Bali kental akan tradisi, budaya, adat-istiadat. Di sisi yang lain, Bali juga terkenal dengan adanya dialek. Dialek di setiap daereh di Bali berbeda-beda. Ini yang menjadikan Bali, meski kecil, namun sangat beragam.
Dialektologi merupakan cabang ilmu bahasa yang fokus terhadap dialek-dialek.
Kabupaten Bangli adalah salah satu kabupaten yang di Bali yang memiliki desa bali mula/bali aga sekaligus juga “desa bali dataran”. Desa bali mula/bali aga berada di sejumlah kecamatan. Dan “bali dataran” kebanaykan berda pada daerah perkotaan/kota Bangli.
Bali mula/bali aga lebih dominan berada di Kecamatn Kintamani. Karena Kintamani adalah salah satu kecamatan yang secara geografis memang benar berada di daerah pegunungan.
Kecamatan Kintamani memiliki desa bali mula yang kental dengan bahasa, budaya, adat-isitiadat. Salah satu desa bali mula yang terletak di Kecamatan Kintamani adalah Desa Kedisan. Desa Kedisan yang konon merupakan desa bali mula yang memiliki peradaban yang sangat tua dan panjang. Warga Desa Kedisan juga menggunakan dialek bali mula yang unik karena dialek yang di gunakan oleh Desa Kedisan, jarang dapat kita temui di daerah lain. Salah satu contohnya yaitu:
Okék nyen! Jika kita dengar dialek tersebut mungkin tidak akan mengerti. Dialek tersebut jarang digunakan oleh daerah lain. Dialek tersebut saya temukan di Desa Kedisan, Kintamani. Jika diartikan logat tersebut memiliki arti “Masak ya!?” Kedengarannya pun sangat unik.
Selain itu, di Desa Kedisan, Kintamani, masih terdapat beberpa kosa kata yang jarang saya temukan di daerah lain. Bisanya dialek yang mereka gunakan dalam melakukan interaksi sosial semasa kerabatnya. Saya akan mencoa membuat sebuah dialog yang menggunakan dialek Desa Kedisan.
- Made : De, Kijo ceng kijo awaké? [De, Mau kemana kamu?]
- Gede : Ceng ngarit di gégé? [Mau nyabit di hutan]
- Made : Sekenké, wéé bareng sik. [Benar ya, aku ikut satu]
- Made : Si bo wis neké! [Ayo, kalau begit!]
- Gede: Nah, De sekenké ado padang ambengan ditu? [Ya, De benar ya di sana ada rumput ilalang?]
- Made: Seken, seken awaké ceng bareng? [Benar, Benar kamu mau ikut?]
- Gede: Uuéng, okék nyen nguluk-nguluk. [Iyalah, mask bohong]
- Made: Men, keto si enggelin! [Kalau seperti itu cepat]
- Gede: Antiang wéé nu nyangih arit. [Tunggu, saya masih mengasah sabit]
- Made: Men to awaké bo suud nyangih, wis bo jani, peng sing enggalan tangi tepet. [Itu kamu sudah selesai mengasah sabit, ayo dah sekarang, biar enggal keburu siang]
- Gede : Wis bo. [Ayo]
Kata-kata yang bercetak tebal merupakan dialek khas Desa Kedisan, Kintamani, yang jarag saya temukan di daerah lain. Dialek di atas merupakan dialek keseharian masyarakat Desa Kedisan, Kintamani. Dialek tersebut masih dapat kita temukan sampai sekarang. Jika kita artikan kata demi kata yang bercetat tebal tersebut. Dapat kita lihat dibawah ini:
- Ceng = mau
- Awaké = kamu
- Sekenké = benar ya
- Gégé = hutan
- Wéé = saya
- Neké = iya
- Uuéng = iyalah
- okék nyen = masak ya
- enggelin = cepat ya
- nyangih = mengasah
- men to = men itu
- wis = ayo
- wis bo = ayo kalau begitu
Kata tersebut sengaja saya pilah agar memudahkan dalam mengartikan kata bercetak tebal diatas. Disamping itu juga, agar memudahkan dalam membaca dialog diatas. Selain itu, dialek tersebut menjadi ciri-ciri dari Desa Kedisan, Kintamani. Yang dapat membedakan Desa Kedisan dengan yang lainnya, sekaligus memicu timbulnya suatu persaudaran baru dan keberagaman. Maka dari itu, dialek ini sangat penting untuk dilestarikan dan dipertahankan di tengah gerusan zaman modrenisasi.
Namun, seiring perkembangan zaman yang serba ITE seakan-akan dialek itu akan dilupakan. Karena masuknya budaya asing dan bahasa asing ke Bali sedikit demi sedikit dialek ini akan menurun. Maka dari itu, sudah sepantasnya kita semua mengambil andil dalam pelestarian dialek. Apakah diaelek ini akan tetap lestari di tengah arus globalisasi? [T]