Penulis: Made Anik Wiryantini
_______
Beberapa bulan ini janda bolong menjadi viral di Indonesia ketika sebuah akun gosip di sebuah media sosial memuat berita tentang “janda” yang “bolong” itu. Janda bolong bukan janda yang bolong sebagaimana arti sebenarnya. Janda bolong adalah sebutan untuk tanaman dengan nama ilmiah Monstera Adansonii. Tanaman ini disebut janda bolong karena daunnya memiliki keunikan yaitu bentuk daun yang memiliki banyak lubang.
Tanaman ini menjadi viral karena harga janda bolong variegata mampu menembus angka puluhan juta rupiah. Tanaman disebut variegata jika memiliki campuran corak warna unik yang berbeda seperti putih atau pink dalam satu tanaman.
Selain janda bolong, sekitar bulan November 2020 media sosial juga ramai terkait pemberitaan transaksi pertukaran sebuah mobil Toyota Avansa dengan tiga jenis tanaman hias variegata yang tergolong langka di Kediri, Jawa Timur. Sungguh harga yang fantastis untuk sebuah tanaman hias, dan meskipun tidak masuk logika bagi sebagian besar masyarakat tetapi transaksi ini nyata terjadi.
Hingga saat ini dengan menggunakan mesin pencarian google, kita dapat melihat kisaran harga untuk tanaman variegata masih mencapai jutaan rupiah. Tingginya permintaan yang tidak sebanding dengan ketersediaan tanaman mendorong tingginya harga jual.
Terlepas dari harga tanaman hias yang saat ini mengalami lonjakan, jika diamati perkembangan trend tanaman hias merupakan fenomena perubahan yang terjadi di masyarakat akibat Pandemi Covid 19. Masyarakat yang dilanda kecemasan, ketakutan, kesedihan berujung pada kebosanan karena memiliki banyak waktu luang di rumah saja. Kebijakan pembatasan sosial mendorong masyarakat mencari aktivitas yang bisa dikerjakan di rumah, dan berkebun adalah salah satu aktivitas yang banyak dipilih masyarakat.
Media sosial juga mempengaruhi minat masyarakat. Jika sebelum pandemi, artis, selebgram ataupun sosialita memamerkan foto travelling dan barang-barang mewah, maka saat ini media sosial mereka dipenuhi dengan berbagai postingan tanaman hias variegata. Bahkan saat ini pameran tanaman hias sudah merambah mall dan pusat-pusat perbelanjaan, sehingga secara tidak langsung mendorong fenomena berkebun di masyarakat.
Berkebun bisa menjadi langkah awal untuk menghijaukan bumi dari rumah. Berkebun juga memiliki segudang manfaat. Dikutip website Hello Sehat, berdasarkan beberapa hasil penelitian, berkebun dapat meningkatkan daya tahan tubuh, dapat menjaga kesehatan otak, meningkatkan koordinasi dan kekuatan tangan bahkan dapat menurunkan berat badan karena menuntut pemiliknya jadi aktif bergerak.
Beberapa jenis tanaman hias juga memiliki manfaat penting bagi kesehatan, misalnya :
- Sirih Gading dan Lidah Mertua yang dapat menangkal polusi dan radiasi elektromagnetik,
- Peace lily yang mampu mengurangi tingkat kelembaban udara,
- Tanaman lavender yang mampu mengusir nyamuk dan berbagai tanaman lainnya.
Perubahan pola hidup masyarakat yang terjadi akibat pandemi memunculkan peluang bisnis tanaman hias, termasuk di Bali ataupun di Kabupaten Buleleng khususnya. Jika diamati bisnis tanaman hias sangat potensial untuk ditekuni. Di satu sisi tingginya permintaan masyarakat baik berupa tanaman hias maupun bunga potong juga didukung oleh ketersediaan tanaman yang jenisnya cukup banyak dan mudah dibudidayakan di Indonesia ataupun di Kabupaten Buleleng yang beriklim tropis dan memiliki banyak keanekaragaman hayati.
Dari sebuah acara televisi, seorang pebisnis tanaman hias di Jakarta baru-baru ini mengklaim bahwa omzet penjualan tanamannya mencapai Rp. 700 juta dalam sebulan. Penjualan tanamannya melayani pengiriman ke seluruh Indonesia bahkan saat ini sudah merambah luar negeri. Metode pemasaran yang digunakan juga cukup mudah yaitu dengan memanfaatkan media sosial seperti live sale di Instagram, pameran tanaman di mall, disamping menerima kunjungan langsung ke tempat penjualan.
Dengan perkembangan teknologi saat ini, penjualan tanaman online seperti di marketplace, maupun melalui media sosial seperti ‘peken online’ sangat mudah dan marak dilakukan. Konsumen cukup diam dirumah, kemudian memilih tanaman melalui media sosial, disepakati maka tanaman akan diantarkan kepada pelanggan melalui ekspedisi yang saat ini dapat dengan mudah ditemukan.
Ditinjau dari sisi resiko, bisnis ini dinilai minim resiko, bahkan jika tanaman dirawat jangka waktu lama dan tanaman akan bertambah besar maka harga jualnya juga akan semakin meningkat.
Selain tanaman hias dalam pot, bisnis bunga potong juga merupakan peluang bisnis yang menjanjikan saat ini. Seorang petani bunga Anthurium dan Cemara dari Desa Pancasari menuturkan dari lahan 200 m2 yang ditanami bunga anthurium dan tiga pohon cemara, dalam dua minggu beliau bisa memanen 700 tangkai bunga seharga Rp. 1000/tangkai untuk jenis lokal bahkan untuk jenis impor harganya mencapai Rp. 2500/tangkai. Penjualan cemara juga sangat menguntungkan, karena sekarung plastik cemara harganya mencapai Rp. 150.000. Dapat dibayangkan berapa penghasilan setiap bulannya hanya dengan menjadi petani bunga saja.
Kemudian bagaimana dengan permintaan bunga potong ? Bunga potong dibutuhkan untuk berbagai acara seperti pernikahan, dekorasi, bahkan upacara pemakaman. Saat ini bunga potong di Bali juga menjadi kebutuhan bagi bisnis perhotelan, restoran dan perkantoran. Bertambahnya jumlah usaha florist di Kota Singaraja maupun kota-kota lain di Bali juga menunjukkan bahwa permintaan masyarakat terhadap bunga potong semakin meningkat.
Apakah nanti dengan berakhirnya masa Pandemi, trend tanaman hias juga hilang ? Bisa saja trend tanaman hias menurun tetapi dengan berkembangnya budidaya pertanian, munculnya varietas baru tentunya akan tetap menjadi daya tarik bagi pecinta tanaman hias. Selain itu, bertambahnya pemahaman masyarakat akan manfaat berkebun sekaligus penerapan aturan tata ruang yang mewajibkan masyarakat menyediakan lahan minimal 20% dari total luas lahan yang dimiliki sebagai Ruang Terbuka Hijau di rumah masing-masing tentu akan menjadi potensi/peluang berkembangnya bisnis tanaman hias.
Perubahan tentunya akan terus terjadi baik perubahan akibat pola hidup masyarakat, perubahan akibat pembangunan ataupun sebab-sebab lainnya. Untuk bisa beradaptasi dengan perubahan maka diperlukan kejelian untuk selalu melihat peluang dalam setiap perubahan sekaligus menyusun strategi untuk memanfaatkan peluang tersebut.
Dengan berbagai perubahan yang terjadi di masyarakat mungkin nanti slogan HARTA, TAHTA DAN WANITA akan bergeser menjadi HARTA, TAHTA DAN VARIEGATA. SALAM PERUBAHAN !
- Made Anik Wiryantini, ST, Mahasiswa S2 Ilmu Manajemen Universitas Pendidikan Ganesha sekaligus Owner @Urban.Garden.Bali