Saat ini di Bali dan banyak tempat di Indonesia, hampir tidak ada kayuhan sepeda dayung di jalan raya. Bus kota sulit diakses. Saat ingin pergi ke berbagai tempat , harus menggunakan kendaraan pribadi. Banyak orang berpikir ini hal yang biasa dan dapat diterima. Dampak kendaraan pribadi adalah besar bagi lingkungan, kesehatan dan sosial sehingga rancangan kota alternative yang mengutamanan pejalan kaki, sepeda dayung dan transportasi masal harus menjadi perhatian bersama
Transportasi termasuk penyumbang terbesar gas rumah kaca. Efek dari kota yang dirancang untuk kendaraan pribadi adalah perluasan kota yang tak beraturan dengan “menelan” ruang hijau dan lahan pertanian. Belum lagi kemacetan, polusi suara dan resiko kecelakaan. Setiap komponen pada kendaran pribadi didapat dengan menambang. Secara sosial, kendaraan pribadi merupakan penanda perbedaan kelas.
Efek polusi pada mobil berupa gas karbon dioksida memerangkap panas di perkotaan. Pembakaran yang tidak sempurna dari mesin mengeluarkan gas monoksida yang berbahaya bagi pernapasan. Suara bising yang ditimbulkan membuat orang rentan naik darah dan mengalami tekanan hingga serangan jantung. Biaya kesehatan lain yang muncul adalah kegemukan karena kurang bergerak. Kegemukan menjadi masalah serius di Indonesia yang terkait dengan sistem transportasi dimana membuat orang enggan berjalan kaki atau bersepeda. Seruan aksi individu untuk membatasi kendaraan pribadi tanpa fasilitas yang layak untuk transportasi umum dan mengutamanan pejalan kaki serta sepeda dayung tidak ada gunanya.
Pada tahun 2018, ratusan ribu orang menjadi korban kecelakaan di jalan raya. Dapat dipikirkan dampaknya bukan hanya pada kondisi fisik korban, tapi juga biaya kesehatan, kesulitan bekerja hingga cacat seumur hidup. Ditambah lagi, saat terjadi kecelakaan, kemacetan parah terjadi seperti pada jalur Denpasar Gilimanuk. Kemacetan panjang membuat waktu tempuh lebih lama tiga jam atau lebih. Distribusi barnag untuk kebutuhan ekonomi menjadi terganggu. Kerusakan jalan yang sering terjadi akibat kendaraan pribadi terlalu berat seperti truk mengharuskan perbaikan jalan yang memboroskan anggaran.
Di Denpasar, jalan Imam Bonjol, Raya Sesetan, jalan Hang Tuah, dan Sunset Road sering terjadi kemacetan parah yang dapat disetarakan dengan Jakarta pada jam jam sibuk. Menurut data bank dunia(1), rakyat Indonesia rugi 56 Trilliun rupiah akibat kemacetan di jalan. Kemacetan berpotensi besar membuat emosi seseorang jadi buruk sehingga memicu kekerasan dalam rumah tangga atau pada orang lain. Kemacetan yang buruk, tekanan di tempat kerja dan keterasingan dirinya dengan hasil kerjanya, dengan sesama manusia maupun lingkungannya menyebabkan rasa sakit yang tak kelihatan.
Perluasan pemukiman yang menggusur ruang hijau di Bali membuat kerawanan pangan tak jauh dari masyarakat. Ada suatu seminar berjudul sawah punah Bali benyah. Di balik alarm ekologi ini, perluasan lahan beraspal dan berbeton menimbulkan daya resap air ke tanah menyusut sehingga sumber air untuk mengairi sawah berkurang. Lahan berbeton dan beraspal ini dibuat untuk menguntungkan perusahaan pengembang rumah dan kendaraan pribadi yang keuntungannya dinikmati segelintir orang dengan memberikan dampak negative pada banyak orang. Sawah yang menjadi sumber karbohidrat, serat dan protein Bali, terkikis oleh supermarket yang asal usul produknya tidak diketahui bagaimana pengolahannya, asal usul bahan mentah untuk membuat makanan tersebut dan siapa yang mengolah.
Bila diamati lebih dalam bahan baku kendaraan pribadi seperti bijih besi, aluminium, timah, tembaga, perak, dan minyak bumi untuk bahan plastik mengharuskan penambangan dilakukan terus menerus demi memenuhi permintaan. Banyak konflik sosial dan kerusakan lingkungan terjadi akibta ini. Sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui akan habis suatu saat nanti. Kendaraan mobil hibrida atau mobil listrik tidak menjadi solusi menangani masalah yang timbul akibat kendaraan pribadi justru akan semakin marak perluasan lahan beton, aspal dan penambangan demi bahan baku mobil, aspal, maupun bahan bakar listrik.
Beberapa langkah drastis untuk menghilangkan kemacetan di Denpasar. Pada ruas jalan Kamboja dari Selatan hingga Utara, perlu ditegaskan larangan memarkir kendaraan pribadi di Badan Jalan. Komplek lahan gor Ngurah Rai dapat dibangun gedung parkir mobil untuk menampung kendaraan. Badan jalan menjadi lebih lancer dilalui. Di jalan Hayam Wuruk Barat dan komplek pasar Kreneng, mobil dan motor yang parkir di badan jalan ditampung di gedung parkir lapangan yang sering dipakai pameran atau konser music dangdut. Jalur pejalan kaki di situ harus steril dari parkir kendaraan dan pedagang kaki lima. Trotoar yang berlubang ditambal. Pembangunan gedung parkir itu perlu dan para pengendara mobil harus parkir di sana.
Untuk jangka menengah, jalur sepeda dibangun mencakup jalan Hayam Wuruk, hingga Jalan Gunung Agung, Jalur ini harus dihubungkan dengan yang ada di jalan Hang Tuah, Raya Puputan , Jalan Kecubung, Jalan Katrangan, Jalan Nusa Indah, dan Jalan Plawa. Jalur pejalan kaki dapat dibangun juga di sana.
Dalam jangka panjang, gerakan akar rumput perlu dilakukan untuk merencanakan kota yang ramah lingkungan dengan ruang hijau berupa sawah, kebun pertanian permakultur, dan taman kota minimal dua per tiga total luas kota terhubung ke tempat pendidikan, kesehatan, pariwisatan, industry, ruang public dan komunitas untuk dapat berkolaborasi, dan pemukiman dengan transportasi umum.
Sumber: