Pukul 00.00 WIB (Jam aku Pulang Kerja)
Mendengar salamku di luar, istriku yang sedang menunggu segera membuka pintu, ”Alka belum mau tidur!”
Aku cuma senyum dan main mata melirik anak lelakiku. Melihat senyumku, Alka langsung jingkrak-jingkrak kegirangan
Setelah mandi, aku tak langsung tidur. Istriku juga jadinya tak bisa tidur dan lebih memilih menonton tv. Alka dicuekin begitu saja, biasanya dia capek sendiri dan tertidur.
Aku sedang ingin berbincang serius. Ada kekhawatiran di pikiranku. Ini yang akan kubagi ke kalian. langsung saja cerita nya…
***
Aku pada dasarnya selalu penasaran kenapa warga seperti latah ingin melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Mandiri, dengan memasang sekat menggunakan portal yang dibuat sendiri dari tiang besi. Padahal, pemerintah sudah melakukannya untuk menjaga seluruh warganya agar tak lebih banyak yang tertular Covid-19 (bahasa awamnya virus korona).
Menurutku itu hal yang mubazir. Toh warga juga gak mempunyai kemampuan dan kelengkapan peralatan medis untuk memeriksa semua yang melintas. Kalau warganya sendiri yang terpapar kan sama juga boong. Portal yang mereka buat juga harus dibuka, agar orang itu bisa balik ke rumahnya.
Hari ini aku ternyata melihat kejadian yang sangat ekstrem di jalan. Dan itu yang membuka pikiran ku.
Saat pulang kerja, aku melihat 4 orang tak dikenal sedang mencongkel kaca mobil sedan. Kejadian itu pas di pinggir jalan raya pos pengumben, Jakarta Barat. Aku yang penasaran lalu melambatkan laju motorku. Mereka yang sadar aku perhatikan, panik dan kabur.
“Maling Pak!! Kejar Pak!!” ungkap seorang dari mereka yang di posisi dibonceng.
Untungnya aku tak ikuti perintah itu. Aku lebih memilih untuk tetap jalan menuju ke rumah. Mereka itu semua maling teriak maling, kalau kukejar bisa-bisa justru aku yang jadi korban mereka yang kesal tak jadi membobol mobil, karena ke-gep.
Aku akhirnya tau, ternyata portal dan penjagaan swadaya oleh masyarakat bukan sekedar menjaga agar lingkungannya tak terpapar corona. Mereka sudah aktif dengan penyemprotan disinfektan. Aksi itu lebih kena daripada membuat portal. Portal dibuat untuk menjaga kampung dari kemasukan orang asing. Mereka yang mau masuk akan diperiksa bahkan ditahan KTP-nya kalau memang maksa ingin bertamu.
Pendemi Corona tak hanya mengerikan karena virusnya mematikan dan belum ada obatnya. Pendemi Corona yang mengguncang perekonomian dunia ternyata membuat siapa saja jadi nekat untuk melakukan tindak kriminal agar bisa mengisi perutnya.
Corona membuat pemerintah Indonesia membebaskan lebih dari 30 ribu narapidana. Alasannya agar tak mewabah di sel. Tapi menurut Papa pemerintah tak ingin gejolak kepanikan itu meluas hingga di dalam rumah tahanan. Tahanan yang panik, bisa saja membakar rutan. Dan jika satu berhasil dibakar, maka akan meluas. Sudah begitu saja, ada juga yang membakar rutan, karena merasa iri tak ikut dibebaskan.
Kebijakan membawa efek domino. Napi yang bebas tak juga bisa bekerja. Mereka lapar, dan berulah kembali. Tingkat kriminalitas meningkat. Hal ini yang jadi kekhawatiran warga.
Baru-baru kemarin pos ronda RT sebelah kehilangan TV. Berselang berapa hari warga menangkap bocah yang ingin mencuri di permukimannya, beruntung polisi cepat mengamankan pelaku. Jika telat, bukan tak mungkin pelaku dibakar hidup-hidup oleh warga yang teramat kesal. Warga juga berhasil menemukan pencuri TV, atas bantuan polisi.
Ya… Sudah kuat alasannya portal itu bukan untuk mengantisipasi Corona. Tapi, menjaga lingkungan agar tak kemalingan.
***
“Tapi, Ma, ini lucu. Tadi kan papa masuk gang kita. Portal yang di depan justru yang jaga bocah-bocah SD.”
“Loh emangnya mereka bisa nangkap maling?!”
“Nah itu dia, Papa tanyain kan akhirnya. Ngapain lu pade nongkrong tong, ampe jam segini? Jagain ape?? NJAGAIN KAMPUNG. SUPAYA CORONA GAK MASUK OM!”