15 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Gadis yang Lahir dari Rembulan

Arya Lawa ManuababyArya Lawa Manuaba
December 6, 2020
inCerpen
Gadis yang Lahir dari Rembulan

Sebuah karya dalam Pameran Mandiri Mahasiswa Seni Rupa Undiksha Singaraja Bali ,2 Mei 2017 || Foto: Mursal Buyung

Cerpen: Arya Lawa Manuaba

___

Sejak aku kanak-kanak, setiap pemuda yang lalu-lalang di pasar malam akan mengajukan pertanyaan yang sama.

“Wahai gadis mungil yang manis, siapakah ayah dan ibumu?”

“Ayahku adalah rembulan dan aku lahir dari rahim seorang peri.”

Jawabanku begitu lancar, sebab nenek mengajarkannya kepadaku setiap hari. Harus kuhapalkan tanpa salah. Apabila nyonya-nyonya di pojok pasar itu bertanya lagi tentang ayah dan ibuku, maka begitulah jawabanku. Ayahku adalah rembulan dan aku lahir dari rahim seorang peri. Jika kukatakan terbalik—ibuku rembulan dan ayahku peri,—maka nenek akan marah besar.

Tak hanya pemuda-pemuda anyir di pasar malam yang terpikat pada wajahku. Orang-orang di terminal juga, para pemungut sampah plastik, dan orang-orang kaya yang mengantri di loket untuk memesan makanan siap saji tanpa keluar dari mobil. Katanya wajahku begitu jelita. Entah apa yang menyebabkannya demikian. Alisku yang tebal dan lentik barangkali? Atau mungkin bentuk mukaku yang bulat berseri. Mungkin pula rambut keritingku yang terjuntai dihela angin malam.

Orang-orang itu tentunya ingin tahu paduan sepasang manusia mana yang mampu menciptakan wajah anak sesempurna itu? Pasti ibunya adalah seorang ningrat, dan bapaknya adalah pemuda terpilih dari keluarga kerajaan yang darahnya tak pernah tercampur dengan orang-orang lusuh.

Tetapi bahkan tatkala aku bertanya kepada nenek, dia selalu berkata hal yang sama.

“Malini cucuku. Ayahmu adalah rembulan dan engkau lahir dari seorang peri.”

Sudah lebih dari tujuh belas tahun jawaban itu kuhapalkan, dan ajaibnya, aku percaya. Tiap kali aku bertanya siapakah ayah dan ibuku, nenek akan menatap rembulan dan mulai berkisah tentang seorang peri yang duduk di atas batu, menunggu cahaya rembulan menjamahnya kala tengah malam. Lama ia menyanyi hingga kurus dan layu, hingga malam menebal dan memekat. Kemudian, rembulan muncul dan membelai peri dengan cahayanya yang dingin. Tatkala aku dilahirkan, peri itu pergi, dipanggil lonceng surga sebab pintu surga akan tertutup di kala fajar. Selesai sudah. Inilah aku kini.

Melihat peri itu pergi, rembulan menjadi pucat dan sedih. Semakin kuat cahaya matahari, semakin rembulan jadi pucat, lalu lenyap di cakrawala barat. Begitu kisah nenek tentang riwayat kelahiranku.

“Benarkah ayahku adalah rembulan dan ibuku seorang peri?” aku bertanya begitu sungguh-sungguh.

Nenek mengangguk dengan mantap, mengimbangi seriusnya nada tanyaku. Jawabannya tak pernah berubah. Samasekali tak ada keragu-raguan.

“Lalu mengapa mereka meninggalkanku di sini?”

“Mereka tidak pernah meninggalkanmu,” nenek menyentuh dadaku yang kala itu mulai merekah remaja. “Mereka selalu ada di dalam sini.”

Dan dengan bekal jawaban sederhana itu aku pergi ke sekolah setiap pagi, berseragam rapi, memikul tas oranye penuh buku, dan mematri segaris senyum lebar di bibirku yang jadi pujian tiap guru. Sedikit tidaknya senyum itu bakal bertahan hingga tengah hari, sampai kata-kata ini mulai lagi menghujam telingaku.

“Malini tidak punya bapak dan ibu!”

“Malini anak pungut!”

Begitu kata mereka tiap hari. Meleleh tangisku mendengar itu. Semua senyum yang dibekali nenek tatkala aku berangkat habis sudah, melebur jadi air mata.

“Ayahku adalah rembulan dan aku lahir dari rahim seorang peri!” selalu kalimat hapalan itu yang kupakai sebagai jawaban.

Kawan-kawanku tertawa makin kencang.

“Mana mungkin peri dan bulan bisa beranak manusia? Kamu penipu! Pembohong! Besar mulut!”

Namun tak pernah batinku berkhianat. Aku selalu percaya bahwa ibuku adalah seorang peri yang suatu hari bercengkerama bersama rembulan. Jika tidak demikian, bagaimana mungkin aku punya wajah yang begitu cantik? Kawan-kawan hanya iri kepadaku, sebab mereka tak punya mata biru yang cemerlang, kulit keemasan yang selembut kelopak lotus, dan rambut keriting yang hitam kebiruan. Apalagi jika mereka melihat pinggangku yang berlekuk gemulai. Mereka tentunya iri. Ibu guru pun berkata aku bagaikan bidadari mungil, laksana boneka terbaik yang hidup dan berjalan-jalan.

Malam itu, aku bangkit dari kasur, berjinjit pelan menuruni tangga kayu yang kadang-kadang berkeriut berisik. Aku pergi ke halaman, berlutut, menunggu rembulan muncul. Malam itu harus kupastikan sebuah jawaban. Jika tak ada seorang pun yang percaya padaku, maka biarlah aku sendiri yang melihatnya. Bila tak ada seorang pun yang pernah melihat ayah dan ibuku, maka biarlah aku sendiri yang melihat mereka.

“Ayahku adalah rembulan dan aku lahir dari rahim seorang peri.”

Terus kurapalkan kata-kata itu, bagaikan sebuah untaian doa yang khusuk nan dalam.

Rembulan baru saja terbit di cakrawala. Malam itu mesti aku bertanya padadanya. Jika rembulan memang benar ayahku, maka dia akan memberitahu di mana ibuku. Bila ibuku seorang peri, mengapa tak dibawanya aku bersamanya, hengkang dari hiruk pikuk terminal yang penuh begal, titik-titik gelap yang mesum di pasar malam, dan pemuda-pemuda pedagang asongan yang liurnya menetes menatapku.

Lama sudah aku berlutut, namun kuputuskan tak akan bergerak hingga rembulan memberiku jawaban.

Embun jatuh tertabur di rerumputan. Malam melebarkan sayap, memelukkku erat, membuaiku agar kembali dan meringkuk di balik selimut. Tetapi tidak. Aku harus bertanya pada rembulan malam itu juga.

Tatkala rembulan meninggi, menunjukkan betapa tampannya ia di atas cakrawala, sepasang tangan memeluk dadaku.

“Nenek?”

Hanya tawa yang kudapat sebagai jawaban.

“Biarkan saya di sini, Nenek,” pintaku. “Saya ingin bertanya kepada rembulan.”

“Tak perlu kamu bertanya lagi pada rembulan,” nenek mengangkat bahuku, membujukku bangkit. “Rembulan tak akan pernah memberi jawaban. Dia punya misterinya sendiri. Kamulah yang mesti mencari dan menemukannya.”

“Bagaimana saya bisa mencarinya sendiri?”

“Dia tak bisa menjawab pertanyaanmu, tapi barangkali dia bisa menunjukkannya padamu.”

Kemudian kuikuti nenek. Dia berjalan terseok, berbelok di tikungan, melewati rumah-rumah temaram yang lelap di pelukan malam. Masuk di lorong kecil, keluar di ujung pasar, berpapasan dengan orang-orang lusuh, pemuda-pemuda yang liurnya menetes, dan lelaki tirus berambut panjang penjaga pasar. Aku terus mengikuti ke mana nenek melangkah. Dibuntutinya cahaya rembulan, menembus suramnya titik-titik mesum di pojok pasar malam, tempat lelaki dan perempuan beradu napas. Diterobosnya peminum tuak yang mengigau, anjing-anjing kacang tanpa kalung, dan penjaja rokok yang terjaga hingga subuh. Pemungut sampah plastik yang batuk-batuk digerayangi TBC dilewatinya begitu saja. Nenek berjalan hingga jauh. Jauh dari suara terminal dan pasar malam. Jauh dari tapal batas peradaban. Jauh dari segala bebauan manusia.

Di bukit batu itu, nenek lalu berhenti. Dia memeluk pundakku erat, melindungiku dari terpaan angin malam yang tajam.

“Kita sudah sampai, Malini,” begitu nenek berkata.”Di tengah malam, saat bulan purnama berlaga di atas cakrawala.”

“Ayahku adalah rembulan dan aku lahir dari rahim seorang peri,” kembali kuingat kalimat hapalan itu. Satu-satunya doa yang bisa kuucapkan hanya itu. Tak ada yang lain. Kalimat itu adalah muara dari segala kenyataan dan imajinasi yang bisa kubayangkan. Entah rasa takjub atau takut, amarah atau lelana, gempita atau lara, maka aku hanya akan mengingat bahwa aku anak rembulan dan peri yang bertemu di bukit batu malam itu.

Lalu nenek menunjuk ke satu arah. Mataku mengikutinya, tepat di bawah cahaya bulan. Ada rumah-rumah gelap gulita, remang-remang mesum di pojok pasar malam, gang-gang sempit dengan tali jemuran yang berseliweran. Di tepian lain kulihat pemuda-pemuda dengan liur menetes, pasangan lelaki dan perempuan, pria tirus berambut panjang dan penjual rokok yang terjaga sampai subuh. Semuanya ada di bawah cahaya rembulan.

“Di sana ibumu melahirkanmu, Malini,” desau nenek. “Di pojok remang pasar malam, di bawah cahaya rembulan. Lalu aku membawamu pulang, sebab malam begitu laknat.”

“Akankah ibu dan ayah menjemputku suatu hari?” aku bertanya.

“Tentu saja,” nenek mengusap kepalaku, membelai rambutku yang keriting berombak. “Sebab kamu adalah anak seorang peri, itulah sebabnya hatimu adalah hati seorang peri, wajahmu yang jelita adalah wajah seorang peri.”

Balas kupeluk nenek. “Aku ingin menjadi peri seperti ibuku.”

“Pastilah kamu bisa,” nenek berujar mantap. “Selama kamu mengikuti cahaya rembulan, sebab gelapnya malam begitu laknat.”

Dan begitulah rasa banggaku kembali. Biarlah mereka berkata apa pun tentang diriku, tentang ayah dan ibuku yang tak pernah mereka kenal. Biarlah orang-orang itu lega dengan semua ejekannya. Pemuda-pemuda itu sibuk mengeringkan liurnya, dan nyonya-nyonya penjaga pojok remang giat menghitung setoran. Aku, Malini, tak hirau lagi pada bujuk rayu atau bualan mereka. Mereka tak mengenal siapa aku, ayah dan ibuku.

Wajar saja. Sebab ayahku adalah rembulan dan aku lahir dari rahim seorang peri. [T]


Di suatu malam purnama

di padang ilalang

Previous Post

Legenda Dusun Batu Megaang di Busungbiu

Next Post

Oki Bujana dan Nuansa Tradisi dalam Electronic Dance Music

Arya Lawa Manuaba

Arya Lawa Manuaba

Pendidik, penulis dan peneliti bidang etnopedagogi dan etnoliterasi. Dia menyukai hutan, gunung dan langit malam. Ia bisa disapa di akun Facebook (Arya Lawa Manuaba) atau Instagram @arya_lawa_manuaba.

Next Post
Oki Bujana dan Nuansa Tradisi dalam Electronic Dance Music

Oki Bujana dan Nuansa Tradisi dalam Electronic Dance Music

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

‘Puisi Visual’ I Nyoman Diwarupa

by Hartanto
May 14, 2025
0
‘Puisi Visual’ I Nyoman Diwarupa

BERANJAK dari karya dwi matra Diwarupa yang bertajuk “Metastomata 1& 2” ini, ia mengusung suatu bentuk abstrak. Menurutnya, secara empiris...

Read more

Menakar Kemelekan Informasi Suku Baduy

by Asep Kurnia
May 14, 2025
0
Tugas Etnis Baduy: “Ngasuh Ratu Ngayak Menak”

“Di era teknologi digital, siapa pun manusia yang lebih awal memiliki informasi maka dia akan jadi Raja dan siapa yang ...

Read more

Pendidikan di Era Kolonial, Sebuah Catatan Perenungan

by Pandu Adithama Wisnuputra
May 13, 2025
0
Mengemas Masa Silam: Tantangan Pembelajaran Sejarah bagi Generasi Muda

PENDIDIKAN adalah hak semua orang tanpa kecuali, termasuk di negeri kita. Hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak,  dijamin oleh konstitusi...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

May 13, 2025
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
45 Tahun Rasa itu Tak Mati-mati: Ini Kisah Siobak Seririt Penakluk Hati
Kuliner

45 Tahun Rasa itu Tak Mati-mati: Ini Kisah Siobak Seririt Penakluk Hati

SIANG itu, langit Seririt menumpahkan rintik hujan tanpa henti. Tiba-tiba, ibu saya melontarkan keinginan yang tak terbantahkan. ”Mang, rasanya enak...

by Komang Puja Savitri
May 14, 2025
Pendekatan “Deep Learning” dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila 
Khas

Pendekatan “Deep Learning” dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila

PROJEK Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P-5) di SMA Negeri 2 Kuta Selatan (Toska)  telah memasuki fase akhir, bersamaan dengan berakhirnya...

by I Nyoman Tingkat
May 12, 2025
Diskusi dan Pameran Seni dalam Peluncuran Fasilitas Black Soldier Fly di Kulidan Kitchen and Space
Pameran

Diskusi dan Pameran Seni dalam Peluncuran Fasilitas Black Soldier Fly di Kulidan Kitchen and Space

JUMLAH karya seni yang dipamerkan, tidaklah terlalu banyak. Tetapi, karya seni itu menarik pengunjung. Selain idenya unik, makna dan pesan...

by Nyoman Budarsana
May 11, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

May 11, 2025
Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

May 11, 2025
Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

May 11, 2025
Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

May 10, 2025
Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

May 10, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co