalam kamar
sebab kekasihnya telah memadamkan lentera
selalu kami terkenang nyanyi burung sunyi
pasir putih yang terlepas sebutirsebutir di kaki
memecahmecah mimpi kami
tentang tempat yang tak sempat diterangi matahari
GILI MENO SUATU PAGI
dari balik pintu kaca, sebuah perahu menyendiri
seperti aku yang kerap terbangun lebih dulu
menuruni anak tangga ini
merasa kembali tertidur dan bermimpi
laut mengibas dingin ke bawah kulit
menyeret langkah ke bibir pantai
dimana belum tampak tapak kaki tercetak
seseorang berdiam saja memandang laut
tak seperti aku yang berputarputar
berlarian mencetak sebanyak mungkin tapak kaki
sebab pagi ini kumiliki hanya sehari
sekawanan perkutut
mencari guguran semut dari pohon di atas pasir
lalu terbang ketika aku mendekat
seperti ingatan, kerap menggetus langkah ke belakang
manakala dahandahan tirus dijerat angin
dari balik pintu kaca, laut menatap sayu
saat berkemas, kelambu masih seputih pasir
keran yang macet di kamar mandi,
seperti membiarkan kepergianku
kembali menuruni anak tangga ini
menuju perahu yang siap mengantar pulang
DARADARA GILI
daradara gili, bertiga di jalan sepi
kata seorang yang kerap lintas di rawa
senjakala mereka menyimpul janji
sembari menyimak gemericit burung
di pucukpucuk bakau
sebelum petang mengaji
di muka pintu rumah lumbung
seorang dara mematutmatut gaun selutut
suara perkutut kembali meretas perasaan kalut
menyamarkan sedikit gores yang belum sempat dibalut
daradara gili, memanaskan kuali
menggelar baki di sebuah resepsi
api biru di hati mereka, tak berasap
mencubitcubit hangat percakapan di bawah terop
dan pandang berlompatan ke arah tawa para wali
yang berarusarus serupa kali
daradara gili, bertiga di jalan sepi
menunggui pesanpesan tak berkaki
tak ada angin di bakaubakau
daudaunnya merunduk sepi
seperti karang yang diamdiam mengawini ombak
dan melarikan pagi
LIMA MACAM KECEMASAN
adalah bintang, menjatuhkan lima macam kecemasan
hujan yang tak turunturun, musim dingin yang pikun
perantau yang ditinggalkan kotanya, nelayan tak mendapat ikan
dan seekor kadal mengutuk diri di tengah jalan
yang bergugus di langit cuma bayang lampulampu
mana terik mana api, rindu berderak di sumur tanpa air,
tinggal di pori, ngalir setetes di jalan kota,
pohon listrik berdahan keramik
daunnya tanah yang dibakar
pada sawah yang basah hilang tanaman
di langitlangit, bintang panas siang hari
sebab di luar ada gemuruh, pejalan kaki kehilangan teduh
yang rindang telah wafat, tinggal pijak yang tersisa sejengkal
banjirlah ia dalam terik hujan
PENGASONG
seakan yang mengetuk pintu adalah laut
tidur telah diusaikan embun bercampur pasir
juga ombak belum jelas kerdipnya
perahu yang diam bagai dilukis subuh
pengasong itu mengalungkan kulitkulit keong
bermata tulang
dermaga menunggu embun tiris
perahu menantikan nakhoda
dan blanket yang terlipat di tangan
kehilangan dingin
mereka kerap ditinggalkan pagi
____