Hallo para sarjana, bagaimana kabarnya? Masih dengan perasaan riuh suasana hari wisuda yang banjir bunga dan ucapanCongratulations dari teman, keluarga, pacar, mantan pacar, dan orang terdeket, atau perasaan gelisah antara pulang kampung halaman atau tetap tinggal di kota perantauan?
Tentu perasaan gelisah ini hanya bisa dirasakan oleh mahasiswa yang jauh-jauh meninggalkan kampung halaman untuk kuliah dan merantau lintas kota, provinsi atau bahkan pulau.
Termasuk saya sendiri anak muda Jawa yang merantau ke Bali untuk mengenyam pendidikan strata satu. Awalanya pergi meninggalkan kampung halaman untuk kuliah itu adalah sebuah kehebatan, kegagahan, dan banyak menuai pujian. Karena jika boleh sombong nih di kampung saya yang kuliah keluar kota sangat sedikit, sedang untuk yang kuliah lintas pulau hanya saya saja.
Alhasil saya menjadi buah bibir, menjadi Tranding Topik perbincangan para warga kampung secara offline ketika belanja di warung, duduk santai di teras rumah, bahkan di sawah-sawah guys. Informasi ini saya himpun dari ayah sewaktu menelpon saya ketika jatah bulanan tiba. Mendengar hal itu saya seperti melayang ke langit ke tujuh.
Sebenarnya menjadi terkenal di kampung itu mudah sekali, karena warga satu dengan warga lainnya saling mengenal secara akrab. Nah,jika sudah begitu, secara tidak langsung warga kampung akan menitipkan segenap harapannya kepada anak-anak muda yang menempuh pendidikan tinggi di luar kota.
Jika awalnya tadi saya bisa berbangga diri, namun setelah melepas status mahasiswa dengan wisuda berganti dilema yang melanda silih berganti.
“Pulang ke kampung halaman atau menetap diperantauan iya?” “Jika pulang ke kampung halaman nanti kerja apa iya?” Pertanyaan itu sering menghantui dalam tempurung kepala.
Jujur saya dilema, kalut, ambyar memikirkan masa depan. Karena warga kampung sudah terlanjur menanamkan harapan jika kuliah di luar kota bisa mempunyai pekerjaan yang mapan. Menurut mereka kerja mapan itu jika pagi-pagi keluar rumah memakai sepatu, kemeja, berdasi, rambut klimis. Mereka tidak peduli isi dompet meski kosong melompong yang terpenting penampilan sudah menampakkan kesan kemapanan.
Sekali lagi penampilan guys, karena warga kampung bisa saja memandang sebelah mata meski isi dompet tebelnya minta ampun tetapi pekerjaan tidak klimis sekali.
‘Sudah jatuh tertimpa tangga pula’. Ungkapan pribahasa ini yang juga sedang mendera saya. Bagaimana tidak? Saya lulusan sarjana pendidikan, jika memilih pulang ke kampung halaman paling mentok jika memilih pekerjaan yang klimis yaitu menjadi seorang guru honorer. Sedangkan nasib guru honorer sangat horor sekali guys. Bukan masalah pengabdian atau memperjuangkan ilmu yang barokah, tetapi finansial juga harus diperhatikan. memang sih pekerjaan ini cukup untuk menembel mulut-mulut nitijen warga kampung. Tetapi jiwa ingin mapan dalam diri saya meronta-ronta.
Sarjana pendidikan juga bisa kerja di perusahaan loh, perusahaan Ndasmu! Di kampung itu tidak ada yang namanya perusahaan seperti kota-kota besar. Sehingga jika ingin pulang ke kampung halaman dan bekerja agar isi dompet tebal harus menurunkan rasa gengsi, maksudnya bekerja banting setir, ternak lele, ternak ayam, ternak tuyul, upsh…Untuk ternak yang terakhir ini disarankan untuk orang-orang yang kadar putus-asanya diambang batas iya.
Lain lagiwarga nitijen kampung yang mengeluarkan komentarnya “Kuliah jeuh-jeuh phaggun beih se atanih” artinya “Kuliah jauh-jauh tetap saja jadi petani”
Itu pendapat sadis yang bisa mendarat ditelinga, karena bekerja sebagai petani bagi seorang sarjana seperti saya adalah sebuah aibdi kampung halaman. Selain itu, harus berani melepas gelar sarjana pendidikan yang telah melekat. Paling tidak mendapat gelar baru dari para warganitijen kampung yaitu sarjana gagal.
Sehingga sarjana seperti saya ini memilih sementara waktu menetap di kota perantauan. Karena warga kampung tidak tahu aktifitas saya disini, mau menganggur, kerja serabutan, jadi satpam, tukang parkir. Hal ini saya pilih agar tidak mendengarkan berbincangan bising warga nitijen kampung yang menusuk-nusuk ke hulu hati. Jikapun terpaksa ditanya kerja apa—paling jitu iya menjawabnya pakai Bahasa Inggris, misal (Parking officers), (security), (office boy), (sweeper), yang pentingkan namanya keren di dengar ditelinga. Mereka juga tidak tahu itu jenis pekerjaan apa. Intinya cari aman dulu guys.
Ya Tuhan: Maha berat beban sosial bagi penyandang gelar sarjana untuk pulang ke kampung halaman, tolong berikan jalan yang lurus di jalan berliku ini dan kuatkan mental krupuk ini menjadi mental baja demi mengahadapi warga nitijen di kampung halaman, Aminnn. [T]