Jika cukup teliti, akan kita temukan apa yang terjadi pada alam (makrokosmos) pun dapat terjadi pada tubuh manusia (mikrokosmos). Kejadian banjir contohnya, tidak hanya dapat menimpa alam, namun dalam tubuh manusia juga dapat terjadi “banjir”. Meskipun selalu mengikuti perkembangan banjir yang sedang melanda Jakarta, disebut-sebut sebagai yang terburuk dalam 40 tahun terakhir, sebagai seorang dokter, tentu lebih paham dan lebih tertarik untuk membahas kelebihan cairan dalam tubuh manusia. Ini merupakan satu keadaan medis yang cukup serius, maka masyarakat perlu paham dalam aspek praktisnya sehingga kemudian dapat mengikuti saran terapi medis dengan baik.
Tubuh manusia, dalam komposisinya terdiri dari 60% unsur air dari seluruh beratnya. Setiap elemen dalam tubuh selalu memiliki rentang nilai normalnya. Di luar rentang nilai normal tersebut, baik lebih maupun kurang, maka tubuh mengalami suatu keadaan abnormal. Keadaan ini merupakan suatu penyakit yang jika masih dalam fase kompensasi, tak pernah memberi keluhan dan gejala. Ketika fase kompensasi itu telah terlewati, pada saat itulah tubuh manusia akan menunjukkan berbagai tanda dan gejala penyakit. Ambilah contoh kasus diare. Suatu keadaan yang juga berkaitan dengan status cairan tubuh. Saat seseorang mengalami diare, apalagi disertai muntah-muntah, maka sudah pasti terjadi kehilangan cairan tubuh. Menanggapi situasi ini, tubuh yang cerdas secara alami memberi berbagai respon dengan maksud menjaga volume cairan tubuh pada level fisiologis.
Hal menarik yang dapat kita lihat secara kasat mata sebagai respon tubuh kehilangan cairan akibat muntah dan diare adalah berkurangnya volume kencing. Respon ini tampak sangat sederhana namun begitu cerdas. Jika volume cairan tubuh yang hilang tak terlalu besar, hanya dengan mekanisme ini saja, status cairan tubuh dengan cepat kembali normal. Pada tingkat biokimia sel yang tak kita lihat, pun berlangsung fisiologis yang sangat rumit, melibatkan berbagai sistem organ meliputi ginjal, hormonal hingga sistem saraf pusat untuk menciptakan sebuah mekanisme kompensasi yang optimal. Seandainya volume cairan yang hilang terlampau banyak dan mekanisme kompensasi tak sanggup mengatasi, maka di situlah pasien memerlukan terapi cairan yang cukup masif dari luar. Lalu, pada keadaan apa tubuh manusia mengalami keadaan “banjir”?
Tak hanya kurang cairan atau dehidrasi, tubuh manusia pun dapat mengalami suatu kelebihan cairan atau overhidrasi. Kelebihan cairan bukanlah hal yang baik, selalu yang baik dan benar adalah jumlah cairan yang normal dalam posisi seimbang (fisiologis). Sama halnya dengan kekurangan cairan, kelebihan cairan pun merupakan keadaan serius dan sering kali darurat.
Penyebab paling sering gangguan kelebihan cairan pada tubuh adalah penyakit gagal ginjal dan gagal jantung. Selain terapi yang tepat, pada keadaan ini seseorang tidak boleh minum air terlalu banyak. Cukup sekitar 3-5 gelas dalam sehari, kira-kira sepertiga sampai setengah kebutuhan orang normal. Jika lebih dari itu, sudah pasti volume cairan dalam tubuh akan meningkat menyebabkan keluhan sesak dan bengkak seluruh tubuh. Pada kasus banjir alam, korban yang meninggal disebabkan karena tenggelam dan air masuk ke dalam peparu, begitupun kematian yang sering terjadi pada kasus gagal ginjal/gagal jantung yaitu karena kelebihan cairan dalam tubuh menggenangi peparu sehingga resapan oksigen menjadi terhalang dan berkurang. Oksigen merupakan unsur vital untuk kelangsungan metabolisme sel, jaringan, organ dan tubuh secara utuh.
Untuk mengurangi dampak penimbunan cairan dan juga racun biologis pada penyakit gagal ginjal tahap akhir (stadium terminal), maka seorang pasien secara rutin harus menjalani terapi cuci darah (dialisis). Ini di sebut sebagai terapi pengganti ginjal yang sudah tak berfungsi dari pasien tersebut. Jika tak mau menjalani terapi cuci darah maka satu-satunya jalan lain yang harus dipilih adalah melakukan cangkok (transplantasi) ginjal. Dengan dicangkokkan satu saja ginjal yang sehat, seorang pasien gagal ginjal dapat meninggalkan terapi rutin cuci darahnya. Dalam pengalaman saya sebagai dokter di unit cuci darah, sampai saat ini cukup banyak pasien gagal ginjal cuci darah yang tetap hidup cukup baik hingga lebih dari 10 tahun dengan dialisis. Selain rutin cuci darah, tentu juga memerlukan diet yang baik dan kesetiaan dukungan keluarga.
Bagaimana pada kasus gagal jantung? Mirip dengan keadaan pada pasien gagal ginjal, maka masalah utama penderita gagal jantung adalah adanya penumpukan cairan yang berlebih yang menunggu “antrian” untuk keluar tubuh. Karena pada keadaan ini ginjal masih berfungsi dengan baik sebagai saluran pembuangan, maka fokus terapi yang dilakukan adalah untuk mengeluarkan kelebihan cairan tubuh dalam jumlah lebih banyak dan lebih cepat. Dalam penanganan banjir alam, mungkin inilah yang disebut dengan istilah normalisasi sungai.
Untuk itu pada pasien diberikan obat-obat yang efeknya menguras lebih banyak cairan tubuh melalui peningkatan volume kencing yang disebut diuresis. Perlu disampaikan kepada pasien, akan terjadi produksi kencing yang lebih banyak yang kiranya dapat mengganggu kenyamanan pasien. Namun hal itu harus tetap dilakukan untuk mencegah limpahan air ke dalam peparu yang dapat merupakan keadaan mengancam. Disamping berobat teratur, penderita gagal jantung pun harus mengurangi minum serta membatasi aktifitas fisik untuk mengurangi kebutuhan oksigen. Mari jaga kesehatan jantung dan ginjal, agar tubuh kita tak kebanjiran! [T]