6 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Edukasi Agraria dari Kasus Tanah Laba Pura di Tengah Laju Pariwisata Nusa Penida

I Ketut SerawanbyI Ketut Serawan
May 13, 2020
inOpini
Edukasi Agraria dari Kasus Tanah Laba Pura di Tengah Laju Pariwisata Nusa Penida

Pantai Crystal Bay, Area Penida. Sumber foto: kintamani.id

238
SHARES

Tidak hanya perbatasan desa, laju pariwisata di Nusa Penida (NP) juga menyenggol tanah laba pura. Kasus ini dialami oleh pengempon Pura Sad Kahyangan Penida. Pura yang diempon oleh 4 desa adat yakni Desa Adat Sakti, Desa Adat Sompang, Desa Adat Bunga Mekar, dan Desa Adat Pundukkaha Kaja ini menjadi terusik ketika 13 hektar tanah laba puranya dikontrakan oleh Pemprov Bali kepada investor. Ketegangan melanda pihak pengempon pura dengan investor. Syukurnya, tidak menimbulkan korban jiwa. Karena konon tanah laba pura itu sudah kembali ke pangkuan sang pengempon—setelah melalui negosiasi yang alot antara pihak Pemprov Bali, investor dan pengempon.

Sebetulnya, kasus tanah Laba Pura Sad Kahyangan Penida sudah berlangsung cukup lama. Kasus ini bermula ketika Pemprov Bali menyertifikatkan tanah laba pura konon secara sepihak per tahun 2004 (era Gubernur Mangku Pastika). Cerita bermula ketika masyarakat setempat tidak dapat menunjukkan bukti kepemilikan (sertifikat) tanah di sekitar daerah Penida. Karena itu, Pemprov Bali mengambil alih dengan menyertifikatkan semua tanah yang tidak bertuan. Celakanya, termasuk tanah Laba Pura Sad Kahyangan Penida.

Warga yang konon tidak diajak kompromi sebelumnya, menjadi kaget. Mereka tidak menyangka bahwa pendataan tanah tak bertuan di daerah Penida menjadi awal mimpi buruk bagi pengempon Pura Sad Kahyangan Penida. Bukan hanya tanah garapan warga (tak bertuan) yang disertifikatkan, tetapi termasuk tanah laba pura.

Pasca kejadian tersebut, pihak pengempon pura terus melakukan sejumlah langkah negoisasi kepada Pemprov Bali, tetapi hasilnya nihil. Pihak Pemprov Bali rupanya kukuh, tetap mengakui bahwa tanah laba pura itu milik pemerintah. Namun, pihak pengempon tidak putus asa. Mereka terus memohon kepada Pemprov Bali dengan berbagai pendekatan. Lagi-lagi, hasilnya nol besar.

Kemudian, muncullah momentum pariwisata di NP. Pemprov Bali mengontrakkan tanah di sekitar daerah Penida kepada investor. Sekali lagi, termasuk tanah laba pura. Pihak investor rupanya akan memanfaatkan tanah kontrakkannya untuk membangun sarana akomodasi pariwisata. Karena memang daerah ini merupakan tempat yang strategis untuk pengembangan pariwisata. Tanah laba pura berada di pesisir, sekitar Pantai Crystal Bay. Salah satu objek andalan pariwisata NP.

Ketika tanah laba pura jatuh ke tangan investor (pengembang), warga setempat menjadi cukup resah. Konon, kini akses melasti menuju Pantai Crystal Bay mulai terganggu karena aktivitas investor. Belum lagi, gesek-gesekan kecil lainnya. Misalnya, ketika pengempon hendak membangun toilet di sekitar pura untuk pamedek dan para wisatawan yang berwisata ke Pantai Crystal Bay, tiba-tiba ada surat dari investor yang isinya akan membongkar toilet tersebut (Balipost.com).

Kemudian, sempat pula terjadi ribuan massa pengempon pura tumpah ruah menghentikan proyek pengembang villa di areal pura (14/12/2019). Warga pengempon terpaksa menghentikan aktivitas pengembang karena dianggap melanggar kesucian pura. Bayangkan, jaraknya kurang 100 m dari areal pura. Jarak ini melanggar Perarem dan Awig-Awig Pengempon Pura dan termasuk melanggar Perda No 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Bali dan bhisama PHDI Bali (Metrobali.com).

Situasi yang tak kondusif inilah yang mungkin menyebabkan pihak Pemprov dan pengembang menjadi melunak. Permohonan tanah laba pura sebanyak 13 hektar itu akhirnya dikembalikan kepada pihak pengempon pura. Keputusan yang membahagiakan pihak pengempon, tetapi merugikan pihak Pemprov dan investor. Namun, itulah keputusan yang dianggap paling bijak.

Sebelum tender kontrak jatuh kepada investor luar NP, konon pihak Pemprov awalnya memprioritaskan investor lokal (dari NP). Namun, ketika beberapa investor NP sudah bersatu untuk mengajukan tender, malah tidak direspon oleh Pemprov Bali. Entah apa dasar pertimbangannya, tender akhirnya jatuh kepada tangan investor luar NP.

Kasus yang menimpa tanah Laba Pura Sad Kahyangan Penida memang cukup unik. Karena pihak yang bersengketa bukan kelompok masyarakat satu dengan masyarakat yang lainnya. Namun, kelompok masyarakat dengan pemerintah yang mengayominya.

Sepintas, kasus ini mungkin cukup menggelikan. Bagaimana tidak? Pihak pemerintah pasti lebih detail memahami tentang tanah laba pura. Lebih detail memahami bagaimana kedudukan tanah laba pura dalam kerangka bermasyarakat dan bernegara. Saya curiga, jangan-jangan pemerintah punya alasan kuat mengklaim tanah laba pura tersebut, sehingga disertifikatkan atas nama Pemprov Bali. Mungkin, alasan kuat itu tidak dipaparkan kepada masyarakat setempat.

Atau bisa jadi, tindakan penyertifikatan tanah laba pura itu sengaja dilakukan oleh pihak Pemprov dengan modal kekuasaan dan memanfaatkan keluguan masyarakat. Sebab, masyarakat setempat memang mayoritas sebagai petani. Tentu mereka sangat awam tentang agraria atau legalitas tanah.

Benar atau tidak, menurut tokoh masyarakat setempat, tidak ada ajakan berunding ketika tanah laba pura mereka dieksekusi ke dalam kertas keramat yang bernama sertifikat itu. Pantas saja, warga menjadi kaget ketika tahu bahwa tanah laba pura mereka sudah menjadi milik (aset) Pemprov Bali.

Jika demikian keadaannya, ada sesuatu yang kurang beres dalam proses penyertifikatan tanah laba pura itu. Hal inilah yang mungkin disembunyikan oleh Pemprov Bali. Ditambah lagi, hasil penolakan berulang-ulang dari pemohon (pengempon) kepada Pemprov tidak pernah sampai ke ranah publik. Kita tidak pernah tahu persis apa alasan Pemprov menolak permohonan berulang-ulang tersebut.

Selama ini, publik hanya bersimpati kepada pihak pengempon. Menilai pihak pengempon yang benar. Sementara, pihak Pemprov berada pada posisi salah. Ya, mungkin kesannya sewenang-wenang-lah. Jika benar tidak ada alasan rasional-yuridis, bolehlah masyarakat mengatakan bahwa Pemprov Bali telah menjadi contoh “ber-agraria” yang kurang baik kepada masyarakat. Tentu kurang baik dilakukan oleh pemerintah untuk kedua kalinya kepada masyarakat mana pun.

Pariwisata dan Melek Agraria

Dalam konteks kasus tanah Laba Pura Sad Kahyangan Penida, momentum pariwisata seolah-olah menjadi umpan untuk mengungkapkan kejelasan kasus agraria. Pariwisata denga ikon kapitalismenya, telah memancing watak-watak kapitalis (sesungguhnya) untuk keluar ke permukaan. Lalu, di sisi lain mempertontonkan masyarakat kecil (masyarakat pengempon pura) sebagai korban dari kapitalisme itu.

Para pengempon pura Sad Kahyangan Penida sangat merasakan kondisi tersebut. Bahkan, mereka mendapatkan penderitaan ganda. Tidak hanya dari investor, pun dari pemerintah yang semestinya sebagai penganyom mereka. Di sinilah, pelaku kapitalis seolah-olah menjadi bias. Bukan hanya investor, tanpa disadari pemerintah (jangan-jangan) juga menjadi pelaku kapitalis. Investor (maaf) menindas dengan “kuasa ekonominya”, sedangkan pemerintah menekan dengan “kuasa kekuasaannya”.

Itulah sebabnya, investor dan pemerintah sering menjadi pasangan “soulmate”. Investor berkuasa dengan modalnya, kemudian pemerintah melindungi dengan kuasa powernya. Drama “soulmate” ini mungkin sudah menjadi adegan klasik di negeri ini. Sebuah drama konspirasi (persekongkolan) yang mungkin sudah menjadi rahasia umum. Seolah-olah negara (pemerintah) kurang berpihak kepada rakyatnya sendiri. Lucu, bukan?

Padahal, idealnya pemerintah harus melindungi rakyatnya dari rasa sejahtera, makmur dan nyaman. Salah satu caranya ialah mengedukasi masyarakatnya agar paham betul tentang agraria. Karena itu, peran pemerintah sangat diperlukan untuk mengadakan penyuluhan hukum tentang agraria. Masyarakat harus dituntun dan disadarkan mengenai pentingnya pendaftaran tanah. Mereka harus diedukasi dari prosesi awal hingga akhir yaitu produk sertifikat tanah.

Saya pikir, kasus penyertifikatan tanah (garapan warga) dan termasuk tanah laba pura di daerah Penida (tahun 2004) oleh Pemprov Bali kurang didukung oleh edukasi agraria yang optimal dari pemerintah. Padahal, penyuluhan hukum agraria ini sangat dibutuhkan terutama oleh masyarakat petani pedesaan seperti di daerah Penida.

Pada umumnya kebanyakan lahan yang dimiliki oleh masyarakat di sebuah desa baik untuk pertanian maupun untuk pemukiman masih belum disertifikatkan. Selain minim pengetahuan tentang agraria, mungkin juga karena tidak menimbulkan masalah yang signifikan. Padahal, sertifikat itu sangat berguna untuk menjamin kepastian hukum tanah milik masyarakat. Selain itu, dapat pula meningkatkan nilai tanah tersebut. Misalnya, dapat dijadikan jaminan bank untuk mencari modal tambahan dalam mengembangkan usaha.

Dalam konteks inilah, pentingnya peran kepala desa untuk menggandeng tim ahli agraria untuk memberikan penyuluhan hukum  agraria  kepada masyarakat. Boleh sewaktu-waktu dan akan lebih bagus jika dilakukan secara berkala. Masyarakat daerah Penida dan daerah lainnya di NP, sangat membutuhkan hal tersebut. Apalagi, NP menjadi daerah pariwisata yang sedang melejit sekarang.

Sebelum pariwisata betul-betul berkembang pesat, masyarakat memang dituntut untuk “melek agraria”. Karena pariwisata membuat nilai tanah mendadak meroket. Konsekuensinya, masyarakat harus memahami seluk-beluk lahan (tanah) sehingga jelas ke-agrarian-nya. Kalo tidak, jangan kaget jika tanah garapan (atau yang Anda diami) tiba-tiba menjadi milik orang lain atau milik pemerintah—seperti yang menimpa warga daerah Penida. Bahkan, tanah laba pura pun bukan mustahil dapat diserobot dan disertifikatkan.

Agar tidak terjadi untuk kedua kalinya, tugas aparatur pemerintah-lah yang memberikan edukasi kepada masyarakat agar melek agraria, memudahkan mekanisme penyertifikatan, dan termasuk meringankan biaya operasional penyertifikatan.

Khusus untuk tanah laba pura, mungkin masyarakat harus intens diberikan penyuluhan (edukasi) tentang masalah ini. Pasalnya, konon tanah laba pura paling rawan menimbulkan konflik. Karena berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah seolah-olah memaksakan tanah adat untuk didaftarkan atau mempunyai bukti hak milik.

Menurut Agus Samijaya (kuasa hukum Konsorsium Pembaruan Agraria Wilayah Bali), persoalan yang saat ini dihadapi oleh adat dalam pendaftaran tanahnya yakni nama yang harus dicantumkan di dalam sertifikat. Selain itu, desa adat juga masih dipertanyakan apakah bisa sebagai sebuah badan hukum yang namanya dicantumkan dalam sertifikat. Walaupun ia mengatakan bahwa tanah wilayah adat eksistensinya memang diakui oleh konstitusi.

Karena itu, Agus menyarankan agar tanah wilayah adat semestinya tidak perlu disertifikatkan. Cukup disimpan dalam sebuah dokumen adat dalam bentuk pararem atau awig-awig. Konon, dokumen ini dianggap yang paling faktual.

Model edukasi seperti inilah yang mungkin diharapkan oleh masyarakat NP, khususnya di daerah Penida. Pemerintah punya tanggung jawab besar untuk menciptakan masyarakat yang melek agraria. Bukan menjadi contoh ber-agraria yang kurang baik dan terkesan arogan kepada masyarakat. [T]

  • Baca tulisan lain tentang Nusa Penida oleh penulis Ketut Serawan
Tags: agrariaNusa PenidaPariwisata
Previous Post

Mewariskan Tradisi Lisan

Next Post

“Mungkin Harus”, Que Sera Sera Sebagai Pijakan Narasi Bligungyudha

I Ketut Serawan

I Ketut Serawan

I Ketut Serawan, S.Pd. adalah guru bahasa dan sastra Indonesia di SMP Cipta Dharma Denpasar. Lahir pada tanggal 15 April 1979 di Desa Sakti, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung. Pendidikan SD dan SMP di Nusa Penida., sedangkan SMA di Semarapura (SMAN 1 Semarapura, tamat tahun 1998). Kemudian, melanjutkan kuliah ke STIKP Singaraja jurusan Prodi Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah (selesai tahun 2003). Saat ini tinggal di Batubulan, Gianyar

Next Post
“Mungkin Harus”, Que Sera Sera Sebagai Pijakan Narasi Bligungyudha

“Mungkin Harus”, Que Sera Sera Sebagai Pijakan Narasi Bligungyudha

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Covid-19 dalam Alam Pikir Religi Nusantara – Catatan Harian Sugi Lanus

    Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sederhana, Haru dan Bahagia di SMPN 2 Sawan: Pelepasan Siswa, Guru Purnabakti dan Pindah Tugas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Sumbangan Ketut Bimbo pada Bahasa Bali | Ada 19 Paribasa Bali dalam Album “Mebalih Wayang”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lonte!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Tidak Ada Definisi untuk Anak Pertama Saya

by Dewa Rhadea
June 4, 2025
0
Tawuran SD dan Gagalnya Pendidikan Holistik: Cermin Retak Indonesia Emas 2045

KADANG saya mencoba menjelaskan kepada orang-orang seperti apa anak pertama saya. Tapi jujur saja, saya tidak tahu bagaimana harus mendefinisikannya....

Read more

The Voices After Cak!: Keriuhan di Balik-balik Tubuh yang Diguncang

by Wulan Dewi Saraswati
June 4, 2025
0
The Voices After Cak!: Keriuhan di Balik-balik Tubuh yang Diguncang

MALAM di taman kuliner Ubud Food Festival sangat menggiurkan. Beberapa orang sudah siap duduk di deretan kursi depan, dan beberapa...

Read more

Susu dan Tinggi Badan Anak

by Gede Eka Subiarta
June 3, 2025
0
Puasa Sehat Ramadan: Menu Apa yang Sebaiknya Dipilih Saat Sahur dan Berbuka?

KALSIUM merupakan mineral utama yang diperlukan untuk pertumbuhan tulang kita, tepatnya untuk pertumbuhan tinggi badan. Kandungan kalsium tertinggi ada pada...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Gede Anta Wakili Indonesia dalam “International Visitor Leadership Program” di AS

Gede Anta Wakili Indonesia dalam “International Visitor Leadership Program” di AS

June 5, 2025
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Abraham dan Cerita Sebotol Lion Brewery di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Abraham dan Cerita Sebotol Lion Brewery di Ubud Food Festival 2025

IA bukan Abraham Lincoln, tapi Abraham dari Lionbrew. Bedanya, yang ini tak memberi pidato, tapi sloki bir. Dan panggungnya bukan...

by Dede Putra Wiguna
June 6, 2025
Buku “Identitas Lintas Budaya: Jejak Jepang dalam Teks Sastrawan Bali” Memperkaya Perspektif Kajian Sastra di Bali
Khas

Buku “Identitas Lintas Budaya: Jejak Jepang dalam Teks Sastrawan Bali” Memperkaya Perspektif Kajian Sastra di Bali

BUKU Identitas Lintas Budaya: Jejak Jepang dalam Teks Sastrawan Bali karya Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt., memperkaya perspektif kajian sastra,...

by tatkala
June 5, 2025
Sederhana, Haru dan Bahagia di SMPN 2 Sawan: Pelepasan Siswa, Guru Purnabakti dan Pindah Tugas
Khas

Sederhana, Haru dan Bahagia di SMPN 2 Sawan: Pelepasan Siswa, Guru Purnabakti dan Pindah Tugas

“Kami tahu, tak ada kata maaf yang bisa menghapus kesalahan kami, tak ada air mata yang bisa membasuh keburukan kami,...

by Komang Sujana
June 5, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [18]: Bau Gosong di “Pantry” Fakultas

June 5, 2025
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co