11 April 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Esai
Foto ilustrasi: Mursal Buyung

Foto ilustrasi: Mursal Buyung

Hari ini Kita Akan Kenang Sebagai Tilem Kasanga Paling Sepi

I Putu Supartika by I Putu Supartika
March 24, 2020
in Esai
58
SHARES

Seperti halnya Galungan, Tilem Kasanga atau warga di desa kami biasa menyebutnya dengan Ngasanga selalu identik dengan keramaian, kesibukan. Pagi-pagi buta kami bangun, bahkan sebelum ayam berkokok, sambil menahan kantuk, mengambil sapu, menyapu sekeliling halaman rumah. Sementara anggota keluarga lain ada yang memasak atau mengambil daging untuk digunakan bekal saat Nyepi esoknya. Di rumah tetangga, telah mengalun suara baleganjur atau gong dari tape mereka.

Usai menyapu, kami sembahyang di rumah masing-masing, agar saat galang kangin, kami sudah bisa pergi ke pura untuk melakukan persembahyangan.

Mengingat ada banyak pura, kami baru selesai sembahyang minimal pukul 10.00 lebih. Dan di jalan desa, akan ramai oleh kami yang menggunakan pakaian adat sambil membawa banten, ada yang berjalan kaki bergerombol, naik mobil ataupun naik sepeda motor.

Itu baru sembahyang keliling ke pura. Belum lagi siangnya, saat suara kulkul desa (kentongan desa) berbunyi, kami yang baru istirahat sejenak kembali memakai pakaian adat ke pura dan menuju ke setra. Di desa kami, setiap Tilem Kasanga selalu menggelar tradisi munjung atau mengunjungi sanak keluarga yang dikubur di setra dengan membawa aneka sesajen atau oleh-oleh. Maka jika siang hari kau datang ke desa kami saat Tilem Kesanga, akan kau dapati banyak orang berkumpul di setra.

Sementara, dalam waktu yang bersamaan, di pinggir jalan, pada bale kulkul, anak-anak yang masih mengenakan pakaian adat juga terlihat asik memukul kentongan dengan kreasinya masing-masing. Di tempat kami disebut dengan ngoncang. Ngoncang ini akan dilakukan hingga larut malam, dan biasanya berbarengan dengan berakhirnya arak-arakan ogoh-ogoh yang biasanya hingga pukul 00.00 bahkan lebih.

Usai melaksanakan tradisi munjung, sorenya sekitar pukul 17.00, kami akan kembali mendengar suara kulkul desa, yang kemudian disusul suara kulkul banjar. Maka bergegaslah kami datang ke Pura Bale Agung dengan membawa tempat tirta dan danyuh (daun kelapa kering). Di Pura Bale Agung digelar tawur kasanga. Usai pelaksanaan tawur ini, kami pulang dengan membawa tirta, nasi tawur dan api.

Berbarengan dengan kepulangan kami itu, di depan Pura Bale Agung, muda-mudi berkumpul dengan ogoh-ogohnya. Saat baleganjur ditabuh, mereka masuryak (berteriak girang), lalu mengangkat ogoh-ogohnya beramai-ramai tinggi-tinggi.

Dari depan Pura Bale Agung, mereka mengarak ogoh-ogoh menuju ke utara, ke depan Pura Puseh. Sampai di depan Pura Puseh, mereka kembali ke selatan dan menuju ke setra desa. Ini sangat lama, dan kami yang lainnya, yang tak ikut mengusung ogoh-ogoh berdiri di sepanjang jalan menyaksikannya atau sekadar mengeluarkan kamera ponsel untuk mengabadikan momen ini.

Ini kesibukan kami di desa, dan benar-benar sibuk manum meriah saat Tilem Kasanga. Namun itu setahun lalu, dua tahun lalu, dan tahun-tahun sebelumnya yang sudah berlalu.

Hari ini, pada Tilem Kesanga, 24 Maret 2020, saya, kami, dan mungkin juga kau tak mendapati kesibukan ini, tak juga mendapati kemeriahan ini. Saya sendiri merasa Nyepi telah dimulai hari ini. Nyaris tak terdengar suara baleganjur ataupun gong dari tape tetangga. Saat galang kangin, jalan desa masih lengang. Hanya tampak satu dua dari kami yang menyapu di depan rumah.

Ketika matahari sedikit meninggi, jalan desa juga masih terlihat lengang. Hanya di rumah masing-masing terlihat kesibukan beberapa dari kami yang melakukan persembahyangan.  Pura tak lagi penuh didatangi oleh kami. Kami cukup di rumah. Kami sembahyang di rumah. Asap dupa mengepul di rumah-rumah kami. Di pura hanya ada pemangku dan juru sapuh yang membantunya ngunggahang banten.

Setra pun tak seramai tahun-tahun sebelumnya walaupun tradisi munjung tetap berjalan. Hanya tampak satu dua orang yang memiliki keluarga yang dikubur saja. Anak-anak tak terlihat lagi tertawa di atas bale kulkul sambil ngoncang. Benar-benar sepi. Seperti nyepi walaupun kami masih sedikit beraktivitas. Di kejauhan gonggongan anjing menyalak, namun tetap tak seramai tahun-tahun yang berlalu. Beberapa ogoh-ogoh di desa kami bahkan sudah ada yang dipralina walaupun belum diarak. Ada yang hanya dipajang saja di pinggir jalan. Ia menyepi.

Sungguh, saya merindukan keramaian pada tahun-tahun yang berlalu. Saya merindukan kesibukan yang biasa kami lewati setiap tahun. Saya dan mungkin juga kami merindukan keramaian terakhir sebelum kami benar-benar menutup diri selama sehari untuk kemudian memulai hari yang baru.

Hari ini mungkin akan selalu kita kenang, sebagai Tilem Kasanga yang paling sepi di antara Tilem Kasanga yang telah berlalu, utamanya bagi saya, generasi 90-an dan generasi setelahnya. Semoga ini cepat berlalu. Semoga saya, kau, dan kami semua bisa merasakan keramaian kembali yang kini telah menjadi barang langka. Salam dari saya, anak pedalaman dari sebuah desa terpencil di sisi barat daya Karangasem. [T]

Tags: Hari Raya Nyepitilem kasanga
I Putu Supartika

I Putu Supartika

Pengamat cewek teman dan peternak sapi ulung yang tidak bisa menyabit rumput. Belakangan nyambi menulis cerpen

MEDIA SOSIAL

  • 3.5k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Ilustrasi tatkala.co | Satia Guna
Cerpen

Utang | Cerpen Rastiti Era

by Rastiti Era
April 10, 2021
Tradisi Aci Keburan di Desa Kelusa, Gianyar./Foto: koleksi penulis
Khas

Tradisi Adu Ayam “Aci Keburan”: Ini Persembahan, Bukan Soal Kalah atau Menang

HARI Raya Kuningan di Desa Kelusa, Kecamatan Payangan, Gianyar, Bali, tentu sangat spesial bagi warga di desa itu dan warga ...

February 2, 2018
Screen Shot 2019-11-11 at 10.18.09 PM.png
Ulasan

“Waktu, Kenangan dan Ruang Sunyi” – Single Baru dari Nicolas Mora

Kamarnya 3x3 meter, lampunya redup kuning-jingga, pagi hari di jendela lawas itu cahaya matahari menyisir lantai yang dingin. Di rak ...

November 12, 2019
Lukisan capung di dinding Kulidan Kithen
Ulasan

Tentang Capung – Pendidikan Ekologi dari Dinding Kulidan Kitchen and Space

Kulidan Kitchen merupakan tempat makan yang unik terletak di Jalan Salya, Guwang, Sukawati , Gianyar. Hidangan kentang goreng di sini ...

February 11, 2020
ILustrasi tatkala.co / Nana Partha
Esai

Terpapar Umbu Landu Paranggi | Kisah Aliran Kepenyairan di Bali

--- Catatan Harian 7 Pebruari 2021 1. Ketika saya kuliah di Jurusan Bahasa Bali Universitas Udayana saya dikampanyekan oleh "tangan-tangan ...

February 8, 2021
Esai

Merayakan Bahasa Bali di Bulan Maret

Setelah hampir sebulan penuh pada Februari lalu Bali marak menggelar aneka macam kegiatan dalam rangka Perayaan Bulan Bahasa Bali, tibalah ...

March 5, 2020

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Suasana upacara ngusaba kadasa di Desa Kedisan, kintamani, Bangli
Khas

“Ngusaba Kadasa” ala Desa Kedisan | Dimulai Yang Muda, Diselesaikan Yang Muda

by IG Mardi Yasa
April 10, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Gde Suardana
Opini

Tatkala Pandemi, (Bali) Jangan Berhenti Menggelar Ritual Seni dan Budaya

by Gde Suardana
April 10, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (67) Cerpen (163) Dongeng (13) Esai (1455) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (10) Khas (352) Kiat (20) Kilas (203) Opini (481) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (10) Poetry (5) Puisi (108) Ulasan (342)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In