6 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Pariwisata Nusa Penida Melejit, Jangan Remehkan Sengketa Batas Desa

I Ketut SerawanbyI Ketut Serawan
April 10, 2020
inOpini
Pariwisata Nusa Penida Melejit, Jangan Remehkan Sengketa Batas Desa

Kawasan Desa Sakti Nusa Penida. Sumber foto: sakti.desa.id

237
SHARES

Jangan pernah meremehkan tapal batas desa! Keliru sejengkal saja, bisa menimbulkan pertingkaian serius. Cerita ini mungkin sangat rentan dialami oleh desa-desa yang sedang berkembang di Bali, termasuk Nusa Penida (NP). Bersamaan dengan momen melejitnya pariwisata, tiga desa yakni Desa Ped, Toya Pakeh dan Sakti mengalami sengketa perbatasan yang berujung pada kebuntuan. Kini, bola sengketa itu jatuh ke tangan Pemda Klungkung dan menunggu kepastian eksekusi dari bupati.

Syukurnya, sengketa itu tidak diwarnai dengan tindakan kekerasan. Pihak-pihak yang bersengketa masih dewasa. Mereka lebih menggunakan rasionalitas dan mengedepankan prosedur hukum yang berlaku. Sikap yang pantas diberi acungan jempol.

Namun, ujian terberat sesungguhnya ialah ketika bupati menyatakan hasil resmi nantinya. Di situlah, kedewasaan pihak yang bertingkai akan dibuktikan. Akankah semua pihak menghormati dan legowo (ikhlas) menerimanya?

Kini, beban ada di tangan bupati. Lewat Permendagri No. 45/ 2016, kewenangan bupati akan diuji dalam menetapkan batas desa, menegaskan batas desa dan mengesahkan batas desa (Bab III Pasal 3).

Bersama tim PPB Des Kabupaten (pasal 7), bupati dan wakilnya menjalani peran sebagai ketua. Sedangkan, Sekretaris Daerah Kabupaten bertindak sebagai Wakil Ketua. Kemudian, dibantu oleh anggota yang terdiri atas (1) Asisten Sekretaris Daerah Kabupaten yang membidangi pemerintahan, (2) Kepala Bagian yang membidangi pemerintahan desa, (3) Kepala Bagian Hukum, (4) Pejabat dari Satuan Kerja Perangkat Daerah dan/atau instansi pemerintah terkait lainnya, (5) Camat dan/atau perangkat kecamatan, (6) Kepala Desa/Lurah dan/atau perangkat desa/kelurahan dan (7) tokoh masyarakat.

Selanjutnya, proses dan deskripsi kerja tim PPB Des Kabupaten diatur secara rinci dalam pasal 8. Dalam pasal ini disebutkan bahwa ada 7 fungsi yang dilakoni oleh tim PPB Des Kabupaten. Ketujuh fungsi itu merupakan semacam rambu-rambu dasar yang kuat untuk mengeksekusi sengketa perbatasan desa.

Meskipun sudah memiliki rambu-rambu eksekusi, tetap tidak mudah memuaskan semua pihak. Besar kemungkinan salah satu pihak, dua pihak atau malah semuanya merasa tidak puas. Inilah tantangan berat sang bupati. Tantangan untuk  mengeksekusi hasil seadil-adilnya, sesuai pedoman Penetapan dan Penegasan Batas Desa yang berlaku.

Lalu, bagaimana jika ketakpuasan itu berujung pada keributan? Artinya, ada pihak yang tidak dapat menerima kemudian melakukan protes, kekerasan, dan atau perilaku melanggar hukum lainnya.

Mungkin jawabannya sederhana. Para pelaku akan ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku. Selesai, kan! Asal bupati sudah bekerja sesuai dengan pedoman hukum yang berlaku.

Muncul tidaknya gejolak pasca keputusan adalah soal kedewasaan para pihak yang bertingkai. Respon terhadap hasil akan menjadi cermin kualitas mental warga dan pemimpinnya. Jika dewasa, pihak yang bertingkai tentu menghormati dan menerima hasilnya.

Kalau memang ada peluang protes atas ketakpuasan hasil sengketa, mungkin akan menjadi dewasa jika disampaikan secara lebih bermartabat melalui prosedur atau jalur hukum  yang berlaku. Sekali lagi, bukan dengan cara kekerasan yang justru melanggar hukum.

Pariwisata dan Sengketa Perbatasan Desa

Kasus perbatasan desa antara Ped, Toya Pakeh dan Sakti memang baru sekarang masuk ke babak serius. Karena ketiga pihak yang bertingkai mau duduk berdampingan, lalu membawanya ke ranah yang berwajib. Keseriusanan ini berbarengan dengan momen perkembangan pariwisata di NP.

Padahal, riak-riak sengketa itu terdengar cukup lama. Jauh sebelum pariwisata berkembang di NP. Beberapa warga desa saling “pakrimik” soal ketiga perbatasan tersebut. Hanya saja “pakrimik” warga bersifat perdebatan obrolan di pasar, banjar, warung makan dan lain sebagainya. Obrolan yang tentu tidak memiliki kekuatan hukum. Ya, semacam main klaim rasa yaitu rasa perbatasan. “Rasanya sampai di situ! Harusnya itu termasuk wilayah desa kami.”

Sementara, di kalangan pejabat teras desa (sebelumnya) terkesan kurang responsif terhadap isu ketakjelasan perbatasan itu. Saya yakin para pejabat tersebut mendengar “pakrimik” warga. Mereka (pihak-pihak yang kompeten) mungkin beranggapan bahwa masalah perbatasan tergolong kasus yang kurang penting. Mereka ogah membawa benih-benih sengketa itu hingga ke pihak yang berwenang untuk menyelesaikannya. Mungkin ada program-program esensial yang mesti diprioritaskan. Risikonya, “sarung gremeng” perbatasan ketiga desa tersebut diwariskan secara turun-temurun ke pejabat berikutnya.

Seandainya tak ada momen pariwisata, saya yakin kasus sengketa itu tidak diurus secara serius. Kecil peluangnya dapat “naik kasta” ke ranah hukum seperti sekarang. Benarkah begitu? Benarkah pariwisata menjadi pemicu ketiga pihak yang bertingkai menjadi termotivasi untuk meminta kejelasan perbatasan desa?

Anggaplah begitu. Karena faktanya, ketika pariwisata melejit di NP, baru sekarang pejabat desa mau serius menyelesaikan kejelasan perbatasan tersebut. Sepertinya ada insting alamiah. Ketika gong pariwisata ditabuh, insting kapitalis orang-orang desa juga spontan muncul. Bukan hanya spontan memperdebatkan batas tanah warisan di keluarga, termasuk perbatasan desa mereka.

Ibarat obat, pariwisata mungkin dipercaya menyembuhkan penyakit ekonomi beberapa masyarakat. Namun di sisi lain, pariwisata juga menimbulkan efek samping yang tak dapat dihindari yakni “penyakit kapitalis”. Mental kapitalis memandang sejengkal tanah menjadi aset yang begitu berharga. Karena itu, perbatasan harus menjadi jelas sebagai satu kesatuan wilayah desa. Dalam konteks ini, pikiran dan rasa sosialis (menyama braya dulu) sudah kurang relevan lagi.

Saya tidak sedang mengkambinghitamkan pariwisata. Tidak bermaksud menuduh bahwa pariwisata menjadi pemicu konflik perbatasan. Jelas tidaklah. Mungkin banyak faktor yang memicu sengketa itu baik yang sifatnya menahun maupun baru. Saya kurang persis tahu. Yang jelas, sengketa perbatasan baru dianggap serius ketika ada momen pariwisata.

Dengan kata lain, perkembangan (momen) pariwisata sesungguhnya berdampak positif terhadap ketegasan sikap pejabat dan warga atas perbatasan desa. Ketegasan perbatasan desa adalah modal dasar sebagai aset wilayah, aset keamanan dan kenyamanan. Modal yang berdampak langsung terhadap kelangsungan pertumbuhan pariwisata. Karena pariwisata memang sensitif dengan gangguan keamanan dan kenyamanan.

Jadi, entah kebetulan atau tidak, momen penyelesaian sengketa perbatasan tersebut memang cukup tepat saat ini. Pasalnya, pariwisata NP baru memasuki awal perkembangan. Sebelum betul-betul berkembang, benih-benih konflik wilayah memang sebaiknya diantisipasi dan diselesaikan sejak dini. Jangan sampai, sesudah berkembang pesat baru mempersoalkan perbatasan desa. Ya, kalau penyelesaiannya damai-damai saja. Jika tidak, bukan hanya desa yang bersengketa dirugikan, tetapi wilayah NP secara keseluruhan. Mau?

Selain untuk kepentingan keamanan, kejelasan perbatasan juga penting bagi desa yang kini dipandang sebagai wilayah yang otonom. Sebagai wilayah yang otonom, desa harus memiliki kejelasan diri secara total dan integratif. Salah satunya ialah kejelasan wilayah (delineasi). Kejelasan ini (mengacu Permendagri No. 45/ 2016, pasal 2) bertujuan untuk menciptakan tertib administrasi pemerintahan, memberikan kejelasan dan kepastian hukum terhadap batas wilayah suatu desa yang memenuhi aspek teknis dan yuridis.

Menurut Herlina keinginan pemerintah untuk menjadikan desa sebagai wilayah yang otonom sudah terlihat sejak awal reformasi. Hal ini tampak dalam Ketetapan MPR RI No. IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah khususnya rekomendasi No. 7. Isinya kurang lebih merevisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah termasuk pemberian otonomi bertingkat terhadap provinsi, kabupaten/ kota serta desa/ nagari/ marga, dan sebagainya (Jurnal Katalogis, 2017).

Sebagai wujud konkret pemerintah pusat terhadap spirit otonomi desa, lahirlah UU RI Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa sebagai pengganti UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Tujuannya untuk memaksimalkan fungsi pemerintah desa agar mampu menjalankan peran utamanya, yaitu sebagai penyelenggara pemerintah desa, pelaksana pembangunan desa, pembina kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa.

UU RI Nomor 6 Tahun 2014 memberikan keleluasaan kepada desa untuk dapat mengatur rumah tangganya sendiri. Namun konsekuensinya, kemampuan desa juga dipertaruhkan untuk dapat membiayai pembangunan di desanya secara mandiri. Hal ini berarti bahwa pemerintah desa dituntut kreatif—dapat menggali sumber-sumber pendapatan dengan memanfaatkan berbagai sumber daya yang ada di wilayahnya atau melakukan usaha-usaha lain seperti yang diatur oleh undang-undang. Artinya, pemerintah desa diharapkan lebih mandiri dan tidak terlalu tergantung kepada pemerintah daerah dan pusat.

Bisa jadi aura otonomi desa menjadi motivasi sengketa perbatasan antara Ped, Toya Pakeh dan Sakti mencuat ke permukaan. Mereka menyadari bahwa modal pembangunan desa tidak cukup mengandalkan SDM yang berkualitas, tetapi harus didukung oleh SDA yang dimiliki oleh desa. Karena itu, kedaulatan desa tidak bisa ditawar-tawar lagi. Kejelasan dan ketegasan wilayah desa harus jelas. Apalagi zona-zona perbatasan itu menyimpan nilai ekonomi yang tinggi untuk pembangunan pariwisata. Zona ini tentu rawan untuk diklaim dadakan oleh desa tertentu.

Namun, sekuat-kuatnya klaim warga tetap lebih kuat keputusan bupati karena mempunyai kekuatan hukum yang lebih tinggi. Karena itu, apa pun hasilnya nanti pihak-pihak yang bertingkai diharapkan dapat menghormati dan menerima hasilnya. Kita tunggu! Semoga hasilnya memuaskan semua pihak! [T]

Tags: batas desadesaNusa PenidaPariwisata
Previous Post

Karena Bersih dan Indah Tak Dicapai dengan Berserah | Kabar dari Jepang

Next Post

Protokol Minum Arak: Duduk Melingkar, Jaga Jarak, Gelas Sendiri-sendiri

I Ketut Serawan

I Ketut Serawan

I Ketut Serawan, S.Pd. adalah guru bahasa dan sastra Indonesia di SMP Cipta Dharma Denpasar. Lahir pada tanggal 15 April 1979 di Desa Sakti, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung. Pendidikan SD dan SMP di Nusa Penida., sedangkan SMA di Semarapura (SMAN 1 Semarapura, tamat tahun 1998). Kemudian, melanjutkan kuliah ke STIKP Singaraja jurusan Prodi Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah (selesai tahun 2003). Saat ini tinggal di Batubulan, Gianyar

Next Post
Protokol Minum Arak: Duduk Melingkar, Jaga Jarak, Gelas Sendiri-sendiri

Protokol Minum Arak: Duduk Melingkar, Jaga Jarak, Gelas Sendiri-sendiri

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Covid-19 dalam Alam Pikir Religi Nusantara – Catatan Harian Sugi Lanus

    Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sederhana, Haru dan Bahagia di SMPN 2 Sawan: Pelepasan Siswa, Guru Purnabakti dan Pindah Tugas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Sumbangan Ketut Bimbo pada Bahasa Bali | Ada 19 Paribasa Bali dalam Album “Mebalih Wayang”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lonte!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Tidak Ada Definisi untuk Anak Pertama Saya

by Dewa Rhadea
June 4, 2025
0
Tawuran SD dan Gagalnya Pendidikan Holistik: Cermin Retak Indonesia Emas 2045

KADANG saya mencoba menjelaskan kepada orang-orang seperti apa anak pertama saya. Tapi jujur saja, saya tidak tahu bagaimana harus mendefinisikannya....

Read more

The Voices After Cak!: Keriuhan di Balik-balik Tubuh yang Diguncang

by Wulan Dewi Saraswati
June 4, 2025
0
The Voices After Cak!: Keriuhan di Balik-balik Tubuh yang Diguncang

MALAM di taman kuliner Ubud Food Festival sangat menggiurkan. Beberapa orang sudah siap duduk di deretan kursi depan, dan beberapa...

Read more

Susu dan Tinggi Badan Anak

by Gede Eka Subiarta
June 3, 2025
0
Puasa Sehat Ramadan: Menu Apa yang Sebaiknya Dipilih Saat Sahur dan Berbuka?

KALSIUM merupakan mineral utama yang diperlukan untuk pertumbuhan tulang kita, tepatnya untuk pertumbuhan tinggi badan. Kandungan kalsium tertinggi ada pada...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Gede Anta Wakili Indonesia dalam “International Visitor Leadership Program” di AS

Gede Anta Wakili Indonesia dalam “International Visitor Leadership Program” di AS

June 5, 2025
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Abraham dan Cerita Sebotol Lion Brewery di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Abraham dan Cerita Sebotol Lion Brewery di Ubud Food Festival 2025

IA bukan Abraham Lincoln, tapi Abraham dari Lionbrew. Bedanya, yang ini tak memberi pidato, tapi sloki bir. Dan panggungnya bukan...

by Dede Putra Wiguna
June 6, 2025
Buku “Identitas Lintas Budaya: Jejak Jepang dalam Teks Sastrawan Bali” Memperkaya Perspektif Kajian Sastra di Bali
Khas

Buku “Identitas Lintas Budaya: Jejak Jepang dalam Teks Sastrawan Bali” Memperkaya Perspektif Kajian Sastra di Bali

BUKU Identitas Lintas Budaya: Jejak Jepang dalam Teks Sastrawan Bali karya Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt., memperkaya perspektif kajian sastra,...

by tatkala
June 5, 2025
Sederhana, Haru dan Bahagia di SMPN 2 Sawan: Pelepasan Siswa, Guru Purnabakti dan Pindah Tugas
Khas

Sederhana, Haru dan Bahagia di SMPN 2 Sawan: Pelepasan Siswa, Guru Purnabakti dan Pindah Tugas

“Kami tahu, tak ada kata maaf yang bisa menghapus kesalahan kami, tak ada air mata yang bisa membasuh keburukan kami,...

by Komang Sujana
June 5, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [18]: Bau Gosong di “Pantry” Fakultas

June 5, 2025
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co