I Meong, Kuluk Ajak Bikul mejalan ngalih aling aling
ngambin tukad yeh ne gede
hujan bales megrudugan, tukade blabar.
ngelangi adeng-adeng pang sing hanyut
I meong, ngeong ngeong
I Bikul, ciit ciit ciiit
I kuluk, ngus ngus kong kong
Kira-kira begitu lirik lagu gubahan Reza Maraneka, saat I Bikul, Meong dan I Kuluk menyeberangi sungai saat hujan deras. Mereka hendak mengambil aling-aling milik Pan Jempenit yang telah dicuri. Setelah pentas di Pesta Boneka, International Biennale Puppet Festival #7 Yogjakarta 5 Oktober 2020 lewat pementasan virtual, Pan Jempenit pentas lagi ni di ARTISAN DAY-OUT “Revisit The Tradition” Plataran Canggu, 6 Desember 2020 ini looo.
Sajian pentasnya layaknya pementasan sebelum COVID menyerang, tapi dengan sensasi panggung yang cukup menggemaskan. mengalihwahanakan sinematik teater merupakan upaya keras kami untuk menghadirkan Pan Jempenit (lagi). Sebab segala halnya berbeda, mulai dari teknis hingga penyajian, namun tentu saja kami mempertimbangkan kemungkinan pemanggungan sesuai estetika Kacak Kicak Puppet Theatre.
Cerita Pan Jempenit karangan I Nengah Tinggen, seorang pengarang dari Buleleng, Bali. I Nengah Tinggen memiliki 15 seri buku cerita yang kami tahu di cetak secara stensilan. Dari sekian banyak ceritanya yang lucu, kritis dan penuh dengan intrik, Pan Jempenit memiliki daya tawar visual yang menantang, bayangkan saja seorang manusia bertemu dengan seekor Naga di hutan, betapa mencengkamnya, betapa menakutkannya, tapi yang terjadi malah sebaliknya. Kisah Pan Jempenit sendiri bercerita tentang seorang lelaki yang memiliki hati baik, kemudian dihadiahkan aling-aling (batu permata) oleh Naga karena kebaikkan hati Pan Jempenit. Tapi aling-aling itu akhirnya dicuri oleh pande besi. Pan Jempenit meminta bantuan kepada Bikul, Kuluk dan Meong agar mengambil aling-aling itu secara diam-diam.
Pan Jempenit memang cerita untuk anak-anak dan keluarga, namun tidak menutup kemungkinan ditonton oleh kita-kita yang dewasa ini. Sebab kami percaya setiap orang memelihara dan merawat masa kecilnya di dalam kepala, siapa tahu Kacak Kicak mampu menghidupkannya kembali dengan rindu yang kita terjemahkan ke dalam pementasan.
Pan Jempenit kami alihwahanakan ke dalam visual bayangan senter, lampu, serta video stopmotion sebagai sajian latar belakangnya. Kemudian dipercantik oleh audio gubahan Reza Maraneka yang dua bulan terakhir sibuk mencari kemungkinan nada-nada, menggubah gagasan dan ide ke dalam suasana ruang. Dari sisi pemanggungan, kami mendapat kesempatan langka untuk membuat panggung sendiri di area Mini Jungle, Plataran Canggu yang terpisah dengan panggung utama. Oleh tim artistik kami Tu Angga Gogon dan Dwik Wira Sanjaya Panggung dibentuk bangunan panjang ukuran 6 meter x 4 meter x 3 meter, dengan kain putih di empat sisinya. Penonton akan berada dalam ruangan tersebut seolah terjebak dalam visual Pan Jempenit.
Bagi Kacak Kicak Puppet Theatre Pan Jempenit merupakan karya panjang yang akan terus berkembang sesuai ruang pentasnya. Ia akan mengalami rekonstruksi secara estetika, plot serta pendekatan teknologi zamannya. Namun tetap membawa keutuhan cerita serta hal-hal jenaka I Nengah Tinggen. Seperti dongeng-dongeng yang dikisahkan kepada anak-anak oleh ibu atau neneknya, Pan Jempenit selalu bersambung, kisahnya akan mengalami seri-seri pementasan selanjutnya.
Kacak Kicak Puppet Theatre adalah satu kelompok teater boneka di Bali yang berkonsetrasi terhadap literasi dongeng, legenda, kisah atau cerita masyarakat Bali, baik secara general dan spesifik. Karena setiap daerah di Bali memiliki folkornya masing-masing, betapa kayanya kita sebenarnya dibesarkan oleh berbagai dongeng yang dapat mengembangkan imajinasi anak-anak sejak dini.
Untuk itu yuk menonton Pan Jempenit tanggal 6 Desember 2020 ini yah, pementasan akhir tahun dari Kacak Kicak Puppet Theatre. [T]