Sudah satu setengah tahun saya menjadi bagian dari keluarga kecil bernama Teater Kalangan. Satu setengah tahun yang padat dengan segala hal yang terjadi hingga mungkin beberapa lepas dari ingatan. Tapi sebisa mungkin saya ingin mengingat kejadian itu, mengingat proses yang saya lalui selama ini. Belum lagi tahun kemarin merupakan tahun yang sangat spesial bagi saya.
Mungkin bagi kebanyakan orang tahun 2020 adalah tahun yang tidak mengenakan, suram, dan segala hal buruk lainnya. Tahun ini pandemi Covid-19 muncul tak diundang, meluluh lantahkan semua dihadapannya. Menghancurkan rencana yang sudah tersusun rapi, menghilangkan pertemuan, dan menyebarkan ketakutan di sana dan sini. Tetapi di balik kesuraman itu banyak hal yang saya dapatkan pada tahun ini. Tidak hanya hal negatif tetapi juga banyak hal positif. Tidak hanya hal yang buruk tetapi juga hal yang baik.
Awal Tahun dan Pandemi
Pada bulan-bulan awal memang berjalan dengan lancar dan beberapa acara masih bisa dilaksanakan tanpa adanya masalah. Namun mulai bulan ketiga semua berubah. Seperti yang kita tahu semua mulai mengkarantina diri masing-masing dan menghindari pertemuan. Tentu saja itu juga berlaku untuk saya, bulan-bulan awal pandemi saya habiskan di rumah dan toko keluarga. Tidak seperti kebanyakan tempat yang harus menutup toko misalnya di tempat-tempat pariwisata. Toko di desa harus tetap buka setiap hari demi sesuap nasi esok hari. Maka dari itu tidak ada alasan untuk tutup dan libur.
Maka dari itu saya membantu orang tua sebisa mungkin dalam menjalankan toko. Meski bantuan saya tidak seberapa tetapi setidaknya ini lebih baik daripada berdiam diri di dalam kamar. Lambat laun hari-hari itu mulai terasa bosan. Berusaha menghilangkan kebosanan dengan mengerjakan tugas yang diberikan kampus, namun itu hanya bertahan sementara. Kebosanan itu datang kembali.
Lalu perlahan saya membawa buku-buku yang belum tuntas dibaca. Membacanya sambil menunggu pelanggan yang datang entah kapan. Setidaknya saya bisa mengobati kebosanan ini dengan membaca. Banyak hal yang menarik terjadi selama bulan-bulan awal pandemi. Saya kembali berkumpul dengan keluarga. Keluarga yang jarang sekali saya temui dan menghabiskan waktu bersama dalam beberapa tahun ini.
Semenjak kuliah saya lebih sering menghabiskan waktu di luar. Bahkan setelah kos bareng dengan beberapa kawan, kehadiran saya di rumah lebih kecil lagi. Bahkan kehadiran saya bisa dua tiga kali dalam seminggu, itupun hanya beberapa jam saja. Setidaknya dengan adanya pandemi ini, saya dipaksa untuk berdiam diri di rumah. Ini salah satu hal yang saya syukuri dengan adanya pandemi. Rasanya seperti diberikan kesempatan kembali untuk mengenal dan bersama keluarga.
Menjalin Pertemuan dan Pengalaman Menulis
Kemudian setelah berlalu beberapa bulan, akhirnya saya kembali berkumpul dengan kawan-kawan Teater Kalangan. Rasanya ada sekitar dua bulan tidak bertemu satu sama lain. Ketika bertemu ada hal yang sangat berjarak saya rasakan. Dua bulan itu membuat saya sedikit tidak mengerti apa yang diobrolkan saat itu, rasanya seperti sudah berbeda dunia. Terasa tertinggal. Karena itu juga saya berusaha untuk mengikuti segala pertemuan yang ada, berusaha untuk mengejar ketertinggalan.
Pada saat itu kami sedang membahas sebuah program Dini Ditu Kalangan. Sebuah program untuk menjaga pertemuan di tengah masa-masa seperti saat itu. Memang pandemi berusaha untuk membuat kita terpisah satu sama lain dengan melarang adanya pertemuan. Tapi dengan adanya pandemi ini malah membuka pintu pertemuan lainnya. Bahkan lebih luas jangkauannya bahkan melebihi sebelumnya. Pertemuan tidak lagi terbatas oleh ruang dan waktu. Semuanya bisa terkoneksi dengan adanya media sosial dan perangkat lainnya.
Sangat terasa begitu banyak hal yang berubah, semua pertemuan langsung berganti dan berpindah ke digital. Banyak pertemuan, diskusi, meeting, dan lain sebagainya hadir lewat live ig, zoom, google meet, dan masih banyak lainnya. Pertemuan yang biasanya terhalang oleh jarak sekarang sudah lepas. Jarak antara waktu dan tempat sudah semakin mengabur berkat adanya perangkat-perangkat ini. Meskipun memang harus diakui bahwa pertemuan online tidak akan bisa menggantikan pertemuan offline. Tetapi setidaknya dengan adanya ini bisa membuka peluang relasi baru yang lebih luas.
Dini Ditu Kalangan merupakan ruang pertemuan itu, pertemuan yang melepas batas jarak. Di dalamnya ada banyak acara, mulai dari diskusi dan pertunjukan. Selain juga menjadi alasan untuk menjaga kewarasan, Dini Ditu juga menghadirkan banyak hal yang tak terduga. Terutama saya merasakan pengaruh dari Dini Ditu terhadap diri ini. Dalam program ini saya mendapat tugas untuk menulis cuplikan dari setiap minggunya.
Dan dari sini saya belajar banyak menganai kepenulisan. Terutama dalam membiasakan diri untuk menulis. Menulis setiap minggu ternyata membutuhkan tenaga yang ekstra, terutama dalam membulatkan tekad untuk menyelesaikannya tepat waktu. Jujur saja sampai saat ini saya masih kesulitan untuk menyelesaikan tulisan tepat pada waktunya. Saya bingung mengapa ini terjadi? Padahal awal-awal menulis cuplikan saya dapat menyelesaikannya tepat pada waktu. Lalu lama-kelamaan menjadi lebih dekat dengan deadline hingga pengumpulan melewati batas waktu yang ditentukan.
Apakah ini kebosanan? Atau memang diri ini yang malas? Atau jangan-jangan mandet? Saya masih bingung akan jawaban ini, akhir-akhir ini saya juga merasa tulisan terdahulu lebih bercerita. Entah mengapa lebih enak di baca ketimbang yang sekarang. Lagi-lagi saya tidak tahu mengapa saya merasa seperti ini, mungkinkah karena jengah? Atau ini hanya perkiraan saya saja? Atau mungkin saat ini saya tidak bisa merasakan puas dalam tulisan akhir-akhir ini?
Tapi saya bersyukur tahun ini tidak begitu buruk. Pengalaman menulis yang cukup menarik selama tahun kemarin membuatnya menjadi tahun yang cukup spesial. Memang kadang kala saya kesulitan dalam menulis. Kadang juga stress dan yang paling parah suka mengganggu jam tidur. Kadang harus begadang menyelesaikan tulisan, terkadang juga sampai ke bawa mimpi. Lalu pagi-pagi ketika masih pada fase antara setengah sadar dan tidur, kadang memikirkan dan menyusun apa yang ingin saya tulis.
Atau memikirkan ide-ide yang mungkin menarik jika dijadikan tulisan. Jalan kepenulisan setahun kemarin cukup berat tidak hanya lantaran tugas kampus dan tugas-tugas lainnya. Tetapi juga melawan diri ini yang masih sangat suka dengan rebahan dan malas-malasan. Tentu saja jalan kepenulisan saya belum selesai, masih banyak hal yang kurang di sana-sini. Masih banyak hal yang harus diperbaiki. Karena masih banyak kekurangan artinya masih banyak hal yang memiliki potensi untuk dikembangkan.
Melalui tulisan saya bisa mengungkapkan apa yang selama ini tidak bisa terucapkan. Melalui tulisan saya mengasah pikiran dan gagasan. Melalui tulisan saya bisa terhubung dengan orang-orang yang lebih luas lagi. Melalui tulisan saya bisa membuka kemungkinan-kemungkinan menarik lainnya.
Ruang-Ruang Baru dan Kabar Ulat
Tahun kemarin menjadi sangat menarik bagi saya, meski ada beberapa hal yang tidak menyenangkan seperti kuliah online dan lain sebagainya. Tahun lalu saya banyak mencoba beberapa ruang-ruang baru. Mulai dari mencoba mengikuti pameran, workshop, dan penelitian. Ruang-ruang yang cukup menarik untuk dimasuki. Mencoba bertemu dengan berbagai macam orang dan merasakan berbagai suasana.
Tahun kemarin menjadi gudang percobaan saya dalam memasuki ruang-ruang tersebut. Pameran yang menjadi laboratorium saya dalam merancang dan menggagas sebuah karya. Banyak hal yang terjadi selama prosesnya, mulai dari banyak diskusi yang hadir dan banyak revisi yang terjadi. Banyak ide yang diulang, dipakai, diganti, bahkan dibuang. Kemudian workshop yang membawa peluang pertemuan baru dan menambah pertemanan. Lalu penelitian yang membawa banyak hal baru terutama dalam hal saya memandang arsitektur.
Pada akhirnya tahun 2020 bukanlah tahun yang cukup buruk untuk diri saya. Banyak pengalaman, pertemuan, percobaan, dan hal-hal menarik lainnya terjadi dalam tahun itu. Saya jadi teringat akan tulisan saya di catatan awal tahun 2020 kemarin.
Dalam tulisan itu ulat, baru saja mengenal dunia yang disinggahinya, kemudian berusaha ingin menjadi kupu-kupu yang cantik. Tetapi dalam tulisan ini saya rasa ulat masih senang menjadi dirinya, kemudian mencoba melihat dunia dari sudut pandangnya. Mencoba berkeliling untuk mengeksplorasi hal-hal yang tidak diketahuinya. Mencoba menikmati masa-masanya menjadi ulat sebelum pada akhirnya berubah menjadi kupu-kupu. [T]