5 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Rajah Gairah Selepas Percintaan Kata || Novel “Yang Tersisa Usai Bercinta”

Akhmad Faozi SundoyobyAkhmad Faozi Sundoyo
January 8, 2021
inUlasan
Rajah Gairah Selepas Percintaan Kata || Novel “Yang Tersisa Usai Bercinta”
  • Judul: Yang Tersisa Usai Bercinta
  • Penulis: Cep Subhan KM
  • Penerbit: Odise Publishing, Yogyakarta
  • ISBN: 978-623-95462-2-9
  • Tebal: 182 halaman
  • Cetakan Pertama: November 2020

Bahasa, beribarat dengan alam. Alam menunggu datangnya seniman untuk memilah mana pasir kali dan mana emas murni. Seniman melingsirkan kebakuan bentuk kayu atau batu menjadi kebakaan rupa seni: patung, rumah, perkakas. Jika kebakuan itu adalah bahasa, seniman itu disebut ‘sastrawan’. Dia mengerami kata dan makna, sehingga lahir raga dan jiwa kata: sastra.

Hujan yang turun, caranya mengguyur, selalu sama sejak kala purba. Gairah dan senggama, caranya menekuk akal, rukuk di atas lutut, selalu sama sejak Adam dan Hawa. Sastra mengubah pola itu. Memutus momen ‘biasa’, membawanya pada ruang renung karya. Yang ‘biasa’, dipotong-potong, disusun ulang menjadi sajian pesta raya perkesanan dan pemaknaan.

Di seberang lain, sastra mirip kecap. Dikenal karena ‘rasa’ yang dibawa. Keduanya dibolehkan untuk mendakukan diri “no.1”. Semata karena rasa (lidah) tidak memiliki rumus (tulang) baku. Rasa pembacaan, memang tanpa kebakuan?!

Di Pati, daerah pesisiran (Utara) tempat saya lahir, ada dua merk kecap yang sama-sama Nomor Satu. Kecap Lele dan kecap Gentong. Memang sulit untuk mengatakan salah satunya sebagai ‘tak nomor satu’. Namun mudah saja mengatakan bahwa keduanya berada di level rasa yang berbeda dengan si Malika, atau Kecap Abjad yang biasa disponsorkan dan mensponsori kontes kuliner. Perbedaan yang berada pada satu atau dua grade lebih tinggi dari kecap-kecap (iklan) pasaran. Hal ini bukan karena semata ‘lidah tak bertulang’ dan rasa yang merdeka, namun lebih pada ‘sifat rasa’ yang konon amanah: tak pernah bohong. Enak, tidak butuh iklan. Terkecuali enaknya uang, itulah iklan.

Saya bercerita tentang ‘sifat kecap’, semata karena saya butuh abstraksi analogis untuk meringkus kesan setelah membaca satu novel karya Cep Subhan KM. Semacam gairah ngrasani kesusastraan yang muncul kembali setelah lama rukuk pada rutinitas non sastrawi.

Rajah Gairah: Simbol-Simbol Eksistensial

Berjudul Yang Tersisa Usai Bercinta (selanjutnya disebut YTUB), karya ini adalah Body Painting. Sebuah ketelanjangan yang bukan birahi sembrono. Walau topografi erotisme digelarkan, semata sebagai kanvas, untuk dikuasi dengan kata-kata yang—meminjam bahasa penulisnya—berkelas. Kelas yang bangku-bangkunya tidak hanya berisi murid-murid diksi belaka, tapi lebih pada fade in-out alur dan estetika perenungan eksistensial.

Saya merasakan, novel ini ditulis di kota. Dalam ruang di mana diri manusia menjadi pastura. Dengan segala lorong dan labirin ‘sisi dalam’. Sisi dalam ini kadang gilap, kadang, remang dan sumir. Sisi dalam manusia digarap begitu kokoh dalam novel ini, secara serius dan brutal.

YTUB memberi serentetan pertanyaan tentang ADA APA: Ada apa di balik kenormalan-kenampakan? Ada apa di balik rangkaian kata? Ada apa di balik rumah tangga, keharmonisan? Ada apa di balik politik sastra? Semacam mapping terhadap matriks realitas.

Karya ini ambisius. Karena selain wujudnya yang novel—bisa juga disebut novelet—penulisnya pula ber-esai dan berpuisi. Di beberapa babak, dia melakukan kerja menerjemah. Membawa teks-teks negeri seberang lautan untuk didiksikan dalam cerita. Naasnya, pembaca diberi tugas yang sama: menerjemahkan diksi-diksi itu.

Sepintas YTUB menggoda, mengelabuhi pembaca pada daya tarik ketubuhan: kehendak libidinal. Padahal godaan sebenarnya ada di balik itu. Yakni pada aliran sungai psiko-eksistensial yang justru lebih deras dan lebih bergolak di dalamnya.

Kekuatan YTUB ada pada karakter tokoh-tokohnya. Setiap tokoh dalam ruang cerita ini dihidupkan semanusiawi mungkin. Memang sekelebatan ada penampakan jin—dari Timur Tengah sepertinya—dalam cerita, tapi tak pernah ada malaikat dan setan. Setidaknya, tidak ada manusia yang dimalaikatkan atau disetankan. Manusia adalah manusia, dengan black hole batin masing-masing. Makhluk dengan satu pusaran lubang kelam tanpa definisi. Walaupun di luarnya tampil sebagai penulis, aktivis feminis, atau ustadz media.

Dalam lembar-lembar YTUB, manusia tidak dimungkinkan berkamar Barat atau Timur, rasional atau dungu. Manusia adalah pelancong abadi yang singgah pada tradisi masa lalu, namun tak mungkin menjadi pribumi di sana. Mereka magang di akademi Yunani, sembari teguh merapal mantra-mantra berfrekuensi klenik hakiki.

Novel ini penuh perkelindanan skandal atas normativitas. Kesetiaan, keluguan, kejujuran, alih-alih kesucian, diserdawakan begitu saja. Bumi YTUB adalah planet niskala yang mengorbit pada gairah kemungkinan. Satu semesta yang menolak dua warna pasti: hitam dan putih.

Novel yang bisa rampung dibaca sekali duduk ini, mempunyai bilik-bilik persinggahan yang di dalamnya kenormalan ditelanjangi. Hubungan suami-istri yang nampak baik-baik saja, ternyata mempunyai kabin bawah tanah yang menyimpan api tersekam. Asyiknya, justru tepat pada kabin (bersekam) inilah yang digarap serius oleh penulisnya. Sehingga tiap babak yang tergelar, bisa ‘membakar’ kapan saja. Di satu kobaran, tertangkap kemurungan eksistensial ala Budi Darma, Olenka. Kadang, muncul kewingitan batin Sunda-Jawa yang mistis. Kadang muncul nuansa kegilaan Freud dan Jung. Walaupun sangat minor, ada juga lintasan ‘situasi komedi’.

Sastra sebagai Kritik

Secara diksi, novel ini adalah tesaurus. Tidak hanya bahasa Indonesia, seringkali penulisnya melancong sampai aksen Latin. Pemilihan dan penggunaan bahasa-bahasa ini menjadi semakin bernyawa, saat pada raganya ditiupkan teori psikoanalisis dan cultural studies. Dan yang lebih menggairahkan, terselip (atau diselipkan tentu saja) aspek “sastra sebagai kritik”. Baik kritik sosial, maupun kritik terhadap kesusastraan sendiri.

Jika Budi Darma membaca novel ini, dia akan tersenyum. Karena kritiknya dalam Solilokui yang melihat adanya kecenderungan ‘kerja instan’ dalam penggarapan karya sastra di Indonesia terbantah. YTUB terasa sangat berusia, secara kata dan kepadatan kalimatnya. Misalnya (hlm. 49), “akan tetapi kerapian bukan satu-satunya hal yang membuat darah Pandu turun dari kepala, naik dari kaki, berkumpul di tengah-tengah menugurkan menara pada muara. Dalam gelap malam, bukan hanya angin yang bisa menggerakkan dedaunan.”   

Penulis YTUB seperti sadar betul bahwa kehadiran karya sastra, tidak cukup berisi fiksi pembunuh waktu. Tetapi lebih pada satu kerja seni. Seturut dengan Apresiasi Kesusastraan, sebentuk karya sastra baiknya memiliki kekuatan seni yang memadai. Aspek seni ini ditandai dengan fictionality, esthetic values, serta special use of language (Jakob Sumardjo dan Saini K.M., 1997: 13). Kutipan pada paragraf sebelum ini, saya kira sudah dapat mewakili esthetic values. Sedangkan untuk sifat kebahasaan yang khas dan nyeni, pembaca akan menemukan sendiri hampir menyekujur di setiap babak cerita.

Terakhir. Bagi saya—setelah terhantui oleh kesan pasca pembacaan—YTUB ini (terlalu) temaram. Semacam melulu pada dunia kaca: kamar perenungan. Mungkin sedemikian, saturasi yang diingini penulisnya. Tetapi bila mau diberikan keriangan Senyum Karyamin, misalnya, jejaknya akan lebih membumi dengan keseharian. Atau bila berkarsa menyerapkan nafas sajak (Rendra) Hai Ma, sisa-sisa senggama dalam YTUB akan (lebih) dewasa. Akan tetapi, bagi penulis yang sebelum ini telah menerbitkan sajak—dengan ketebalan satu buku—Hari Tanpa Nama yang akrab dan menaruh hati pada Goenawan Mohamad, sisi temaram mungkin sudah jadi jalan kekaryaannya.

Selebihnya, Yang Tersisa Usai Bercinta ini benar-benar telah merajahkan gairah pada pembaca. Gairah untuk terus hidup dalam tegangan kegelisahan dan kenikmatan. Gairah yang muncul-tenggelam di sebelum, selama, dan selepas menyenggamai sastra. [T]

Previous Post

Hope & Freedom – Run for Mental Health

Next Post

Canggihnya Teknologi Zaman Now, Hasilkan Uang dengan Cara Rebahan

Akhmad Faozi Sundoyo

Akhmad Faozi Sundoyo

Penulis adalah pembelajar Kawruh Jiwa Ki Ageng Suryomentaram. S1 Sosiologi Agama UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Momong anak lanang dan penikmat literasi. Domisili di Pundong, Bantul, Yogyakarta.

Next Post
Canggihnya Teknologi Zaman Now, Hasilkan Uang dengan Cara Rebahan

Canggihnya Teknologi Zaman Now, Hasilkan Uang dengan Cara Rebahan

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Covid-19 dalam Alam Pikir Religi Nusantara – Catatan Harian Sugi Lanus

    Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Sumbangan Ketut Bimbo pada Bahasa Bali | Ada 19 Paribasa Bali dalam Album “Mebalih Wayang”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lonte!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ritual Sebelum Bercinta | Cerpen Jaswanto

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Tidak Ada Definisi untuk Anak Pertama Saya

by Dewa Rhadea
June 4, 2025
0
Tawuran SD dan Gagalnya Pendidikan Holistik: Cermin Retak Indonesia Emas 2045

KADANG saya mencoba menjelaskan kepada orang-orang seperti apa anak pertama saya. Tapi jujur saja, saya tidak tahu bagaimana harus mendefinisikannya....

Read more

The Voices After Cak!: Keriuhan di Balik-balik Tubuh yang Diguncang

by Wulan Dewi Saraswati
June 4, 2025
0
The Voices After Cak!: Keriuhan di Balik-balik Tubuh yang Diguncang

MALAM di taman kuliner Ubud Food Festival sangat menggiurkan. Beberapa orang sudah siap duduk di deretan kursi depan, dan beberapa...

Read more

Susu dan Tinggi Badan Anak

by Gede Eka Subiarta
June 3, 2025
0
Puasa Sehat Ramadan: Menu Apa yang Sebaiknya Dipilih Saat Sahur dan Berbuka?

KALSIUM merupakan mineral utama yang diperlukan untuk pertumbuhan tulang kita, tepatnya untuk pertumbuhan tinggi badan. Kandungan kalsium tertinggi ada pada...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Kopernik dan Jejak Timor di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Kopernik dan Jejak Timor di Ubud Food Festival 2025

“Hey, do you sell this sauce? How much is it?” tanya seorang turis perempuan, menunjuk botol sambal di meja. “It’s...

by Dede Putra Wiguna
June 5, 2025
Menjaga Rasa, Menjaga Bangsa | Dari Diskusi Buku “Ragam Resep Pangan Lokal” di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Menjaga Rasa, Menjaga Bangsa | Dari Diskusi Buku “Ragam Resep Pangan Lokal” di Ubud Food Festival 2025

MATAHARI menggantung tenang di langit Ubud ketika jarum jam perlahan menyentuh angka 12.30. Hari itu, Minggu, 1 Juni 2025, Rumah...

by Dede Putra Wiguna
June 4, 2025
Lalapooh: Cinta, Crepes, dan Cerita di Tengah Pasar Senggol Pelabuhan Tua Buleleng
Kuliner

Lalapooh: Cinta, Crepes, dan Cerita di Tengah Pasar Senggol Pelabuhan Tua Buleleng

SORE menjelang malam di Pasar Senggol, di Pelabuhan Tua Buleleng, selalu tercium satu aroma khas yang menguar: adonan tipis berbahan...

by Putu Gangga Pradipta
June 4, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [18]: Bau Gosong di “Pantry” Fakultas

June 5, 2025
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co