Perairan Natuna kembali menjadi perbincangan sebagian besar masyarakat Indonesia belakangan ini. Hal ini dikarenakan kembali diberitakan bahwa kapal asing masuk ke wilayah perairan Natuna yang merupakan wilayah kedaulatan Republik Indonesia. Perlu diketahui, bahwa Natuna merupakan satu kabupaten yang berada dibawah lingkup administrasi Provinsi Kepulauan Riau. Kepulauan Natuna merupakan kepulauan yang berada paling utara di Selat Karimata. Kabupaten Natuna terdiri dari 7 pulau dengan ibukota kabupaten yakni Ranai.
Kembali kepada pembicaraan awal, perairan Natuna kembali menjadi perbincangan masyarakat Indonesia dikarenakan terdapat kapal ikan dari China yang dikawal oleh Coast Guard Chinamemasuki wilayah Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia. Ini terjadi pada bulan Desember tahun 2019, dimana Bakamla RI mendapatkan laporan bahwa rombongan kapal ikan dari China memasuki ZEE Indonesia dengan dikawal 2 kapal coast guard dan 1 kapal fregat. Pada peringatan pertama, kapal-kapal dari China tersebut mau keluar dan menjauhi perairan Indonesia, namun mereka kembali memasuki wilayah ZEE dan tidak mau untuk keluar dari wilayah ZEE Indonesia karena mereka menganggap wilayah tersebut adalah wilayah milik China. Bahkan hingga awal Januari, Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan 1, Laksdya TNI Yudo Margono menambah kapal perang atau KRI ke Laut Natuna.
Selama ini sangat banyak kapal asing yang “kepergok” memasuki wilayah perairan Natuna untuk menangkap ikan. Bahkan, (3/1/2020) tercatat 30 kapal asing memasuki wilayah ZEE Indonesia. Pertanyaannya, apa yang menyebabkan perairan Natuna menjadi incaran banyak negara tetangga dan membuat Indonesia harus bekerja ekstra untuk menjaga kedaulatan NKRI di laut Natuna?
Potensi Laut Natuna
Setelah ditelusuri, ternyata potensi yang dimiliki oleh laut Natuna sangatlah luar biasa. Wajar saja jika banyak negara khususnya negara ASEAN memperebutkan laut Natuna dan mengklaim Natuna menjadi daerah teritorialnya. Apa saja kira-kira potensi yang dimiliki oleh laut Natuna?
Laut Natuna memiliki potensi jumlah biota laut yang begitu luar biasa besarnya. Sesuai dengan data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, Laut Natuna memiliki potensi Ikan Pelagis sebanyak 327.976 ton, Ikan Demersal sebanyak 159.700 ton, Cumi-cumi sebanyak 23.499 ton, Rajungan sebanyak 9.711 ton, Kepiting sebanyak 2.318 ton dan Lobster sebanyak 1.421 ton. Selain jenis-jenis yang telah disebutkan sebelumnya, ada lagi potensi yang dimiliki oleh laut Natuna seperti: Ikan Kerapu, Tongkol, Teri, Tenggiri, Ekor Kunin, Udang Putih, dan lainnya.
Selain kaya akan biota laut, laut Natuna juga memiliki cadangan minyak bumi dan gas yang menakjubkan. Cadangan minyak bumi yang dimiliki oleh perairan Natuna mencapai lebih dari 1 milyar barrel, sedangkan gas bumi mencapai lebih dari 100 milyar barrel. Satu hal lagi yang menjadi potensi luar biasa dari laut Natuna adalah hingga saat ini, laut Natuna menjadi jalur pelayaran Internasional dari Taiwan, Hongkong dan Jepang
Langkah China Kuasai Laut Natuna
Seperti yang kita ketahui bahwa pulau-pulau terluar pada gugusan Natuna yang dijadikan titik dasar terluar wilayah Indonesia telah ditetapkan dalam deklarasi Juanda dan didaftarkan di PBB pada 2009 sesuai dengan Konvensi Hukum Laut 1982 atau yang lebih dikenal dengan sebutan United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS). Namun, sampai hari ini China masih melakukan berbagai upaya untuk menjadikan perairan Natuna menjadi daerah teritorialnya. Salah satu cara yang mereka lakukan adalah dengan merilis Nine Dash Line atau sembilan titik putus dan dalam Nine Dash Line tersebut perairan Natuna menjadi bagiannya.
Indonesia tidak mengakui adanya Nine Dash Line yang dibuat oleh China, dan menganggap hal tersebut adalah klaim sepihak dari China. Selain karena menganggap hal tersebut adalah klaim sepihak dari China, Nine Dash Line juga dianggap tak sesuai dengan isi dari UNCLOS sebagaimana telah ditetapkan pada tahun 2016. Garis ini juga pernah menjadi sumber perdebatan antara China dengan negara-negara ASEAN lainnya seperti Filipina, Malaysia, Vietnam dan Brunei karena Nine Dash Line juga mengklaim wilayah sengketa menjadi milik China.
Selain itu, seperti dengan apa yang telah dipaparkan sebelumnya, China juga melakukan konfrontasi secara langsung terhadap Indonesia dengan memasuki wilayah ZEE Indonesia dengan membawa rombongan kapal ikan, 2 kapal Coast Guard dan 1 kapal Fregat yang lebih parahnya lagi, kapal-kapal yang telah memasuki wilayah Indonesia tersebut tidak mau keluar dari perairan Natuna karena menganggap perairan tersebut adalah milik dari China.
Langkah Indonesia Pertahankan Laut Natuna
Setelah mengetahui kapal-kapal China memasuki wilayah kedaulatan Republik Indonesia, pemerintah langsung melayangkan nota protes melalui Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi. Selain itu, dalam pertemuan ADMM di Bangkok, Indonesia sudah mengusulkan dan menyatakan bahwa pembicaraan Code of Conduct (CoC) terkait sengketa Laut China Selatan harus segera di tuntaskan. Apa itu Code of Conduct? Merupakan kode etik atau pedoman perilaku yang mana dibuatkan beberapa aturan, dipahami dan disepakati sehingga nantinya akan dijadikan komitmen bersama.
Hal ini dapat menjadi senjata bagi Indonesia untuk menghindari terjadinya kejadian serupa. Selain itu, Code of Conduct merupakan senjata diplomasi bagi Indonesia karena memiliki beberapa poin penting didalamnya seperti : 1). Menciptakan rasa saling percaya, 2). Mencegah terjadinya Insiden dan 3). Mengelola insiden, jika memang insiden terjadi dan tidak dapat dihindari.
Diluar langkah diplomasi, Indonesia juga mengambil langkah militer dengan mengerahkan pasukan TNI kurang lebih 20.000 personil. Selain itu, sejak 2 tahun terakhir TNI juga membangun berbagai fasilitas guna menunjang segala aktivitas militer demi kepentingan menjaga kedaulatan NKRI seperti: pangkalan kapal permukaan, pangkalan kapal selam, 2 stasiun radar, fasilitas lapangan udara berupa hanggar pesawat tempur, rumah sakit tentara, Batalyon Komposit TNI AD, Batalyon Artileri Pertahanan Udara (Arhanud), dan Kompi Marinir TNI AL.
Penutup
Sebagai warga negara Indonesia tentu kita tak bisa berbuat banyak atas peristiwa ini. Konflik yang melibatkan 2 negara besar dalam perebutan daerah terirori tentu bukanlah masalah sepele, apalagi setelah kita ketahui bahwa yang diperebutkan ujung-ujungnya adalah kepentingan isi perut. Sebagai negara yang sangat berpengaruh saat ini, tentu China tak akan mengalah begitu saja, dengan Nine Dash Line tentu China ingin mengklaim 90% Laut China Selatan menjadi daerah teritorinya untuk kepentingan mereka sendiri. Berbagai langkah baik langkah yang ‘soft’ maupun ‘hard’ perlu kita waspadai karena ujung-ujungnya langkah yang mereka ambil adalah langkah untuk memenuhi kepentingan nasional mereka. Singkatnya, tak ada istikah win win solution bagi mereka.
Sebagai warga negara, tentu kita harus update terhadap informasi ini dan wajib untuk memberikan sumbangsih pemikiran yang nantinya bisa saja menjadi langkah alternatif bagi pemerintah. Karena pemerintah kita pun adalah manusia biasa, yang tentu saja pernah mengalami stuck dalam hal pemikiran. [T]
Denpasar, 12 Januari 2020