Kabupaten Jembrana akan menggelar suksesi pemilihan kepala daerah dalam waktu dekat ini. Pada tanggal 23 September 2020 mendatang, warga yang mengantongi KTP Jembrana, akan memilih pemimpinnya untuk lima tahun ke depan.
Sejauh pengetahuan saya, masyarakat kini terbelah tiga. Pertama, menginginkan pemimpin baru. Jumlahnya tak seberapa banyak. Kedua, menginginkan pemimpin kini melanjutkan tugasnya. Jumlahnya cukup besar. Ketiga, menginginkan pemimpin yang membawa visi-misi mantan Bupati Jembrana, I Gede Winasa. Jumlahnya juga cukup besar, namun tak sebesar kelompok kedua.
Massa yang menginginkan visi-misi I Gede Winasa diimplementasikan kembali, memang cukup besar. Winasa dikenal berhasil membawa Jembrana menjadi daerah yang sejahtera dan budiman. Namun begitu, Jembrana juga terbukti melakukan tindak pidana korupsi.
Maka hari ini, bertepatan dengan hari jadi I Gede Winasa yang ke-70, saya menyusun sebuah tulisan terkait sosok Winasa. Tulisan terkait hal-hal yang sudah dilakukan oleh mantan Bupati Jembrana yang kini menghuni sel di Rumah Tahanan (Rutan) Jembrana itu.
Berikut fakta-fakta yang terkait I Gede Winasa yang perlu anda ketahui.
1. Korupsi Pengadaan Mesin Pupuk Kompos
Tidak lama setelah lengser dari kursi Bupati Jembrana, I Gede Winasa langsung tersandung masalah korupsi. Kasus pertama yang menjeratnya ialah pengadaan mesin pengolahan pupuk kompos yang sempat terpasang di TPA Peh.
Kasus tersebut ditangani penyidik di Polda Bali. Setelah bergulir di pengadilan, Winasa dijatuhi hukuman 2 tahun dan 6 bulan penjara.
2. Korupsi Beasiswa Stitna-Stikes
Saat berkuasa di Jembrana, Winasa mendirikan beberapa sekolah tinggi. Yakni Sekolah Tinggi Ilmu Teknologi Jembrana (Stitna) dan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (Stikes) Jembrana.
Semasa Winasa berkuasa, ia menggelontorkan beasiswa yang besar bagi mahasiswa yang kuliah di Stitna dan Stikes Jembrana. Kebetulan saja, beberapa teman saya lulus kuliah dari dua sekolah tersebut.
Belakangan pemberian beasiswa itu ternyata menimbulkan masalah. Winasa diduga menyalahi prosedur pemberian beasiswa hingga menyebabkan negara merugi miliaran rupiah.
Akibat tindakan itu, Winasa dijatuhi hukuman 7 tahun penjara berikut denda Rp 500 juta, serta harus membayar kerugian negara sebesar Rp 2,3 miliar.
3. Korupsi Perjalanan Dinas
Kasus terakhir yang membelit Winasa terkait perjalanan dinas. Sosok yang sempat memangku gelar profesor itu terbukti melakukan perjalanan dinas fiktif.
Winasa diketahui menandatangani 63 lembar Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif dalam kurun waktu 2009-2010. Itu merupakan masa-masa terakhirnya menjabat sebagai bupati. Akibatnya, negara merugi hingga Rp 797,5 juta.
Setelah melalui proses persidangan, Winasa dijatuhi hukuman 6 tahun penjara, berikut kewajiban membayar denda Rp 200 juta. Apabila tak mampu membayar denda, Winasa dijatuhi hukuman tambahan 6 bulan penjara. Selain itu ia juga wajib mengganti kerugian negara Rp 797,5 juta. Apabila tak mampu mengganti, maka harta kekayaannya akan disita untuk mengganti kerugian tersebut.
Karena kasus tersebut, Winasa terancam menghabiskan hari-hari tuanya di balik jeruji besi. Bahkan sejumlah masyarakat berseloroh bahwa Winasa akan menghembuskan nafas terakhirnya di sel tahanan. Apalagi konon, masih ada beberapa kasus lain yang menunggunya.
Sebenarnya kekhawatiran soal kasus korupsi itu, sudah berhembus sejak 2007 lalu. Pada periode kedua Winasa memimpin Jembrana. Saat itu, ia tengah berambisi melanggengkan langkahnya menjadi Gubernur Bali lewat gerakan Bali Harmoni.
Beberapa cendikiawan memberikan masukan pada Winasa bahwa dirinya rentan dikriminalisasi lewat kasus-kasus korupsi. Namun Winasa memilih tak ambil pusing.
Bahkan saat itu ia sempat berseloroh. “Sesuatu yang benar, bisa saja dimaknai keliru, jika dia ada dan berada pada saat, ruang, dan waktu yang salah. Dan semua itu adalah sebuah keniscayaan yang harus dijawab.”
4. SPP Gratis
Salah satu program yang menggebrak saat Winasa memimpin Jembrana, ialah menggratiskan Sumbangan Pembangunan Pendidikan (SPP). Saat kebijakan itu direalisasikan, banyak yang sangsi bahkan skeptis dengan kebijakan tersebut.
Ada yang menduga program tersebut hanya kebijakan populis yang tak mempengaruhi kualitas dunia pendidikan. Bahkan cenderung menurunkan kualitas.
Nyatanya Angka Partisipasi Kasar (APK) meningkat, pun demikian dengan Angka Partisipasi Murni (APM).
Kebijakan ini juga diikuti dengan sejumlah program lanjutan. Misalnya anak sekolah yang rumahnya jauh dari sekolah, akan difasilitasi sepeda pancal dan uang saku. Sehingga orang tua mereka tak punya alasan tak menyekolahkan anaknya.
5. Jaminan Kesehatan Jembrana (JKJ)
Program lainnya yang dikenal ialah Jaminan Kesehatan Jembrana (JKJ). Lewat program ini, warga Jembrana bisa berobat gratis di mana pun, kapan pun.
Cukup membayar Rp 10ribu sebagai ongkos cetak kartu JKJ. Bawa kartu itu ke dokter, rumah sakit pemerintah, rumah sakit swasta, warga tak perlu membayar.
Hanya saja, kartu ini hanya berlaku bagi pelayanan dokter umum dan dokter gigi saja. Untuk pelayanan dokter spesialis dan rawat inap, harus ada biaya tambahan yang dibayar. Bila saya tidak salah ingat, warga harus membayar Rp 60ribu hingga Rp 120ribu bila ingin mendapat pelayanan dokter spesialis dan layanan rawat inap gratis.
Istimewanya, program ini menjadi cikal bakal pelayanan kesehatan di Bali dan di Indonesia. Di Bali terkait Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) dan di Indonesia terkait Kartu Indonesia Sehat (KIS).
Uniknya lagi, program JKBM diadopsi Pemprov Bali dari Pemprov Sumatera Selatan. Sementara Pemprov Sumatera Selatan mengadopsinya dari Pemkab Jembrana.
6. Bebas Pajak Bagi Petani
Kabupaten Jembrana merupakan daerah agraris. Pada masa Winasa memimpin Jembrana, 80 persen penduduknya merupakan petani dan nelayan. Entah itu petani pemilik lahan atau penggarap lahan. Sedangkan 20 persen sisanya merupakan PNS, Polri, TNI, karyawan swasta, dan wirausaha.
Winasa sadar perekonomian daerahnya dibentuk oleh sektor pertanian. Mengejar sektor pariwisata pun percuma. Maka ia menggratiskan pungutan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) bagi petani. Dengan harapan tidak ada lahan yang mengalami alih fungsi.
Sektor pertanian pun digarap dengan serius. Agar hasil produksinya bisa diserap hotel-hotel berbintang di Denpasar dan Badung.
7. Dokumen Kependudukan Gratis
Pada masa-masa tersebut, mengurus dokumen kependudukan merupakan hal yang dihindari. Bukan hanya mengurus Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang dianggap ribet. Mengurus akta kelahiran, akta perkawinan, dan akta kematian, dianggap sama ribetnya.
Bila ingin mengurus dokumen tersebut, masyarakat harus siap biaya, waktu, tenaga, dan pikiran untuk menyelesaikannya.
Saat Winasa berkuasa, pengurusan dokumen kependudukan disederhanakan. Seluruh pengurusan dokumen digratiskan. Jangka waktu penyelesaian juga distandarisasi.
8. Reformasi Birokrasi
Awal memimpin Jembrana, Winasa mendapati struktur organisasi pemerintahan yang tidak efektif dan efisien. Saat awal menjabat, ia mendapat ada 2 badan daerah, 9 dinas daerah, dan 9 kantor daerah.
Sejak 2003, organisasi itu dilebur. Sehingga menjadi 2 badan daerah, 7 dinas daerah, dan 2 kantor daerah. Perampingan organisasi itu membuat pemerintahan menjadi lebih efektif dan efisien.
Secara operasional, perampingan organisasi membuat biaya yang dibutuhkan menjadi lebih sedikit. Demikian pula dengan pembiayaan pegawai yang lebih efisien.
9. Penyulingan Air Laut Menjadi Air Tawar
Saat saya baru belajar menjadi wartawan di Jembrana, saya ingat betul saat Winasa murka pada pemimpin di PDAM Jembrana. Penyebabnya, air PAM tidak mengalir. Ditambah lagi air PAM tak bisa dikonsumsi langsung.
Winasa akhirnya mengontak koleganya di Jepang. Ia mendapat hibah mesin penyulingan air laut menjadi air tawar. Mesin penyulingan ini menghasilkan produk air minum dalam kemasan (AMDK) yang diberi nama Megumi. Sayang produk ini tidak laris di pasaran.
Winasa juga saat itu mengalirkan air Megumi ke instansi pemerintahan. Pegawai tidak perlu membeli air minum. Cukup mengonsumsi air dari keran langsung, seperti di negara-negara maju.
Winasa mengklaim cara ini dilakukan untuk menangani krisis air bersih yang berpotensi terjadi di Jembrana. Terlebih dengan disedotnya Air Bawah Tanah (ABT) secara terus menerus. Sumber air pun diyakini sangat berpotensi mongering seiring berjalannya waktu.
10. Kartu Pegawai Teritegrasi dengan ATM BPD
Saya tak tahu harus menyebut I Gede Winasa sebagai bupati yang pelit atau kikir. Pada kondisi tertentu, ia memperhitungkan segala pengeluaran dengan sangat presisi. Sebisa mungkin melakukan penghematan.
Termasuk dalam urusan kartu pegawai. Winasa pernah menolak menganggarkan pencetakan kartu pegawai. Menurutnya, pemerintah bisa melakukan efisiensi pencetak kartu pegawai.
Caranya? Menggandeng BPD Bali. Bank diminta membiayai ongkos cetak kartu pegawai, dan mengintegrasikan kartu pegawai sebagai kartu ATM. Dengan begitu, pemerintah tak perlu keluar biaya mencetak kartu pegawai.
11. J-Sidik
Program ini bertujuan menyederhanakan kartu-kartu yang dikeluarkan pemerintah. Saat itu pemerintah mengeluarkan begitu banyak kartu seperti KK, KTP, JKJ, ATM, SIM, dan sejenisnya.
Kenapa kartu-kartu itu tidak disederhanakan? Akhirnya muncul inovasi J-Sidik yang merupakan kepanjangan Jembrana-Satu Identitas Kependudukan.
Kartu itu didukung dengan sebuah chip berteknologi tinggi. Agus Swastika, pria asal Desa Pucaksari (Buleleng) yang kini menjabat sebagai Ketua STIMIK Primakara merupakan sosok yang berada di belakang inovasi tersebut.
Kartu tersebut menyimpan segala jenis identitas kependudukan. Termasuk rekam medis yang saat itu masih dicatat secara manual. Cukup masukkan kartu dalam card reader, data-data yang dibutuhkan bisa dibaca. Siapa sangka jika J-Sidik ini kemudian menjadi cikal bakal KTP elektronik seperti yang kita kantongi saat ini.
12. Tender Jabatan
Perampingan organisasi perangkat daerah, jelas berdampak pada perampingan jumlah jabatan. Pada masa itu, Winasa melakukan langkah berani. Yakni melakukan tender jabatan.
Siapa yang merasa berhak menduduki posisi jabatan eselon IIa (setingkat sekda) dan eselon IIb (setingkat kepala dinas), harus melalui tender jabatan. Proses tender jabatan ini tidak melibatkan komponen birokrasi. Namun melibatkan akademisi di Universitas Udayana.
Belasan tahun kemudian, inovasi tender jabatan itu diadopsi secara luas di Indonesia. Kini, siapa saja yang ingin menduduki posisi eselon IIa dan IIb, harus melalui proses tersebut dan wajib mengantongi rekomendasi dari Komisi Aparatur Sipil negara (KASN).
13. Beasiswa S2
Jumlah PNS yang mengantongi ijazah S1 saat awal Winasa menjabat sangat minim. Bahkan yang mengantongi ijazah S2 bisa dihitung dengan jari.
Winasa sadar, sumber daya manusia (SDM) merupakan aset utama. Ia akhirnya menelurkan program beasiswa kuliah S2 bagi PNS. Baik itu yang duduk di struktural maupun guru.
Khusus bagi guru, mereka mendapat keuntungan yang lebih besar. Guru akan difasilitasi studi banding ke Selangor (Malaysia) maupun ke Jepang untuk mempelajari proses pendidikan di sana.
14. Pemusatan Instansi Pemerintahan
Kerusuhan yang terjadi di Jembrana pada periode 1998-1999, juga berdampak pada instansi pemerintahan. Banyak gedung yang dijarah, dirusak, bahkan dibakar.
Dalam kondisi terseok-seok, pusat pemerintahan didirikan di Pecangakan. Winasa sengaja mendirikan pusat pemerintahan yang mencakup seluruh instansi pemerintahan.
Hal ini menimbulkan dua keuntungan. Pertama, memudahkan pengawasan. Pegawai yang keluar saat jam dinas, harus menyerahkan surat tugas pada petugas jaga.
Kedua, efisiensi anggaran. Pemerintah tidak perlu mengalokasikan anggaran untuk sekadar koordinasi dan mengantar surat. Bahkan untuk pembayaran telepon pun bisa ditekan. Karena sudah menggunakan sistem PABX.
15. Sewa Kendaraan
Perusahaan Daerah Jembrana dulu kondisinya morat-marit. Kantornya bocor di mana-mana. Kenapa saya tahu? Kebetulan saya tinggal di seberangnya. Sekarang kantornya tidak ada, berganti jadi Taman Patung Dwinda.
Bisinis sewa kendaraan ini berhasil membuat perusahaan daerah terbebas dari bisnisnya yang terpuruk. Pemerintah pun tidak perlu mengeluarkan biaya pemeliharaan rutin seperti ganti ban, ganti onderdil, maupun ganti oli.
Sayangnya, perusahaan tidak memiliki aset buah bisnis bergulir. Konon bisnis ini akan masuk dalam kisah korupsi yang membelit Winasa pada episode berikutnya.
16. Processing Daging dan Produk Olahan Ikan
Seperti yang sudah saya jelaskan sebelumnya, sebagian besar penduduk Jembrana menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian dan perikanan. Biasanya petani juga memiliki usaha sampingan seperti ternak. Entah itu babi, sapi, kerbau, kambing, ayam, atau itik.
Nah, usaha ternak dan nelayan penuh dengan pasang surut. Terkadang naik, seringkali turun. Mengantisipasi turunnya harga dan daya beli peternak serta nelayan, Winasa menggagas pabrik processing daging dan olahan ikan.
Pada pabrik processing daging, berbagai jenis daging bisa dihasilkan. Entah itu sosis, daging cincang, hingga daging asap. Sementara dari produk olahan ikan bisa dihasilkan abon, ikan asap, ikan asing, hingga nugget.
Pabrik tersebut dikelola oleh sebuah koperasi. Sayang pabrik itu tak berusia lama. Peternak dan nelayan menganggap menjual dalam bentuk mentah lebih praktis, ketimbang dalam bentuk produk olahan yang notabene harganya lebih mahal.
17. Perusahaan Pengolahan Kakao
Petani di Jembrana, utamanya wilayah barat, tak hanya bergantung pada hasil olahan pertanian seperti padi. Namun juga kopi dan kakao. Seperti di Kecamatan Melaya.
Kakek saya dulunya petani kakao. Beliau menanam kakao di sela-sela tanaman kelapa. Sayang harganya anjlok. Kakao ditebang, berganti dengan singkong, jagung, bahkan rumput gajah yang dianggap lebih menguntungkan.
Sadar kakao punya potensi besar, Winasa membangun perusahaan pengolahan kakao di wilayah Melaya. Perusahaan ini saya lihat masih bertahan hingga kini.
Wajar saja, perusahaan ini mengolah kakao menjadi cokelat. Sedangkan cokelat dibutuhkan oleh industri pariwisata, utamanya hotel. Apalagi sebagian besar produk pastry membutuhkan cokelat sebagai bahan dasar.
18. Kapal Jimbarwana dan Galangan Kapal
Winasa pernah mendatangkan sebuah kapal yang kemudian disebut Kapal Jimbarwana. Kapal itu berlabuh di muara Pengambengan. Sebuah galangan kapal kecil-kecilan juga dibangun di sana.
Kapal Jimbarwana itu diniatkan bagi para nelayan yang ingin menjelajah Samudra Hindia. Mereka didorong memancing tuna di Samudera Hindia, yang memiliki nilai jual lebih besar dan berpeluang diekspor ke manca negara. Memancing tuna dianggap lebih menjanjikan ketimbang menjaring lemuru.
Betapa tidak, satu kilogram tuna bisa dijual antara Rp 210ribu hingga Rp 280ribu. Sementara nilai ekspor blue fin tuna bisa mencapai Rp 50juta per ekor.
Sayang nasib kapal ini tak berlanjut. Nelayan ogah memancing jauh ke Samudera Hindia. Meski kapal dilengkapi dengan peralatan canggih yang bisa mendeteksi keberadaan tuna. Menjaring lemuru dianggap lebih praktis dan realistis.
19. Jimbarwana Net (J-Net)
Saat internet belum dibutuhkan bagi warga Jembrana, Winasa telah memikirkannya. Saya ingat, waktu itu saya masih menggunakan sosial media bernama Friendster yang kini nggak keren-keren amat. Terkadang juga saya menulis di blog.
Tatkala warnet menarik tarif mahal bagi koneksi internet yang kencang dan mumpuni, tidak demikian dengan pemerintah. Gunakan saja sebuah komputer yang ada di Perpustakaan Daerah. Akses internet kencang, tanpa batas sudah bisa diperoleh.
Akses internet kencang itu diperoleh lewat akses Jimbarwana Net atau J-Net. Akses internet menyebar hingga ke desa-desa. Akses internet itu juga memudahkan serta mempercepat proses pelayanan di tingkat desa.
Jadi, sebelum Gubernur Bali Wayan Koster mendegungkan program Bali Smart Island dengan layanan gratis internet di dalamnya, I Gede Winasa sudah lebih dulu melakukannya lewat J-Net.
20. ATM Palu Gada
Jelang lengser dari kursi kepemimpinannya, Winasa melahirkan inovasi terakhir. Namanya ATM Palu Gada. Palu Gada merupakan kepanjangan dari “Apa Lu Mau, Gua Ada”.
Lewat ATM ini, warga bisa mencetak KK, akta kelahiran, kartu kuning, dan kebutuhan lainnya. Cukup masukkan KTP dalam mesin, maka seluruh layanan pencetakan sudah bisa dilakukan.
Sepuluh tahun sejak ATM Palu Gada dirilis di Jembrana, daerah-daerah lain baru mulai sibuk dengan pembuatan Anjungan Dukcapil Mandiri.
21. Kantor Maya
Dalam poin sebelumnya, saya sudah pernah menyatakan bahwa mantan Bupati Jembrana I Gede Winasa sangat perhitungan. Jangankan soal kartu pegawai. Soal pencetakan surat undangan, hingga pengiriman surat undangan diperhitungkan secara presisi.
Winasa mendapati urusan mengirim surat undangan, pemberitahuan, hingga sekadar tembusan, merupakan urusan yang menjurus ke penganggaran yang tidak efisien.
Ia kemudian merilis aplikasi yang bernama Kantor Maya (Kantaya). Seluruh prosedur surat menyurat, diselesaikan lewat aplikasi ini. Mulai dari mengirim surat hingga disposisi surat, bisa dilakukan lewat aplikasi.
22. Layanan Publik Satu Loket
Banyuwangi kini punya Mall Layanan Publik. Tapi tahukah anda, Jembrana pernah jauh lebih maju dalam hal pelayanan publik?
Bila kini Banyuwangi punya Mall Pelayanan Publik, dulu Jembrana punya loket pelayanan publik. Loket? Apa Istimewanya?
Loket ini jelas istimewa. Karena lewat satu loket saja, anda sudah bisa menyelesaikan segala kebutuhan anda. Entah itu dokumen kependudukan, urusan perizinan, dan sejenisnya.
Petugas resepsionis dengan senyum bungah, akan menyambut anda di depan loket. Resepsionis ini, bertugas memverifikasi dokumen. Bila dokumen lengkap, dokumen permohonan anda akan dimasukkan ke loket. Bila kurang, resepsionis akan memberikan check list, dokumen apa saja yang harus dipenuhi.
Durasi pengurusan izin pun sudah terpampang jelas di papan pengumuman. Berikut biaya yang dibutuhkan. Jadi tidak ada pungli yang terjadi.
23. Kanal Tedung Bali
Pernah dengar nama Kanal Tedung Bali? Saya yakin sebagian besar dari anda tak pernah mendengarnya. Kanal Tedung Bali lebih dikenal dengan nama Jembrana Twin Tower.
Kanal ini merupakan salah satu proyek prestisius Winasa dalam menangani masalah banjir di sekitar pusat pemerintahan. Dulunya kawasan sekitar pusat pemerintahan kerap mengalami banjir.
Ia akhirnya menginisasi pembangunan Kanal Tedung Bali. Kanal yang dibangun di sekitar gedung, sebenarnya bukan tanpa fungsi. Dalam dokumen perencanaan kanal itu berfungsi sebagai lokasi penampungan air.
Apabila air meluap, maka air dialirkan ke kanal. Selanjutnya air di kanal dialirkan ke Tukadaya di sebelah timur atau Tukad Ijogading di sebelah barat.
Selain itu gedung kembar di sana tadinya akan dilengkapi dengan bangunan berupa tower. Tower itu nantinya akan disewakan pada provider telekomunikasi dan televisi.
Sayangnya proyek itu tidak pernah tuntas seperti desain awal. Kini gedung itu difungsikan sebagai gedung kesenian yang diberi nama Gedung Kesenian Bung Karno (GKBK).
24. Dana Talangan KUD
Sektor pertanian menjadi penggerak utama roda perekonomian di Jembrana. Bicara pertanian, tentu tak bisa mengesampingkan peran Koperasi Unit Desa (KUD).
Saat itu, KUD megap-megap. Nyaris mati. Padahal KUD punya fungsi dan peran strategis menyerap hasil produksi petani. Terutama yang berupa beras.
Pemerintah akhirnya memberikan dana talangan bagi KUD. Hasilnya, KUD bisa menyerap beras petani. Selanjutnya beras yang diserap KUD, dijual pada PNS di Jembrana. Maka beras Jembrana pun memiliki nilai jual yang layak.
25. Dana Bergulir Pokmas
Selain dana bergulir di KUD, Winasa juga menyalurkan dana bergulir bagi kelompok masyarakat. Tiap kelompok mendapat dana bergulir sebesar Rp 10 juta.
Dana itu bisa digunakan atau dipinjam anggota kelompok. Digunakan untuk modal beternak, berjualan, atau modal usaha lainnya. Dana bergulir yang dipinjam wajib dikembalikan. Sehingga bisa dimanfaatkan anggota kelompok yang lain.
Bila dana bergulir itu macet, Winasa sudah menyiapkan debt collector. Dia adalah lurah dan kepala desa. Bila dana bergulir itu masih macet, siap-siap saja dana pembangunan di kelurahan atau desa, menjadi macet.
26. Pertanian Terintegrasi
Bicara pertanian, kita tidak bisa mengesampingkan sektor peternakan. Apalagi banyak petani yang punya usaha sampingan seperti beternak.
Sadar dengan potensi itu, Winasa membangun sektor pertanian terintegrasi. Pilot project ini dibangun di wilayah Melaya. Hanya beberapa meter dari Pabrik Kakao.
Di lahan ini, Winasa menunjukkan bahwa pertanian bisa dilakukan secara modern dan memberikan imbal hasil yang besar. Pertanian terintegrasi ini pula, yang saya yakini menjadi cikal bakal Simantri (Sistem Pertanian Terintegrasi) yang kini berkembang di Bali.
27. Pabrik Kompos
Apabila Jembrana berkembang menjadi sebuah kota dan pusat peradaban, Winasa meyakini akan ada masalah baru yang muncul. Yakni kemacetan, banjir, dan sampah.
Mengantisipasi hal itu, Winasa membeli pabrik pengolahan kompos di Jepang. Pabrik pengolahan kompos ini merupakan salah satu pabrik yang pertama berdiri di Indonesia.
Saat itu, pada tahun 2006, Winasa berharap warga bisa memilah sampah. Sampah plastik bisa diolah menjadi produk bernilai jual, sementara kompos disalurkan pada petani.
Sayang kini mesin kompos itu mangkrak. Winasa pun menjadi terpidana karena melakukan korpupsi dalam proses pengadaan mesin kompos.
Kini, 14 tahun setelah Winasa membeli mesin kompos, kita baru tersadar bahwa memilah sampah itu penting. Sementara mesin kompos sudah mangkrak dan rusak.
28. Posdayandu
Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) dikenal sebagai tempat menimbang dan memberi vitamin bagi balita. Di tangan Winasa, Posyandu dikembangkan sedemikian rupa hingga menjadi Posdayandu (Pos Pelayanan dan Pemberdayaan Terpadu).
Lewat Posdayandu, kebutuhan masyarakat bisa terpenuhi. Menimbang bayi, bisa. Pemberian vitamin bayi, bisa. Butuh informasi diet dan perbaikan gizi, bisa.
Perpanjang KTP, bisa. Urus IMB, bisa. Bayar PBB, juga bisa. Intinya, semua kebutuhan anda di bidang perizinan dan informasi, bisa dilakukan lewat Posdayandu.
Kini, program itu tinggal batu nisan.
29. E-Voting
Pemilu 2019 yang berujung pada meninggalnya sejumlah personalia yang terkait dengan pelaksanaan pemilu, berujung pada wacana baru. Pelaksanaan pemilu secara elektronik alias e-voting.
Jauh sebelum wacana itu muncul, Jembrana telah melaksanakannya. Pemilihan melalui e-voting sudah dilangsungkan. Entah itu untuk pemilihan ketua OSIS di sekolah, kepala dusun, atau kepala desa.
Tapi e-voting belum bisa diterapkan saat pemilihan kepala daerah, karena saat itu belum ada regulasi yang menaungi.
Kini saat wacana e-voting bergulir, Winasa barangkali sedang tertawa di Rutan Negara. Winasa mungkin membatin, “Rage pidan be ngae e-voting. Adi jani mare keten-keten kar ngae e-voting.”
30. Jimbarwana Transport
Masalah kawasan perkotaan adalah banjir, macet, dan sampah. Untuk banjir, Winasa menggagas proyek Kanal Tedung Bali. Sampah, digagas lewat pengadaan mesin pengolahan kompos.
Nah untuk mengatasi kemacetan, Winasa merancang Jimbarwana Transport. Moda transportasi ini tadinya dirancang serupa busway di Jakarta. Hanya saja, kondisi jalan belum memadai, sehingga polanya dimodifikasi.
Moda transportasi ini dilengkapi dengan kursi yang nyaman, pendingin udara, serta tarif yang murah. Bayangkan, dari Negara ke Pekutatan saja, hanya baya Rp 3ribu.
Tadinya, Winasa berharap moda transportasi ini bisa dicontoh para pengusaha otobus atau mikrolet. Dalam artian menyediakan transportasi yang aman, nyaman, dan murah. Sehingga kebutuhan terhadap kendaraan pribadi bisa turun.
Tapi keberadaan Jimbarwana Transport menuai keluhan. Akhirnya bus hanya beroperasi pada malam hari. Sedangkan paginya digunakan sebagai bus sekolah bagi siswa di SMAN 2 Negara.
31. Zero Visit to Forest
Hutan mendapat perhatian besar dari Winasa. Ia meyakini, hutan yang hijau dan lestari, bisa memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. Minimal ketersediaan air bersih yang memadai.
Tapi saat awal Winasa menjabat, pembalakan hutan tengah menjadi masalah serius. Warga yang masuk dalam hutan, saat itu cuek saja menebang kayu hutan. Mereka tak takut dengan aparat penegak hukum.
Rupanya, Winasa punya cara jitu. Ia menggagas program zero visit to forest. Artinya tidak boleh ada kunjungan ke dalam hutan. Setiap kunjungan ke dalam hutan, harus seizin bendesa adat.
Winasa juga meminta bendesa menyusun awig-awig yang melarang penebangan kayu hutan dan pencurian kayu. Pelanggaran terhadap hal itu, dikenakan sanksi adat. Rupanya, sanksi adat lebih efektif dari KUHP.
32. Winasa Sebagai Daya Tarik
Harus diakui, Winasa menjelma sebagai sebuah daya tarik di Jembrana. Saat awal menelurkan kebijakan-kebijakan ‘kontroversial’ seperti bebas SPP dan JKJ, Jembrana kerap dikunjungi daerah-daerah lain di Indonesia. Termasuk lembaga negara dan kementerian pun melakukan kunjungan kerja ke Jembrana.
Sayangnya kunjungan kerja itu tak berdampak positif bagi Jembrana. Masalahnya, rombongan yang ingin kunjungan ke Jembrana, menginap di Denpasar atau Badung. Pada pagi hari mereka berangkat ke Jembrana, dan siang harinya kembali ke hotel di Denpasar atau Badung.
Winasa kemudian menyusun strategi. Salah satunya menerapkan kebijakan bahwa kunjungan kerja hanya diterima pada pukul 08.00 pagi. Lewat dari jam tersebut, kunjungan kerja ditolak.
Pemerintah juga membangun Hotel Jimbarwana untuk menampung para pengunjung. Sebab saat itu belum ada hotel yang memadai di Jembrana.
Akhirnya kedatangan para rombongan yang melakukan kunjungan kerja itu mulai memberikan dampak bagi Jembrana. Ekonomi bergeliat. Semua pihak merasakannya.
Selain itu, perjalanan dinas luar daerah yang dianggarkan di internal Pemkab Jembrana dan DPRD Jembrana juga ditekan. Mengalokasikan perjalanan dinas luar daerah untuk konsultasi dan kunjungan kerja, jelas memalukan. Daerah lain saja berkunjung dan belajar ke Jembrana, ini pejabat Jembrana kok belajar ke daerah lain. Begitu kira-kira pameo yang muncul.
Tatkala Winasa menjadi bupati, sebanyak 93 persen pemerintah daerah, maupun kementerian/lembaga sudah melakukan kunjungan kerja ke Jembrana. Kedatangan rombongan ini, memberikan dampak besar bagi perekonomian Jembrana.
Bagaimana dengan 10 tahun terakhir? Dampak apa yang rasakan? Berapa banyak daerah yang berkunjung ke Jembrana? Silahkan anda komparasi sendiri datanya. Seharusnya data itu tercatat dengan rapi di Bagian Pemerintahan Setda Jembrana.[T]