Libur panjang gini enaknya ngapain ya?. Sudah hampir dua minggu mengkarantina diri di desa nir peradaban. Ceritanya, lagi ngikut anjuran Pemerintah Pusat untuk tidak keluar rumah. Jikapun terpaksa keluar, paling-paling jogging seputaran kompleks. Itu pun dilakukan jelang subuh.
Di tengah wabah Corona, masyarakat desa dimana saya tinggal terbilang santuy. Belum barbar thus nimbun masker dan hand sanitizer. Aktivitas ekonomi, terutama di pasar desa masih berlangsung seperti biasanya. Kandjeng mami yang bertugas menyiapkan kebutuhan makan selama masa liburan panjang emoh ke pasar. Katanya sih ngikut anjuran social/physical distancing gitu. Kebutuhan lauk dan sayur dibelinya dari pedagang sayur keliling yang sering wara wiri di seputaran rumah.
Selain rebahan yang menjadi menu wajib mengisi liburan, aktivitas lainnya yang tidak kalah seru ya nonton drama korea. Di saat dunia sedang suram karena wabah Covid19, drakor bak oase di padang pasir yang ngasih gambaran surga penuh tawa dan warna. Lumayan kan, bisa melototin cewe-cowo bening body goals.
Seminggu sebelum kampus ditutup, saya sudah menyiapkan beberapa drama Korea terbaru. Awalnya sih buat bekal ngusir bosan sambil nemenin insomnia akut berminggu-minggu. Selain drakor, ada beberapa genre lain yang saya barter dengan teman seperti film Hollywood Barat, Bollywood India dan beberapa anime Jepang seperti Dragon Ball dan Naruto.
Cuman saya perhatikan di beranda FB, pada banyak ngebagiin link drakor banding film lain. Kesimpulan sementara, penggemar drakor jumlahnya mayoritas di negeri ini. Mereka tidak akan susah ditemukan. Tersebar di semua kelompok usia, terutama remaja putri hingga emak-emak. Oleh sebab itulah tulisan ini dibuat.
Kenapa sih cewe-cewe pada suka drakoran ?. Padahal ya, itu kan hanya drama gitu lho, settingan, sandiwara atau apalah namanya. Sama aja kan dengan sinetron yang tiap hari kejar tayang di stasion tv swasta. Emang sih aktor dan aktrisnya mulus-mulus. Tapi kan gak semua mukak aseli. Beberapa aktor dan aktris melakukan tindakan oplas pada bagian wajah yang dianggap kurang menarik. Tapi toh tetap bejibunpenggemarnya.
Tapi nih ya, ada cerita menarik dari drakor. Semua pemeran yang terlibat mulus-mulus banget. Padahal perannya jadi babu atau jongos. Gila emang, drakor gak kenal istilah burik apapun perannya. Mau gembel, mau kaya, semuanya mulus. Yang ngebedain cuman pakaian aja. Yang satu nampak berkelas, yang satu agak dekil dan kucel.
Saya amati, penonton cewe, remaja putri khususnya cenderung memproyeksikan impian pada karakter tertentu yang seharusnya dimiliki laki-laki melalui tokoh-tokoh yang ada, baik secara fisik maupun prilakunya. Ada yang bilang pemeran, terutama aktor prianya cakep, romantis, cool, dewasa, lucu dan terkesan misterius. Beberapa yang popular misalnya Lee Min Ho, Ji Chang Wook, Lee Dong Wook, Lee Jung Suk, Song Joong Ki dan masih banyak yang lain. Setelah dicek, emang bener sih. Jangankan kaum hawa, lelaki tulenkayak saya, ngeliat kegantengan hakiki macam mereka jadi rendah diri. Bak langit dan bumi, mereka memiliki segalanya untuk disebut pesohor kaum hawa. Selain modal tampang menggoda iman, postur tubuhya tinggi dan atletis. Ditambah karakter yang dbawakan di setiap serial drama sebagai pemeran utama semakin menambah kesan bahwa mereka adalah pria ideal calon mantu idaman.
Lha, terus gimana dengan pemeran perempuan?. Kalau saya lihat, tokoh ini mewakili impian perempuan. Mereka ditampilkan cantik, berbusana sosialita dan tinggal di rumah yang megah. Ada juga nih cerita di mana pemeran perempuan utama dari kalangan biasa yang awalnya keliatan ndeso. Lalu ketemu pangeran tampan pemeran pria utama yang kaya raya pewaris perusahaan besar. Jatuh cinta, endingnya bahagia meskipun di sana sini banyak halangan dari pihak keluarga.
Seorang kawan pecinta drakor yang sering saya ajak gibahberujar tema dan alur cerita drakor itu ringan, kreatif, mudah diikuti dan happyending. Dibanding sinetron, penonton lebih antusias ngdrakor. Kalau sinetron lokal itu pada suka ngebahas kisah cinta-cintaan aja. Penonton jadi bosen. Nah, di drakor, mereka nawarin orisinalitas cerita dan kreativitas ide. Emang sih drakor juga nampilin urusan cinta-cintaan ala bucin comel. Tapi ada banyak kategori lain yang tak bisa dilewatkan seperti tema sosial, sejarah, kebudayaan dan bahkan politik.
Apa yang dibilang barusan ada benernya juga. Misalnya drakor Crash Landing on You yang baru-baru ini tayang. Dibintangi aktor kawakan yang baru selesai wamil, Hyun Bin dengan lawan main aktris Son Ye Jin. Di film ini, penonton drakor nggak hanya dimanjain kisah asmara Hyun Bin (Ri Jung Hyuk) dengan Son Ye Jin (Yoon Se-Ri), tetapi juga konteks sosial dan hubungan sejarah serta politik antara duo Korea, Korea Utara dengan Korea Selatan. Jadi, film ini bercerita tentang cinlok antara orang Korea Selatan (Yoon Se-ri) dengan orang Korea Utara (Ri Jung Hyuk). Bisa dibayangin gimana film ini mampu mengaduk-aduk emosi penonton terutama kaum hawa. Nggak salah kalau di negerinya sendiri, film ini mendapat rating yang cukup memuaskan.
Catatan Penutup
Alur cerita di dalam drakor ingin memberi pesan ke kita bahwa cantik atau ganteng itu bukan bawaan lahir. Ia bisa diraih dan dibuat atau diusahakan. Dalam hal ini, Pak sutradara memiliki kejelian menumbuhkan ruang optimistik bagi kita untuk melibatkan feminitas atau maskulinitas sebagai identitas yang terus berubah. Melekat sekaligus dilepas sesuai dengan keinginan.
Pengalaman para aktor dan aktris, meski settingan, namun karena kemampuan acting yang luar biasa menjadi terlihat natural. Kejadian demi kejadian di dalam adegan terlihat akrab dengan kehidupan pribadi. Dibanding penonton pria yang agak kalem, pada penonton perempuan akan lebih mudah ditemukan komentar-komentar seperti ” tuh kan, semua cowok memang begitu, gak ada bedanya, mau enaknya saja”. Mengapa bisa muncul komentar seperti itu ?. Alasannya, bisa jadi penonton perempuan memiliki pengalaman personal yang lebih kuat terhadap alur cerita yang membuatnya bisa menumpahkan kekesalan pada laki-laki.
Tidak berhenti di situ, penonton juga aktif menggali lebih banyak informasi tentang idolanya. Hal itu membantunya berada dalam ruang pembicaraan yang sama dengan sesama, intim dan personal menjadi suatu yang khas. Mereka akan bertukar informasi, lalu mengidentifikasikanya dengan kisah yang dialami sehari-hari.
Aktivitas dalam “kamar” ini mampu mendatangkan kepuasan psikis, yang bisa jadi kadarnya sama dengan yang didapatkan laki-laki saat nongkrong bareng teman di pinggir jalan. Mereka menemukan romantisme ideal dalam hubungan cinta, sesuatu yang sangat sulit ditemukan dalam kehidupa nyata.
Penonton menjadi dekat dengan drakor karena kemampuan memaralelkan adegan demi adegan dengan apa yang terjadi di dunia nyata. Pada titik ini, drakor menjadi “dunia tetangga” yang dekat dengan, namun bukan bagian dari kehidupan. Drakor telah berkembang menjadi sebuah budaya tontonan yang memberikan ruang bagi wilayah pengalaman personal. [T]