Hampir memasuki hari ke-40 masyarakat mengikuti arahan Presiden Jokowi agar #dirumahaja, mulai belajar di rumah, bekerja dari rumah, dan ibadah di rumah. masyarakat mengikuti arahan itu tanpa syarat. manut saja.
Sejak itu pula kekuatan ekonomi keluarga perlahan rapuh. Bagi yang punya tabungan di bank, simpanannya mulai menipis. Digerus oleh cicilan, baik kredit usaha, kendaraan, rumah, dan lainnya. Bagi yang menyimpang uang di laci almari, uang terus menipis karena setiap hari yang ada hanya kegiatan pengeluaran, tanpa ada pemasukan. Hukum ekonomi yang dipelajari di sekolah menjadi tak berfungsi juga oleh virus korona. Lebih miris lagi, bagi yang tidak punya simpanan. Maklum uang hanya numpang lewat setiap hari bahkan belum sempat masuk saku celana sudah habis duluan.
Di tengah pandemi ini, masyarakat sangat membutuhkan bantuan tunai dari pemerintah. Presiden, gubernur, bupati/walikota telah melakukan realokasi APBN hingga APBD. Salah satu peruntukannya adalah bantuan jaring pengaman sosial dalam bentuk bantuan tunai.
Soal selanjutnya adalah siapa saja masyarakat yang berhak mendapatkan bantuan itu? seperti apa ciri-cirinya? dan bagaimana pemerintah mengidentifikasinya?.
Tentu ini akan menjadi topik yang tak akan pernah selesai untuk dibahas. Paling tidak, saat ini akan menjadi salah satu isu paling menarik selain angka-angka tentang korona baik yang berstatus OPD, PDP, pasien positif, pasien sembuh, dan pasien meninggal.
Siapakah yang layak mendapatkan bantuan tunai, apakah warga yang termasuk kategori pertama, yaitu yang masuk dalam kategori miskin, seperti rumah beralas tanah, dinding bambu, tanpa sarana buang air, minum dari air sumur, api dari kayu bakar, konsumsi daging seminggu sekali, beli satu stel pakaian setahun, tak mampu berobat ke Puskesmas, pendidikan minimal SD, dan tak memiliki tabungan.
Ataukah yang berhak juga adalah warga yang termasuk kategori kedua, yaitu yang terkena dampak covid-19, seperti di baru saja terkenal PHK oleh hotel dan restauran, di PHK oleh kantor swasta, sopir dan ojol, pedagang pasar yang penjualannya kembang kempis, atau pemilik usaha yang baru saja bangkrut.
Jika yang hanya mendapatkan hanya warga kategori pertama, tentu saja bantuan tunai itu patut dan layak dilakukan pada kondisi normal, sebelum ada wabah covid-19.
Namun, pandemi covid-19 telah membuat semua hal normal jungkir balik. Ekonomi warga yang hidup di atas ambang kategori miskin kini mendadak rapuh. Mereka tak lagi memiliki pemasukan. Keuangan jeblok.
Pada masa pandemi, pemerintah wajib memberikan bantuan tunai kepada seluruh lapisan/kategori yang terkena dampak covid-19. Pemerintah wajib membantu masyarakat kategori miskin dan wajib membantu masyarakat yang kini mengalami krisis ekonomi di rumah tangganya.
Masyarakat telah tanpa syarat #dirumahaja mengikuti arahan pemerintah, maka pemerintah juga wajib memberikan bantuan kepada masyarakat tanpa syarat yang bertele-tele. [T]