Pada tanggal 1 Agustus 2020 di Kulidan Kitchen, diadakan pembukan pameran seni Artwork Showcase Refleksi Pandemi COvid 19 dengan tema kedaulatan pangan. Acara juga diisi oleh Mitra Bali Fair Trade , pegiat perdagangan adil serta Nostress sebagai band music yang menyuarakan isu isu keadilan dan lingkungan hidup.
Melangkah ke ruang galeri, terdapat satu karya seni yang benar benar sesuai dengan tema pembukaannya.
Karya seni berupa padi di pot dengan latar belakang sawah di bidang kain masker dengan ukuran 150 cm X 90 cm menggambarkan kedaulatan pangan tergerus. Lukisan dibuat dengan tita acrylic. Gambar depan berwarna berupa padi yang tertanam di pot dan dibelakangnya potret seorang petani yang berada di sawah dengan pepohonan diantara sawah itu yang diwarnai dengan hitam putih. Dengan latar tersebut , sang seniman memperingatkan bahwa sawah di suatu tempat seperti Bali Selatan akan tinggal sejarah saja. Warna mengkilap padi yang tumbuh di atas pot menunjukkan bahwa padi hanya jadi tanaman pot saja di kawasan itu karena tidak ada tanah luas untuk ditanami. Karya ini menunjukkan suramnya kedaulatan pangan yang akan menimpa.
Sawah menyimpan potensi yang luar biasa besar. Secara tak langsung keberadaan sawah mewajibkan kita untuk melestarikan hutan karena air yang untuk mengairi berasal dari situ. Tanaman padi menyimpan beragam potensi yang belum maksimal dimanfaatkan. Sebagai contoh jerami padi dapat digunakan untuk media tanam jamur merang. Jerami dapat jadi bahan pembuatan tikar. Sekam padi dimanfaatkan untuk media tanam dan briket untuk memasak. Biota biota sawah yang dianggap hama seperti belalang dan burung pipit perlu diteliti kegunaanya seperti dijadikan santapan atau pakan hewan ternak dan ikan.
Sawah dijadikan vila. Pemborosan air tak terhindarkan. Bali Selatan desicit air karena resapan air menyusut akibat diselimuti beton tanahnya. Wisatawan mancanegara ke Bali untuk menikmati sawah bukan beton. Disini terjadi gejala marjinalisasi petani , nelayan , petambak dan gembala. Coba pikir, orang orang yang berbaju jas berwarna mengkilap dengan dasi dan kenakan sepatu mulus tidak begitu peduli dengan mereka yang baju dan celananya berlumpur dan berdebu tiap hari serta sering jadi korban penggusuran dan permainan. Padahal jika tidak ada orang orang ini tidak ada pangan kecuali impor.
Telah terjadi keterputusan antara petani dan konsumen. Supermarket dan tengkulak berperan disini sehingga kontribusi petani jadi tidak kelihatan. Sistem pertanian monokultur dengan pestisida dna pupuk kimia membunuh biota tanah sehingga tanah cepat rusak membuat petani terus menerus membeli pupuk. Ketika tidak sanggup lagi, dia jual tanahnya dan beralih mata pencaharian. Buruh tani yang menggarap sawah bukan bagian dari sawah yang mereka garap karena hanya pekerja upahan yang tidak mendapat kebebasan di lahan itu melainkan tunduk pada pemilik lahan . karena itu niatnya untuk menjaga kualitas lahan dan air rendah karena sewaktu waktu buruh tani ini diusir saat tidak dibutuhkan lagi.
Penyebab lain kerawanan ini adalah penguasaan tanah yang timpang dan buruknya pengelolaan air dan tata ruang dimana satu persen orang Indonesia menguasai lebih dari 50% tanah dan tanah pertanian sering kekurangan air karena sistem monokultur boros air dan daerah yang curah hujannya rendah dipaksa menanam tanaman yang butuh banyak air. Selain itu betonisasi tanah untuk pariwisata dan industri memperkecil daya resapan air pada tanah. Banyak tengkulak yang mempermainkan petani sehingga terus merugi dan bertani tidak membuat hidupnya layak. Daya tawar petani amat rendah. Petani memutuskan menjual tanahnya untuk melunasi utang dan menutup kerugian produksi. Ini merupakan factor semakin terpusatnya lahan di tangan segelintir orang. Lahan pertanian terus digerogoti alih fungsi untuk infrastruktur, pengembangan property, akomodasi pariwisata dan industri skala besar yang berefek samping pada sosial dan ekologi.
Ada relasi kuasa yang timpang antara pemodal dan tengkulak dengan petani buruh dan gurem. Oleh karena itu reformasi agrarian yang berkeadilan sosial harus ditegakkan. Perlu dibuat hukum tertulis dan tak tertulis bahwa tiap pemilik lahan punya tanggung jawab sosial dan ekologi. Makin besar lahan yang dimiliki, makin besar tanggung jawab yang dipikul sehingga mengurangi konsentrasi kepemilikan lahan di tangan segelintir orang. AKses lahan semakin terjangkau bagi buruh tani dan petani gurem. Pemilik lahan tidak layak cari untung dengan korbankan petani dan ekologi. Ekonomi yang sejati ditopang oleh kesehatan ekologi dan keadilan sosial bukan sekedar uang saja. Tanah dan laut adalah dasar ekonomi kita bukan uang.
Hal diatas sudah berlangsung puluhan tahun sejak era orde baru. Lalu muncul pandemi corona meluluhlantakan berbagai sector kehidupan ekonomi. Dalam situasi ini manusia kembali berpikir hal yang paling vital untum kelangsungan hidupnya. Sistem politik, produksi dan distribusi pangan yang ada merupakan bagian dari kehidupan manusia dan menentukan nasib suatu negara. Dalam Prakteknya pemerintah lebih mendahulukan keamanan pangan daripada kedaulatan pangan. Indonesia terkadang impor beras, garam , daging , gula bahkan ikan. Padahal tanahnya termasuk yang paling subur, lautnya paling melimpah dan keanekaragaman hayati hewan dan tumbuhan yang dapat dimakan dan berpotensi dijadikan makanan dan obat tertinggi di dunia mengingat negeri ini adalah tiga negara dengan keragaman hayati tertinggi di dunia. Hal ini memunculkan kerawanan pangan
Di pulau Bali tidak setiap jengkal tanahnya cocok dengan padi seperti juga halnya di Indonesia. Daerah yang tanahnya kering dan curah hujannya lebih rendah lebih cocok ditanamai ubi dan jagung. Penyeragaman pangan ini menimbulkan ketergantungan pada satu jenis saja dan seperti ungkapan jangan meletakkan semua beras dalam satu keranjang , jika terjadi gagal panen padi , munculah kerawanan tersebut. Pemerintah melalukan jalan tercepat berupa beli pangan dari negara lain. Di tengah pandemic, negara asal impor beras membatasi ekspornya. Momen ini seharusnya membuat pemerintah untuk mereformasi lahan demi meminimalisir ketimpangan lahan sehingga petani tetap mempertahankan penghidupannya. Pemerintah memfasilitasi motor roda tiga di tiap desa agar petani dapat mengangkut hasil panen ke pasar tanpa melalui tengkulak. Sawah organic yang dibangun petani dapat dikembangkan untuk wisata demi menambah pendapatan. Para petani yang mengelola beserta fasilitasnya. Tidak boleh pihak swasta besar masuk di situ. Ini beberapa langkah yang perlu diambil untuk tegakkan kedaulatan pangan. Sayangnya pemerintah menginjak injak kedaulatan pangan ini lewat uu cipta kerja yaitu mengizinkan impor untuk mencukupi pangan sehingga jalan menegakkan kedaulatan pangan yang berkeadilan semakin terjal.