Kali ini saya ingin membahas tentang ingatan. Ingatan kita sangat unik, sangat cair. Ia bisa mengingat apapun, terutama hal-hal yang sangat membekas dalam hidup kita. Pengalaman-pengalaman yang luar biasa baik atau justru pengalaman-pengalaman yang luar biasa buruk.
Bagaimana ketika kita mengenal seseorang selama beberapa tahun tetapi oleh karena satu peristiwa yang buruk yang pernah terjadi dengan orang itu kemudian tiba-tiba kita menjadi sangat membencinya.
Demikian unik sebuah ingatan. Ketika kita lebih banyak mempunyai pengalaman-pengalaman masa lalu yang buruk dan membekas dalam pikiran kita, kita selalu ingin terbebas dari itu semua. Kita ingin hilang ingatan. Tapi apakah hal itu bisa terjadi? Itu pertama pertanyaan yang utama yang perlu kita tanyakan.
Saya pikir dengan kita membenturkan kepala ke tembok saja ingatan itu tidak akan hilang. Sekalinya hilang mungkin bukan soal yang itu, tetapi yang lain yang hilang.
Pertanyaan kedua adalah, apa betul dengan hilang ingatan semua masalah akan beres? Kita harus ingat lagi, sebuah pengalaman misalnya dalam kehidupan kita di mana kita berjalan dan terjatuh pada sebuah lubang, apakah betul dengan melupakannya kemudian masalahnya hilang?
Ada bahayanya tentu saja, ketika kita tidak mengingat kita pernah jatuh di sana, tidak ingat ada lubang kehidupan disana maka tentu masuk akal ketika di kemudian hari kita justru melakukan kesalahan yang sama. Lalu apa yang perlu dilakukan?
Terapi-terapi psikologis secara bawah sadar maupun secara sadar melalui psikoterapi bertujuan bukan untuk menghilangkan ingatan, tetapi mengedit rasa. Bagaimana kita bisa mengingat semua pengalaman hidup kita termasuk yang terburuk sekalipun tetapi dengan cara atau rasa yang berbeda.
Cobalah kita ingat ketika bom meledak di Legian, Kuta belasan tahun lalu. Ketika puing-puing berserakan hampir semua orang yang melintas merasakan duka-cita yang mendalam. Ada rasa marah, ada rasa sedih dan putus asa terutama dari para keluarga yang ditinggalkan, atau masyarakat sekitar.
Tetapi lihat apa yang dilakukan oleh pemerintah. Negara justru membangun monumen. Apakah dengan adanya monumen kita semua lupa pernah ada bom di sana? Kita tetap mengingatnya. Tetapi coba kini tanyakan pada korban atau keluarga dan masyarakat sekitar, ketika ada monumen itu apakah rasanya masih sama?
Betul, ingatan kita masih sama, kita pernah jadi korban bom tetapi kini rasanya berbeda. Ada rasa jengah, ada rasa luar biasa membangkitkan di situ. Kini kita berada di 2020, tahun yang sebetulnya kurang ideal, sebab pandemi menyerang sejak awal tahun dan banyak hal-hal yang ingin kita lupakan dari kehidupan.
Tapi dari situ kita harusnya belajar, bahwa setiap ingatan yang ada dalam diri kita penting. Hal yang perlu kita rasakan ketika itu sudah cukup sangat mengganggu adalah mengedit rasanya. Caranya adalah dengan satu cara yang kita lakukan terus-menerus bagaimana kita mengedit rasa kita. Entah itu di bawah sadar ataupun secara sadar melalui psikoterapi bersama profesional kesehatan jiwa.
Sehingga hal-hal yang tidak kita inginkan dimana kita cenderung menghindari sesuatu yang mengingatkan diri kita, juga ketika seringkali mengingat perasaan-perasaan buruk yang pernah ada. Dan ketika kita tidak bisa menghindari lagi tiba-tiba tubuh kita bereaksi dengan sangat buruk menghadapi hal itu.
Ketika hal-hal itu sudah terjadi mungkin saja kita sudah mengalami gangguan stres pasca trauma. Itu membutuhkan penanganan lebih lanjut. Tetapi kembali lagi, ingatan itu adalah sangat unik. Hal penting yang perlu dilakukan adalah bagaimana kemudian kita memproses dan mengolahnya. Sesuatu yang dulu bisa menjadi sebuah trauma kini bisa menjadi sebuah kebangkitan baru dalam hidup kita.
Jadi, tak perlu hilang ingatan. Yang perlu adalah kita edit rasa kita setiap hari. Mari kita melangkah, fokus menghadapi hal-hal dalam kendali kita dan memaklumi hal-hal yang berada di luar kendali kita. Semoga kita semua dalam keadaan mantap jiwa dan raga. [T]