[ringkasan artikel]
PHDI Badung pernah diberitakan secara internal bersepakat untuk tidak mengelar Tawur Kesanga, Maret 2016. Kemudian mereka menyerahkan masalah ini untuk diputuskan oleh PHDI Bali dan Pusat. Akhirnya mereka mengikuti keputusan PHDI Bali dan Pusat yang memutuskan bahwa Tawur Kasanga dan rangkaian Nyepi lainnya tetap dilaksanakan di masa Uncal Balung atau sebelum Pegatwuakan. Keputusan PHDI tahun 2016 tersebut berlaku seterusnya jika terjadi hal yang sama.[*]
Kenapa pelaksanaan Tawur Kesanga pernah menjadi polemik?
Ada referensi lontar Swamandala yang bunyinya seperti ini:
“Nyan Sang Hyang Aji Swamandala, hangajaraken hala-hayu, lwirnya mahayu, paryangan we rahayu, yan hanambut karya, lwirnya makiis, mancawalikrama, yan nuju tileming Cetra, husan ukun Galungan, baneh, Bu, Ka, Pahang, haja nggalaraken Tawur Sanga, yan durung Pegatwakan Paang, yanambahin tan sida karya, Dewata malalis, Dewa moktah, hika tka wenang, yan kalangan bwat wenang ring tileming kadaśa panutugnya, pangasangayanika, haja lyanin, ngingan pangaksamanya maring Widi, ring Hyang Basukih, reh gumi kalangan. Mwang ring Hyang Bhairawi Durga, ngaksama saluwirnya, upakaranya, mabanten tumpeng guru, peras penyeneng, daksina, tunggal upakaraniya, katur ring Basukih.”
“Yan hana huwang hamuja tawur, ya durung masalah wuku Pahang, yan manuju Tilem Kasanga wusan huku Galungan, Dungulan, nganeh huku Pahang, palaniya candala ikang rat.”
Terjemahannya:
“Inilah Sang Hyang Aji Swamandala mengajarkan tentang baik dan buruk, seperti memperbaiki parhyangan, hari baik bila menyelenggarakan karya, seperti makiis, mañcawalikrama, jika tilêm cetra jatuh sesudah wuku Galungan, sebelum, Budha, Kliwon, Pahang, jangan melangsungkan Tawur Kesanga, sebelum Pêgatuakan Pahang.”
“Bila hal itu dilaksanakan, karya tidak akan berhasil, para dewata akan pergi, dewa menghilang. Bila ada halangan berat, ritual Kasanga (pangasangan) tersebut dapat dilaksanakan pada Tilêm Kedasa sebagai penyelesaiannya. Jangan yang lain. Tetapi itu dengan diadakan permohonan ampun kepada Sang Hyang Widhi di Besakih, karena masyarakat berhalangan, dan kepada Hyang Bairawi Durga, mohon ampun dengan segenap upakaranya yaitu mempersembahkan bantên tumpêng guru, peras penyeneng, daksina. Upakara itu hanya satu dipersembahkan di Besakih.”
“Bila orang mempersembahkan tawur, sebelum pergantian wuku Pahang, pada waktu Tilêm Kasanga, sesudah wulu Galungan, Dungulan, sebelum Wuku Pahang, dunia akan rusak.”
Memang, lontar Swamandala terhitung lontar yang mengundang kontraversi. Tawur Kesanga yang merupakan inti perayaan Nyepi, menurut lontar ini semestinya ditunda jika jatuh dalam waktu Uncal Balung atau sebelum Pegatwuakan di Wuku Pahang.
Pegatwuakan/Pegatuakan/Pegatwakan jatuh pada Buda Kliwon Pahang, 35 hari setelah hari Galungan. Artinya, kalau Nyepi jatuh sebelum 35 hari setelah Galungan, maka Tawur Kasanga tidak dilaksanakan pada Tilem Kasanga, tapi diganti dengan upakara pengganti dilaksanakan pada Tilem Kedasa. Demikian ajaran dalam Aji Swamandala.
Pegatwuakan ditandai dengan pencabutan dan pelepasan penjor, sampah penjor dibakar dan abunya dimasukkan dalam kelapa gading kasturi. Abu pembakaran yang telah dimasukkan dalam kelapa gading kasturi tersebut ditanam di pekarangan rumah sebagai “pengenteg karang” dan pemberkah bagi keluarga. Sebelum rangkaian Galungan ditutup dengan menanam abu penjor dalam kepala gading kasturi, Galungan dianggap “belum selesai”. Puncak penutupnya adalah menanaman abu di kepala gading kasturi. Ini sebabnya tidak dibenarkan ada upakara apapun terjadi selama Uncal Balung, termasuk Ngaben, kematian, dll, sebelum “nyineb” (penutupan) dengan penanaman kelapa gading kasturi.
Bulan ini, Maret 2020, kembali Tilem Kasanga jatuh sebelum hari Pegatwuakan. Jatuh sebelum 35 hari berlalu perayaan Galungan.
Balik ke belakang, ke peristiwa tahun 2016 Nyepi dan Tawur Kesangan tetap dilaksanakan secara “normal” berdasar Keputusan PHDI. Tahun 2020 ini, merujuk pada tetap berlangsungkannya Tawur Kasangan dan Upakara Panyepian secara normal di tahun 2016, yang juga jatuh sebelum Pegatwuakan, tampaknya tahun ini juga akan tetap dilaksanakan secara “normal”.
Hanya saja, sekalipun lontar Aji Swamandala tidak digubris, Tawur Kasanga bulan Maret ini, yang jatuh sebelum Pegatwuakan, tampaknya berlangsung “tidak sepenuhnya normal” disebabkan situasi global dalam pandemik Covid-19. Tawur Kesanga harus dilaksanakan secara terbatas dalam rambu-rambu “social distancing”, sebuah pendekatan yang mewajibkan masyarakat menjaga jarak dengan orang lain, yang dianggap mampu menghambat persebaran pandemik yang menghantui dunia di Sasih Kasanga ini. [T]
[*] Pesamuhan Agung PHDI Bali melalui Surat Keputusan Nomor 2/TUS/PHDI Bali/I/2016 memutuskan bahwa Tawur Kasanga dan rangkaian Nyepi lainnya tetap dilaksanakan di masa Uncal Balung, atau di masa sebelum Pegatwakan dengan berbagai pertimbangan dan keputusan ini tetap dipakai acuan di masa depan jika terjadi hal yang sama.
SELANJUTNYA BACA: