SEPANJANG hari ini, kawan-kawan saya yang mukim di Jembrana, sibuk membagikan tautan berita tentang pembangunan jalan tol. Konon ruas Gilimanuk-Tabanan akan masuk dalam jaringan Tol Trans Jawa.
Sebenarnya pembangunan jalan tol yang melintasi Jembrana ini bukan ide baru. Ide ini sudah sempat dibahas belasan tahun lalu. Dibahas oleh Bupati Jembrana I Gede Winasa.
Barangkali bila Pak Winasa membaca berita pembangunan jalan tol ini dari balik jeruji besi Rutan Negara, ia akan menganggap berita ini basi. Sebab ia sudah memikirkannya sejak belasan tahun lalu.
Bila saya tak salah mengingatnya, ide pembangunan jalan tol di Jembrana, sudah dibahas sejak 2015 silam. Hasil studi dan kajian kelayakannya, sudah sempat dipresentasikan pada tahun 2016. Saya sempat menyaksikan presentasi tersebut.
Presentasi itu dilakukan di sebuah ruang pertemuan yang ada di sisi timur areal Kantor Bupati Jembrana. Ruangan itu terletak di lantai dua. Dulunya bangunan ini digunakan oleh sejumlah instansi. Lantai satu difungsikan untuk pelayanan umum, humas, perhubungan, kominfo, dan data. Lantai dua untuk Kesbang, Pol PP, dan Perpustakaan daerah.
Saat itu studi pembangunan jalan tol, disusun bersamaan dengan ambisi Bupati Winasa membangun bandara internasional di Bali Barat. Lokasi yang dipilih ialah lahan tidur yang dikelola Perusda Bali. Lahan itu berada di Kecamatan Pekutatan.
Bila saya tak salah mengingat pula, jalan tol yang dirancang itu, membentang dari Kecamatan Pekutatan hingga wilayah Canggu. Saat itu, Canggu belum setenar kini.
Sepanjang jalan itu, hanya ada dua titik keluar masuk. Pintu masuk jalan tol (seingat saya) ada di Desa Pangyangan. Tak jauh dari SMPN 1 Pekutatan. Jalur itu terus membentang ke timur.
Titik exit toll pertama ada di daerah Soka, Tabanan. Kemudian exit toll kedua di sekitar Kerambitan (saya lupa nama desanya). Titik terakhir ada di Canggu.
Belakangan kabar jalan tol Gilimanuk-Tabanan, kembali merebak. Kabar ini disambut suka cita. Barangkali oleh sebagian besar masyarakat di Jembrana. Tapi bagi saya, kabar ini sangat menggelisahkan.
Keberadaan jalan tol Gilimanuk-Tabanan, tidak serta merta memicu pertumbuhan ekonomi di Jembrana. Terutama Kota Negara. Alih-alih pertumbuhan ekonomi bergerak maju, saya justru yakin perekonomian di Jembrana akan melambat.
Selama ini urat nadi perekonomian Jembrana tumbuh dan berkembang dari bisnis transportasi. Entah itu angkutan umum macam bus antar kota antar provinsi atau angkutan barang macam truk antar kota antar provinsi.
Warung makan dan warung kopi, tumbuh di sepanjang Jalan Raya Singaraja-Gilimanuk. Begitu pula dengan bengkel-bengkel di sepanjang jalan ini. Mereka mengandalkan pendapatan dari para sopir truk dan travel yang melintas.
Saat membaca berita wacana pembangunan jalan tol Gilimanuk-Tabanan terealisasi, grand design jalan tol langsung tergambar di pikiran saya.
Kemungkinan besar, jalan tol akan dibangun setelah kawasan Taman Nasional Bali Barat. Melakukan pembangunan di kawasan hutan nasional, merupakan perkara rumit, njelimet, tidak bisa selesai dalam waktu singkat.
Kalau toh jalan tol bisa dibangun dengan memanfaatkan areal taman nasional, kemungkinan besar jalan itu akan dibangun di sebelah timur Monumen Lintas Laut. Sebab sebelum titik itu, ada simpang tiga menuju Buleleng yang tidak bisa diabaikan.
Kelak setelah jalan tol rampung, maka truk, bus, dan kendaraan travel, akan melintasi jalan tol. Jalan ini lebih lancar, meski harus membayar tiket yang relatif mahal. Setidaknya, bisa terhindar dari kemacetan.
Kelak bila jalan tol tuntas, kendaraan-kendaraan yang selama ini berkontribusi bagi perekonomian di Jembrana akan hilang. Karena mereka akan beprindah ke jalan tol.
Kemungkinan, pengendara hanya akan melancong di Gilimanuk sambil menikmati ayam betutu yang tersohor.
Tidak ada lagi kendaraan yang berhenti hanya untuk sekadar melempar kacang memberi pakan monyet. Tidak ada lagi, kendaraan yang berhenti untuk sekadar membeli buah di tepi jalan.
Tidak ada lagi kendaraan yang berhenti di toko waralaba untuk sekadar membeli makanan dan minuman ringan. Tidak ada lagi kendaraan yang berhenti di SPBU untuk sekadar membeli bahan bakar. Tidak ada lagi kendaraan yang berhenti di bengkel untuk sekadar mengisi angin atau menembel ban.
Kondisi ini jelas akan berdampak sistemik bagi perekonomian Jembrana. Kelak, usaha-usaha akan gulung tikar. Perbankan berdampak, karena ada tidak ada lagi yang menabung apalagi meminjam uang. Apalagi koperasi, besar kemungkinan mereka kehilangan nasabah.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa pembangunan jalan tol akan berdampak negatif bagi perekonomian suatu wilayah. Silahkan cek perkembangan ekonomi kawasan Pantura Jawa setelah Tol Trans Jawa tuntas.
Bagi saya, jalan tol Gilimanuk-Tabanan bukan jawaban bagi Jembrana. Pembangunan jalan by pass Gilimanuk-Tabanan, jauh lebih masuk akal dan berdampak positif. [T]