“Ya, saya sih sayang ya sama istri saya, dan suka sama setiap masakannya. Tapi, jujur! Saya paling gak bisa tuh kalo pulang kerja liat meja makan gak ada makanan. Saya udah capek-capek kerja, pulang-pulang malah kayak gitu. Haduh, saya bisaauto emosi sama istri saya.”
“Waduh, tapi, bukannya istri bapak juga pekerja kantoran? Bisa aja beliau capek juga, Pak. Jadi, gak bisa tuh setiap waktu masak buat bapak.”
“Loh, ya gak bisa lah! saya yang lebih capek, dia kan pekerja kantoran wanita, paling tugasnya apa sih? Kodrat dia, loh! Kamu gak pernah dengar ya? Tugas istri tuh cuma tiga: Dapur, Sumur, dan Kasur.”
“Bapak gak mau coba delivery makanan aja, Pak? Kayanya itu solusi yang terbaik, hehe.”
“Ada-ada aja kamu. Kan saya beristri, kalo gitu apa gunanya dong seorang istri? Ah, sudah-sudah. Nih mending daripada pusing bahas istri saya, kamu lihat, nih. Tadi, saya nemu artikel ‘Foto Syur Selebgram XXX Tersebar di Internet!’. Kaget juga saya pas tau, eh tapi pas saya buka foto-fotonya, mantep juga, hahaha.”
“Mana coba, Pak, saya pengen lihat juga, penasaran..!”
Kira-kira dari dialog di atas kalian menemukan adanya keganjalan, gak?
Mungkin, sebagian dari kalian ada yang melihat dialog di atas sebagai suatu hal yang lumrah, apalagi percakapan seperti itu mungkin sering kita dengar. Tetapi, saya yakin sebagian pun ada yang menemukan keganjalan dalam dialog di atas. Lantas, apa sih yang menjadi keganjalan dalam dialog di atas?
Yuk, kita bahas!
Pertama, Partnerbicara si Bapak sempat berargumen kalau ternyata sang istri itu juga pekerja kantoran sama seperti si Bapak, tetapi si Bapak ini ‘mengecilkan’ atau ‘menyepelekan’ seorang wanita yang menjadi pekerja kantoran. Si Bapak padahal tau, kalau menjadi seorang pekerja kantoran itu melelahkan karena, toh,ia pun mengeluh. Tetapi baginya, jika seorang wanita yang menjadi pekerja kantoran, apa yang mereka tanggung atau rasakan tidak sebanding dengan apa yang si Bapak tanggung atau rasakan.
Kedua, si Bapak di awal ngaku-ngaku nya sayang sama sang istri, tapi anehnya, kalau si Bapak ini pulang kerja dan tidak mendapati makanan yang sudah disajikan di meja, semuanya tiba-tiba berubah 180 derajat! Si Bapak katanya bisa emosi dan marah sama sang istri. Haduh, padahal di zaman now, pemesanan atau deliverymakanan itu sudah mudah, tetapi si Bapak tetap menuntut sang istri untuk tetap memasak dan menyajikan makanan di meja. Karena menurutnya, itu sudah kodrat sang istri, dan tugas seorang istri itu hanya sebatas: Dapur, Sumur, dan Kasur.
Oke, sepertinya kita dapat merasakan ketimpangan antara tugas/peran sang Bapak dan sang istri. Kalau berbicara mengenai kodrat tiap gender itu sangat kompleks. Tiap agama dan budaya pun punya pandangannya masing-masing. Tapi, jika kita lihat dari sisi ‘kemanusiaan’, mengenai si Bapak menggunakan ‘kodrat’ sebagai suatu tameng, tentu hal seperti demikian cukup mengganggu.
Nah.. dari sini dapat kita lihat bayang-bayang misogini dalam diri si Bapak ini.
Loh, apa sih itu misogini?
Menurut sosiolog Allan G. Johnson, “Misogini adalah sikap budaya kebencian terhadap perempuan karena mereka adalah perempuan.”
Waduh, tapi kayaknya si Bapak ini gak sampai segitunya deh.Toh, katanya kan si Bapak sayang sama istrinya. Masa termasuk misoginis, sih?
Hmm, tunggu dulu.
Maksud dari dialog di atas adalah untuk menampilkan atau memvisualisasikan bagaimana praktek misogini yang sebenarnya terjadi di masyarakat atau sekitar kita tanpa kita sadari, lho. Dari sinilah kita dilatih untuk lebih peka lagi terhadap masalah sosial seperti ini.
Nah, ‘kebencian terhadap perempuan karena mereka adalah perempuan’ itu tidak ditunjukkan oleh si Bapak secara eksplisit. Tetapi, dari cara ia memandang perempuan dan peran atau seperti yang Bapak katakan, ‘Guna’ dari perempuan itu yang menjadi bibit-bibit subur tumbuhnya sosok misoginis (orang yang menerapkan/mempraktikkan misogini).
Misoginis memandang perempuan sebagai the second-gender, mereka melihat diri mereka lebih superior jika dibandingkan dengan perempuan. Hal ini bisa dilihat ketika si Bapak berpikir tanggungannya sebagai pekerja kantoran bergender laki-laki lebih besar dibanding pekerja kantoran wanita, sehingga dirinya tetap menuntut untuk dilayani oleh sang istri, meskipun ada alternatif lain yang memudahkan, contohnya: memesan makanan.
Misoginis pun erat kaitannya dengan objektifikasi perempuan. Lho, kayak gimana sih? Gampangnya, kalian bisa melihat langsung objektifikasi perempuan ini dari media-media ‘zaman now’ yang ‘menjajakan’ konten-konten berbau perempuan atau hal vulgar untuk menarik pembaca. Headline-headline artikel seperti, ‘Inilah 3 Bagian Tubuh Yang Pertama Kali Pria Lihat Dari Perempuan!’ atau ‘Viral! Foto Syur Selebriti Wanita X Tersebar di Internet’.
Seolah-olah perempuan dijadikan ‘objek’ untuk menarik perhatian masyarakat.
Gambar buram misogini dalam media memang sudah bukan menjadi hal yang asing lagi di mata dan telinga kita. Hal semacam itu sudah biasa tayang di berbagai media, termasuk media pertelevisian Indonesia. Dunia pertelevisian Indonesia tak luput dari pengaruh misogini. Dapat kita sadari di berbagai acara lucu-lucuan yang memang tujuannya adalah untuk menghibur, sebagai sarana entertain, ternyata seringkali terselip lelucon seksis, dan lagi-lagi perempuan dijadikan objeknya. Seperti, ketika bintang tamunya adalah perempuan, para komedian laki-laki biasanya akan mengomentari fisik si bintang tamu ini, menyelipkan lelucon vulgar untuk menarik atensi penonton.
Kejadian-kejadian seksis sejenis itu sering terjadi di sekitar kita, sehingga masyarakat acapkali menormalisasikannya, seolah-olah memang sudah seperti itu sosok dan kebiasaan ‘laki-laki’, seperti pada kalimat “boys will be boys.”
So, what can we take away from this?
Masalah sosial seperti misogini sudah menjadi pro dan kontra dalam masyarakat, masih banyak yang melihat misogini sebagai hal yang sepele, padahal berdampak besar untuk generasi bangsa selanjutnya. Tetapi, kita disini sekarang sudah memahami salah satu praktik masalah sosial yang sering buram di mata masyarakat. Marilah kita mulai menajamkan kepekaan kita pada hal-hal yang masih dianggap minorbagi masyarakat, dan peduli akan sekitar kita.
Mari kita terangi bangsa ini dari bayang-bayang misogini!
Sumber:
- https://id.wikipedia.org/wiki/Misogini
- https://www.youtube.com/watch?v=1r3FkR5rziY : ‘Donald Trump: Lovably Sticom Misogynist’
- https://www.quora.com/What-are-the-differences-among-misogyny-sexism-and-male-chauvinism-and-what-are-some-examples