Penulis: Kadek Santi Rahayu
________
Saat saya masih duduk di Sekolah Menengah Pertama (SMP), ada salah satu tetangga bertanya, “Tamat mau melanjutkan ke mana? Jangan sekolah jauh-jauh dan sekolah tinggi-tinggi, toh nanti juga kamu hanya akan jadi ibu rumah tangga!”,
Pertanyaan itu membuat amarah saya meningkat, apa yang salah jika perempuan sekolah tinggi-tinggi? Apa salah jika seorang berpendidikan, walaupun hanya jadi ibu rumah tangga.
Dulu pertanyaan dan pernyataan semacam itu memang biasa terjadi. Padahal zaman sekarang justru banyak perempuan yang dituntut untuk memiliki pendidikan yang tinggi karena sudah banyak yang menyadari bahwa perempuan akan menjadi pendidik pertama bagi anak-anaknya.
Saat ini banyak perempuan aktif dengan kegiatan sosial dan juga pekerjaannya, seiring dengan meningkatnya pengalaman, ilmu dan pendidikan yang ditempuhnya. Kegiatan perempuan masa kini tidak lagi hanya sebatas dapur, sumur dan kasur seperti istilah orang tua zaman dahulu.
Mereka mulai mengembangkan kiprah sesuai dengan passion-nya, sesuai dengan bidang yang ingin ditekuninya, namun tentu saja dengan tidak melupakan perannya sebagai perempuan, baik sebagai isteri ataupun sebagai ibu yang kegiatannya ini tidak mengesampingkan kewajibannya, dan tentu juga harus mendapat dukungan penuh dari keluarga, suami dan anak-anaknya.
Perempuan mempunyai kelebihan tersendiri. Misalnya perempuan bisa mengerjakan beberapa pekerjaan dalam waktu yang sama (multitasking), perempuan juga biasa berbagi peran yang disebut multiperan. Jika di rumah dia bisa menjadi seorang ibu untuk anak-anaknya dan menjadi seorang isteri bagi suaminya, dalam pekerjaannya dia bisa menjadi pemimpin, karyawan atau apa saja, bahkan terkadang pekerjaan keras yang membutuhkan tenaga laki-laki pun bisa dijalaninya.
Jika mengutip ucapan dari Najwa Shihab ketika ditanya lebih memilih mana antara seroang jurnalis atau ibu rumah tangga oleh Deni Cagur dalam sebuah acara televisi, beliau menjawab dengan tegas meskipun acara tersebut acara hiburan “Kenapa sih perempuan harus disuruh memilih, bukankah kita bisa mendapatkan keduanya, pertanyaan itu sejak awal sudah menempatkan posisi perempuan seolah-olah tak berdaya”. Pernyataan Najwa Shihab ini sesuai dengan kondisi perempuan masa kini yang sukses dalam karirnya, namun juga tetap harmonis dengan keluarganya.
Banyak contoh perempuan yang sukses dalam karirnya dan juga berprestasi, Tri Rismaharini sebagai Wali Kota Surabaya yang sudah mendapatkan banyak penghargaan atas gebrakan-gebrakannya dalam memimpin kota Surabaya, Susi Pudjiastuti, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan yang dengan tegas dan berani menenggelamkan kapal-kapal asing pencuri ikan di laut Indonesia, Sri Mulyani perempuan Indonesia pertama yang pernah menjabat sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia yang kini untuk ketiga kalinya menjabat sebagai Menteri di Indonesia dan sudah beberapa kali menyabet penghargaan di bidangnya. Megawati mantan Presiden dan juga pernah menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia dan masih banyak lagi.
Dengan berkembangnya pola pikir masyarakat di jaman sekarang, perempuan yang dulunya di anggap tidak perlu memiliki pendidikan tinggi sekarang malah dituntut agar memiliki pendidikan yang tinggi guna di kehidupan masa depannya tidak dianggap remeh di keluarga baru mereka (setelah menikah). Malahan sekarang banyak perempuan yang mengambil alih peranan para laki-laki dimana seharusnya laki-laki sebagai tulang punggung keluarga digantikan oleh perempuan. Cobalah kita amati di sekeliling kita banyak kita temui perempuan bekerja keras untuk menghidupi keluarganya.
Di zaman ini juga masih banyak perempuan menjadi kaum yang punya kemampuan tinggi untuk melakukan hal-hal terduga yang kadang memerlukan kekuatan fisik yang cukup besar. Di sekeliling saat musim panen cengkeh di desa saya perempuan juga bekerja memetik bunga cengkeh selayaknya kaum laki-laki, memanjat tangga atau “banggul” yang menjulang tinggi bagaikan menembus awan.
Ada juga perempuan yang sedang menyabit rumput untuk sapi yang dipeliharanya sendiri. Luar biasa bukan? Ada juga kalanya saya melihat banyak perempuan yang bekerja di pasar sebagai “tukang suun (jasa angkat barang)” mengangkat barang dengan berat puluhan kilo. Setelah saya pikir-pikir dimana kira-kira letak kelemahan perempuan jika keadaannnya seperti demikian? Sampai saat ini belum ada jawabannya.
Dengan perubahan jaman sekarang perempuan tidak ada yang mau ditindas, mereka lebih bisa mengekspresikan diri mereka secara bebas, mau kemana? Mau jadi apa? Dan mau melakukan apa? Mereka bebas berekspresi asalkan itu masih dilakukan dalam batas kewajaran.
Di akhir saya mau menyampaikan perempuan bukanlah kaum yang lemah namun kaum yang memiliki perasaan yang tulus, bukan makluk yang cengeng namun makluk yang memiliki cinta kasih yang suci. Jangan pernah menindas atau memamdang rendah seorang perempuan, karena kita tidak akan tau makluk yang dianggap lemah bisa berevolusi menjadi moster yang sesungguhnya. Hargailah mereka, cintailah mereka, niscaya hidup kita bagaikan berada di dalam surga.[T]
- Kadek Santi Rahayu, mahasiswa S Ilmu Manajemen Undiksha Singaraja, Auditor Inspektorat Kabupaten Tabanan