Oleh: Satria Aditya — Jembrana
Teater adalah seni pertunjukan yang sangat saya kagumi saat ini. Teater bukan hanya sebuah seni saja, sejauh ini saya mulai mengenal teater lebih dalam lagi. Teater adalah cara saya merefleksikan diri, teater juga mengajarkan saya keiklasan dan tentunya karena teater saya mempunyai banyak sekali teman.
Kemarin, rasa kecewa selalu datang. Betapa tidak, teman-teman mempercayai saya dan memberikan sebuah mandat untuk menjadi sutradara. Menurut saya, menjadi sutradara adalah ujian akhir ketika saya sudah belajar selama 6 bulan atau lebih, anggap saja menjadi sutradara adalah ujian akhirnya untuk melanjutkan pelajaran ke tingkat selanjutnya dan saya harus belajar lagi untuk mematangkan ujian akhir saya. Tentunya dengan nilai baik ataupun cukup itu tidak masalah.
Rasa kecewa ini berawal ketika surat edaran itu datang. Ya, awalnya sangat senang sekali mendapat libur yang lumayan panjang, 30 April adalah waktu yang cukup panjang untuk rebahan di rumah. Ternyata, itu adalah mimpi buruk yang belum saya sadari. Karena Covid-19 semua kegiatan harus dihentikan. Mungkin untuk sementara waktu. Dan karena saya tidak ingin menyia-nyiakan hidup saya, mau tidak mau saya di rumah saja selama beberapa bulan ini.
Selama beberapa minggu di rumah, kegiatan yang paling melelahkan ternyata adalah rebahan di atas kasur. Selama beberapa minggu ini ternyata rasa bosan terus menghampiri, sampai-sampai tidurpun menjadi kegiatan yang sangat melelahkan dan tentunya membosankan.
Sampai akhirnya saya memutuskan untuk keluar kamar dan melakukan pekerjaan yang dapat dibantu. Sebagai aktor, kita harus mempunyai kesadaran akan latihan-latihan keaktoran pada kehidupan sehari-hari. Beberapa hari terakhri, saya disibukkan dengan pesanan ayam betutu yang lumayan banyak. Dan di sana saya menyadari tentang keiklasan diri saya untuk mengantar 5 atau 10 ayam yang melebihi kapasitas muatan di sepeda motor saya.
Tanpa disadari ataupun sadar, di sana kita melatih keiklasan dan keseimbangan pada sepeda motor, begitu juga pada latihan tubuh, kita harus mengiklaskan tubuh bergerak dan juga menyeimbangkan tubuh pada tumpuan-tumpuan di tubuh kita.
Ketika memanjat pohon kelapa, di sana kekuatan kaki dan tangan sangat diperlukan. Bukan hanya kekuatan tubuh saja, kekuatan mental juga harus kuat saat memanjat pohon kelapa yang tinggi. Dalam latihan tubuh juga diperlukan kekuatan kaki dan tangan untuk memperkut tubuh dan megetahui tumpuan pada saat melakukan gerakan. Vokal juga sangat dilatih saat memanjat pohon kelapa misalnya; “ANE CENA NE ALAP!?” dari ketinggan langsung berteriak kebawah, tentunya saat berteriak biasa dan berteriak dengan vokal terasa berbeda, di sana kesadaran sebagai aktor juga dilatih.
Tentunya kesadaran kecil itu bisa melatih badan dan otot kita selama liburan ini. Beberapa hal kecil pada kehidupan sehari-hari bisa kita sadari sebagai latihan keaktoran, padahal bagi orang lain kegiatan sehari-hari hanya lewat saja yang penting dikerjakan, tetapi lain halnya bagi seorang aktor kehidupan sehari-haripun bisa menjadi gaya latihan mereka. [T]