UNTUK PEREMPUAN PENGAGUM WARNA BIRU
Wi.
Ganjilkah cintaku itu? Tanyamu.
Didesak malam, hampir tanpa balasan,
ceritamu seperti pelayaran.
Aku diajak melihat laut yang sama.
Palung kian dalam tiap diselam.
Juga, teluk syahbandar tempat menukar tawa
kini jadi sepi. Ada rayuan untuk disinggahi.
Kau mengaku ada ikan kecil ingin mencintai alir
di ujung bulan sabit suci.
Lekuk matang senyum itu.
Tak sampai keruh,
pusaran mesra membingungkanmu.
Gelora mencipta badai.
Takutkan tiap pelaut sejati.
Sekejap, guruh itu mengombang-ambingkan aku
antara perahu rakit impian atau kesendirian.
Antara gebu nafasmu ada ombak waktu.
Di balik kaca mata yang kian tak asing,
pandanganmu tarik ulur.
Jari ramping itu senang meregang.
Menyeimbangkan bimbang sebelum pulang.
Anehkah diriku? Telunjuk itu bermain tebak.
Seperti penegasan, diammu menunggu jawaban.
Singaraja, 26 Januari – 3 Februari 2020
PEREMPUAN PENGAGUM WARNA KUNING
Wi.
Selamat atas hari lahirmu.
Mari bermain petak umpet.
Kau sembuyi, aku mencari.
Katamu, kau akan bersembunyi
di antara kuning gugur daun-daun dapdap.
Tiap pagi atau senja.
Tiada kujumpa.
Pesembunyi ulung tidak suka menyerah.
Kau berkelana saat kusiapkan hadiah.
Tenang saja,
ceritaku akan rampung untuk kaubaca.
Tidak atau kutemukan dirimu,
permainan belum usai.
Kini, kau dan aku menjadi pencari,
kisah kita bersembunyi.
Atau kita sama-sama saling sembunyi,
biarkan masing-masing kisah
mencari jalan pulang sendiri.
Pinggan, 16 April 2020
UNTUK PEREMPUAN PENGAGUM WARNA MERAH
Wi
Hei! Ada warna merah di ujung bibirmu.
Tidak kutanya itu luka gigitan atau kulit manggis.
Jari menyapu bersih. Kau berlari lagi.
Kutahu kau enggan ke rindang kuning-dapdap walau hapal jalan.
Jejakmu mengarah ke persembunyian lain yang kutahu
tapi enggan kumasuki.
Mata mengintip ke tengah.
Aku tahu ada dirimu,
tapi kulihat hanya bayangku.
Seperti bening, hening buatmu ada.
Menembus dan memantul ke asalnya.
Pinggan, 27 April 2020
PERTANYAAN DARI GADIS PENGAGUM WARNA
Wi.
Apa warna hidupmu?
Tanya gadis pengagum warna
yang duduk jauh di sana.
Sekejap membening, tidak bisa sembuyi.
Masih samar, kataku.
Birukah? Atau merah bercampur kuning?
Apapun itu semua menggoda, kataku.
Jadi apa warna yang kauinginkan?
Tanyamu lagi.
Jawabanku masih bening.
Pinggan, 2 – 12 Mei 2020
UNTUK PEREMPUAN PENGAGUM WARNA ABU-ABU
Wi.
Seorang perempuan hentikan lari-buta.
Perempatan tak terbatas,
penghubung waktu, temu,
keinginan pelayaran kita.
Masa lalu bergerak tanpa henti.
ombak berlapis-lapis, laut dalam, tenang!
Aku dibawa gelombang dan angin terjauh!
Segala arah, ke titik segala tuju.
Pengagum warna abu-abu adalah ujung henti itu.
Perempuan di depanku.
Katamu, tidak ada yang lepas dari Sang Lampau.
Seperti akar, menjelajah celah bebatuan ingatan.
Mencari benih laut, permata air,
asalmu, asalku,
percakapan hari ini.
Sementara, kau tunggu dengan cara terkuno
angin dari awan terdekat yang mengabarkan musim.
Abu-abukah pertemuan nanti? Tanyaku.
Benang-benang waktu adalah laut, pelayaran tak terbatas
yang pangkal dan ujungnya ada pada kita, tegasmu.
Terajut di antara temu yang disusun cerita-cerita.
Menjaring segalanya.
Singaraja – Pinggan, 2 Juni – 6 Juni 2020
PERNYATAAN
KEPADA PEREMPUAN PENGAGUM WARNA
Wi.
Mengatakan cinta kepadamu seperti memotong nadi,
mencari-cari permata air yang terendap-terhempas di sana.
Laku gila: mirah bang atau luka akan tersisa.
Seketika usia cintaku kepadamu berhenti.
Kita memang tidak pernah sepaham mencampur warna pada diri.
Segurat luka itu membeku.
Tidak tertutup atau terbuka menganga.
Seperti yang kau katakan,
tidak ada luka yang benar-benar sembuh
meski dengan bantuan cinta.
Usia cintaku kepadamu berhenti setelah pertemuan abu-abu itu.
Angin serat-serat waktu yang mengantarku ke lautmu berbalik arah.
Pelayaran ditunda.
Sampai kapan?
Tidak ada yang tahu.
Waktu serupa laut yang tiap mula dan akhir ada pada kita,
persis seperti yang kau katakan.
Kita memang tidak pernah saling bertanya, berkata
tentang arah dan tujuan pelayaran.
Yang pasti hanya jalan pulang,
rumah masing-masing.
Hujan datang,
kita berteduh di simpang terdekat rumahmu
dan berharap segalanya reda.
Saling menunggu penjemput tiba
menuju impian masa depan
yang kita rencanakan secara terpisah.
Kita saling memutus waktu
ketika pernyataan ini telah kaubaca dengan cermat
dan (mungkin) tidak akan pernah dibuka lagi
untuk selamanya.
Olehmu, olehku.
Denpasar – Singaraja, 3 – 7 September 2020