“Anak Pak Lurah” beberapa hari terakhir ini menjadi trending topik di media sosial. Hal ini disebabkan oleh pemberitaan Majalah Tempo tentang rekomendasi pembuatan goodie bag alias kantong kemasan untuk paket bansos dari Kementerian Sosial. Frase anak Pak Lurah mengacu pada Gibran Rakabuming yang disebut-sebut sebagai pihak yang merekomendasikan PT Sritex ke Kemensos untuk pembuatan tas itu. Gibran Rakabuming sudah memberi klarifikasi atas berita itu.
Yang menarik dari pemberitaan itu bukan saja masalah jatah kantong bansos itu, melainkan juga penggunaan frase “Anak Pak Lurah”, yang merujuk pada Gibran yang baru saja memenangkan Pilkada Solo. Apakah ini sebuah konspirasi untuk menjatuhkan Gibran? Tulisan ini tak membahas soal itu. Yang menjadi pertanyaan menarik adalah, mengapa hanya untuk menyebut nama Gibran dalam masalah ini harus menggunakan frase anak Pak Lurah. Mengapa tidak memakai anak Bapak Kepala Desa. Mengapa tidak memakai anak Pak Camat. Apakah ada sesuatu yang istimewa dari penggunaan frase anak Pak Lurah.
Makna kata lurah dalam Kamus Besar bahasa Indonesia, kata lurah berarti (1) kepala pemerintahan tingkat terendah; kepala desa; (2) kepala atau pimpinan suatu bagian pekerjaan. Mengapa Gibran sebagai anak presiden dibandingkan dengan anak Pak Lurah yang hanya memimpin wilayah kelurahan. Jika dibandingkan wilayah kekuasaan antara seorang lurah dengan presiden tentu sangat-sangat tidak sebanding.
Apa makna yang tersirat pada frase anak Pak Lurah. Secara semantik ada tiga pendekatan untuk menganalisis makna dari sebuah kata.
Pertama, pendekatan konseptual memandang bahwa setiap satuan ujaran (leksem atau kata) pada dirinya secara inheren telah terkandung suatu konsep, gagasan, ide atau pemikiran mengenai sesuatu yang ada, terjadi, berlangsung atau yang dilakukan dalam dunia nyata. Pendekatan ini berawal dari teori yang dilontarkan Bapak Linguistik Modern, yaitu Ferdinand de Saussure (1857-1913) bahwa setiap tanda linguistik (Signe Linguistique) terdiri dari dua komponen, yaitu penanda (signifian) dan petanda (signifie)
Yang dimaksud dengan penanda adalah wujud bunyi bahasa dalam bentuk urutan fonem tertentu, sedangkan yang dimaksud dengan petanda adalah konsep gagasan, ide atau pengertian yang dimiliki oleh penanda itu. Umpamanya tanda linguistik yang di sini ditampilkan dalam wujud ortografis (kuda) terdiri dari komponen penanda dalam wujud deretan fonem /k/, /u/, /d/, dan /a/; dan komponen petanda, yaitu berupa konsep atau makna sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai (Chaer, 2020). Demikian pula frase anak Pak Lurah jika dianalisis secara pendekatan konseptual, Anak Pak Lurah merupakan penanda yang terdiri dari deretan fonem /a/,/n/,/a/,/k/,/p/,/a/,/k/,/l/,/u/,/r/,/a/,/h/. Deretan fonem tersebut memiliki komponen petanda anak dari seorang kepala pemerintahan terendah (kelurahan).
Kedua, pendekatan komponensial, setiap kata itu dapat dianalisis atau diuraikan atas sejumlah ciri atau komponen yang membentuk makna kata itu secara keseluruhan. Umpamanya kata bapak memiliki komponen atau ciri makna sebagai berikut: bapak (+ manusia,+ dewasa,+ punya anak, + sapaan dari anak untuk orang tua laki-laki, dan + sapaan terhadap orang laki-laki lain), ayah (+ manusia,+ dewasa,+ punya anak,+ sapaan dari anak untuk orang tua laki-laki, – sapaan terhadap orang laki-laki lain). (tanda + berarti memiliki ciri atau komponen makna itu; tanda – berarti tidak memiliki ciri makna itu dan tanda ± bisa memiliki bisa tidak).
Dari ciri atau komponen makna bisa kita lihat bahwa kata bapak bisa digunakan untuk menyapa siapa saja yang pantas disebut bapak atau pantas dihormati. Kalimat (1) berikut berterima dan (2) tidak berterima. (1) kami mohon kesediaan Bapak lurah untuk membuka pertemuan ini. (2) Kami mohon kesediaan ayah lurah untuk membuka pertemuan ini.
Beranalogi dari analisis tersebut kata presiden dan lurah memiliki komponen makna:
Presiden
+ kepala pemerintahan (tertinggi)
+ cakupan wilayah (negara dalam bentuk republik)
Lurah
+ kepala pemerintahan (terendah)
+ cakupan wilayah (kelurahan)
Analisis berdasar pada komponen makna sangat jelas perbedaan antara presiden dan lurah. Presiden merupakan kepala pemerintahan suatu negara yang berbentuk republik sedangkan lurah merupakan kepala pemerintahan (terendah) suatu kelurahan. Yang menjadi pertanyaan mengapa majalah Tempo menggunakan frase Anak Pak Lurah untuk merujuk pada Gibran. Apakah pemerintahan Pak Jokowi dianggap seperti pemerintahan sebuah kelurahan? Apakah dengan menganggap Gibran sebagai anak Pak Lurah, tersirat bahwa memimpin negara seperti memimpin sebuah kelurahan dan ada suatu stigma negatif terhadap pemerintahan kelurahan, misalnya sistem birokrasi kelurahan tidak dilakukan dengan menerapkan prinsip manajemen good governance? Secara implisit, misalnya, pemimpin keluharan bisa begitu mudah melibatkan anggota keluarga dalam proyek pembangunan.
Ketiga, pendekatan operasional menyatakan bahwa makna setiap leksem/kata sangat tergantung pada konteks (kalimat) di mana kata itu digunakan. Frase anak Pak Lurah, mungkin digunakan untuk menyindir dan memberikan kritik secara tidak langsung. Majalah Tempo tidak dengan terang-terangan menyebut keterlibatan anak presiden dalam memberikan rekomendasi PT Sritex. Ini merupakan bentuk satire. [T]