Legenda ini menceritakan terjadinya suatu dusun. Dusun itu bernama Dusun Batu Megaang. Dusun itu merupakan wilayah Desa Pucaksari. Desa Pucaksari terletak di daerah pegunungan dengan ketinggian 750 meter dari permukaan laut. Desa Pucaksari merupakan wilayah Kecamatan Busungbiu, Kabupaten Buleleng, Bali. Desa Pucaksari merupakan daerah yang sangat subur dengan udara yang begitu sejuk. Mata pencaharian penduduk Desa Pucaksari sebagai petani kopi dan tenaga kerja migran di Kota Denpasar.
Sifat kegotong royongan penduduk Desa Pucaksari masih sangat tinggi. Penduduknya begitu ramah dengan pendatang dan memiliki sifat keterbukaan terhadap pembaharuan. Ada kearifan lokal (berupa legenda) yang belum diketahui penduduk desa tersebut yang berkaitan dengan asal-usul terjadinya Dusun Batu Megaang (megaang ‘merangkak’). Batu Megaang artinya batu yang merangkak.
Penulisan cerita ini bertujuan untuk mendokumentasikan satra lisan yang merupakan kearifan lokal yang dimiliki masyarakat. Kearifan lokal tersebut akan tetap diketahui oleh generasi sekarang maupun generasi mendatang sehingga keraifan lokal tetap terjaga secara turun-temurun.
Dahulu kala, ada sekelompok masyarakat yang mendiami suatu wilayah yang diapit oleh perbukitan. Ada aliran sungai yang mengalir dekat wilayah itu. Wilayah tersebut merupakan wilayah pertanian yang subur. Bentangan sawah membuat wilayah itu begitu asri. Mata pencaharian penduduknya adalah bertani (sawah).
Setiap hari penduduk pergi ke sawah untuk mengolah sawah. Petani mengolah sawah seharian penuh. Ketika bulan purnama petani bisa bekerja di sawah sampai larut malam. Petani dengan tekun mengerjakan sawah dengan bergotong royong.
Pada saat bulan purnama terjadi keanehan di wilayah itu. Penduduk mendengar suara bergemuruh. Penduduk ketakutan. Dengan segera, penduduk yang masih mengerjakan sawah pulang ke rumahnya. Suara gemuruh tersebut diakibatkan oleh pergerakan batu besar mengarah ke bukit. Ada seorang penggembala itik yang berani mendekati batu besar itu.
Penggembala Itik :
“ Hai batu besar. Kehadiranmu menimbulkan ketakutan bagi penduduk. Apa sebenarnya keinginanmu? ”
Batu Besar :
“ Penggembala itik, aku akan menjadikan wilayah ini menjadi danau.”
Penggembala Itik :
“ Kamu jangan main-main Batu Besar.”
Batu Besar :
“ Aku tidak main-main. Siapapun yang menghalangi niatku akan aku kubur di dasar danau.”
Pengembala Itik :
“ Jangan kamu mengancam, Aku akan menghalangi niatmu.”
Batu Besar :
“ Hai, pengembala itik. Aku bisa mencelakai kamu. Minggirlah!”
Pengembala Itik :
“ Aku tidak akan minggir Batu Besar.”
Batu Besar :
“ Minggirlah. Jika kamu tidak menghalangi niatku. Aku akan berikan apapun yang kamu mau.”
Pengembala Itik :
“ Aku tidak butuh harta Batu Besar.” Aku ada di sini untuk menyelamatkan penduduk.”
Batu Besar :
“ Besar juga nyalimu Pengembala Itik. Minggirlah!”
Pengembala Itik :
“ Aku tidak akan minggir.”
[Dengan kekuatannya, Batu Besar itu mulai bergerak dan tanah yang dilalui amblas. Melihat kejadian itu Penggembala Itik terus menghalangi niat Batu Besar itu. Penggembala Itik berharap pagi segera datang. Dengan itu, niat Batu Besar dapat dihentikan. Tidak disadari, langit di ufuk Timur berwarna merah. Itu menandakan pagi segera datang. Dengan sigap, Penggembala Itik memukul kentongan berulang-ulang.]
[Penduduk berhamburan ke luar rumah menuju ke suara kentongan. Alangkah terkejutnya, penduduk melihat batu besar bergerak.]
Penduduk :
“ Batu besar, batu besar.”
[Teriakan itu membuat Batu Besar menghentikan niatnya. Batu itu berhenti bergerak dan diam selamanya]
Pengembala Itik :
“ Terima kasih semuanya. Kalian telah membantu usahaku menghentikan niat Batu Besar.”
Penduduk :
“ Siapakah Tuan sebenarnya?”
Pengembala Itik :
“ Aku adalah Dewa Wisnu datang menyelamatkan kalian dari niat jahat Batu Besar.”
Penduduk ;
“Terima kasih Dewa, atas pertolongan Mu.”
[Pengembala Itik segera menghilang. Penduduk kembali ke rumah masing-masing. Sejak saat itu penduduk menamai wilayah tempat tinggalnya dengan nama Batu Megaang (Batu Merangkak). Batu itu sampai sekarang masih ada di tegalan penduduk.]
________
- Diceritakan oleh : I Ketut Suar Adnyana
- Informan : Kumpi Rai (alm., Batu Megaang), Ni Nyoman Nalin (alm.), dan I Wayan Belayag (Alm.)
- Terima kasih disampaikan kepada informan Kumpi Rai, dan kedua orang tua penulis ( I Wayan Belayag dan Ni Nyoman Nalin) yang sudah meluangkan waktu untuk mendongeng tentang Legenda Batu Megaang sebagai pengantar tidur.