10 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Tabu Dan Batasan-Batasan yang Mengekang Tubuh

Wayan SumahardikabyWayan Sumahardika
December 19, 2019
inUlasan
Tabu Dan Batasan-Batasan yang Mengekang Tubuh

Pentas kolaborasi ‘Tabu’ yang digelar pada 6 dan 7 Desember lalu di Cushcush Galery, Denpasar dalam rangka Program Hibah Kolaborasi Yayasan Kelola (Foto Iwan Sastrawan)

30
SHARES

‘Pak, bagaimanakah pandangan bapak tentang tabu di Bali?’

Jika pertanyaan semacam itu yang terlontar ketika melakukan wawancara, percayalah kita takkan pernah mendapat informasi apapun yang diinginkan. Mendengar pertanyaan sensistif semacam itu, apalagi dengan narasumber yang lekat dan terkungkung dengan pola pikir tradisi kolektif masyarakatnya, tentu akan sama kualitasnya seperti mendengar dengung tawon, yang tiba-tiba saja masuk ke dalam kamar kita. Alih-alih menanggapinya sebagai bagian dari eksistensi yang hidup berdampingan di luar tubuh-diri, kehadiran pertanyaan atau dengung tawon ini bisa dianggap jadi gangguan yang mengancam. Tinggal menunggu waktu saja, saat sapu lidi terbentang mengayun di udara, lalu… ‘Plak!’.

Tawon mati. Tanpa pernah tahu di mana letak salahnya. Pun demikian dengan nasib pertanyaan yang diajukan kepada narasumber. Maka kemampuan memilih metode riset dengan strategi yang tepat menjadi indikator penting sesungguhnya untuk mencapai hasil yang diinginkan. Riset tak hanya melulu soal membaca literature, observasi dan wawancara. Ada kerja-kerja disiplin lain yang mesti dibarengi dalam menentukan strategi riset, penerapannya ke lapangan, hingga pada eksekusi yang dihadirkan dalam panggung pertunjukan.

Bagaimanakah kerja semacam ini menemukan alur kreatifnya? Pentas kolaborasi ‘Tabu’ yang digelar pada 6 dan 7 Desember lalu di Cushcush Galery, Denpasar dalam rangka Program Hibah Kolaborasi Yayasan Kelola ini, barangkali menjadi bahan penting untuk digunakan sebagai studi kasus.

Tabu Sebagai Kerja Kolaborasi

“Seorang anak perempuan lahir dan tinggal dalam dunia rekaan Swoofone, Siji, Gumatat Gumitit Gospel, Agung Indra dan Ninus. Melalui kolaborasi film, video mapping, fashion, musik dan tari, TABU akan membagikan perspektif subjektif ketika hal yang dikira tabu, dipertanyakan dan ditelusuri kembali.”

Demikian kira-kira pengantar pentas yang tercantum pada poster Tabu tersebar di media. Sebagai sebuah kerja kolaborasi, tabu barangkali satu dari sedikit pertunjukan di Bali yang dengan tegas mempercayai sisi-sisi disiplin ilmu para kolaboratornya. Pada adegan pertama, penonton sudah digedor dengan dentuman musik elektrik komposisi Gumatat Gumitit Gospel, dibaur dengan film dari Agung Indra pada layar putih berbentuk lingkaran belakang panggung. Sementara di sisi kanan kirinya, kain putih terjulur seperti lidah rangda, dibalur video mapping bernuansa rajah merah karya Swoofone.

Film sendiri lebih banyak memunculkan bentuk solo tari. Diperankan oleh Ninus yang mengeksplorasi kostum karya Siji. Mengisahkan perjalanan kelahiran-kematian perempuan Bali dengan segala hal tentang tabu yang menyertainya. Meski tema yang diangkat begitu rentan akan tegangan konsep kultur adat Bali, baik dari segi konstruksi simbol-simbol atas perempuan dalam praktik budaya patriarki hingga ulang alik tegangan konsep tabu antara budaya urban dan budaya lokal, menariknya pentas tabu tak lantas menjebakkan diri ke dalam bentuk-bentuk tradisi.

Idiom-idiom yang biasa hadir dalam lingkungan sosial masyarakat Bali justru dimunculkan dengan menggunakan konsep defamiliarisasi melalui pengasingan bentuk dan makna. Guwungan ayam misalnya, yang biasa digunakan sebagai tempat kurungan ayam sekaligus sebagai simbol kelahiran dalam upacara, diasingkan bentuk dan makna asalnya, menjadi topi yang dilekatkan di kepala penari. Ada pula rambut perempuan dalam upacara adat Bali yang biasa diikat sanggul, sementara dalam film dibiarkan tergerai. Pun simbol ayam jago yang biasa dibawa oleh lelaki, kini begitu saja dipasangkan dengan perempuan.

Tegangan atas bentuk defamiliarisasi ini tentu saja menjadi hal unik untuk dikuliti lebih lanjut. Sayang, pengasingan bentuk dan makna yang berjubel banyaknya ini malah tak diimbangi dengan penyajian narasi yang matang. Struktur narasi yang dibangun dalam pentas tabu dengan tak menjadikannya cerita linier, membuat pentas jadi kehilangan fokus narasi. Kata-kata seolah berhamburan keluar begitu saja, meski dalam pentas sendiri lebih banyak menyajikan bahasa visual dan gerak tubuh tanpa satupun kata di dalamnya. Hal ini rupanya diamini oleh Ninus sendiri pada diskusi, bahwa tabu, dengan begitu banyak data dan perspektif yang diperoleh, membuat para kolaboratornya tak bisa menemukan simpulan tunggal atas apa dan bagaimana sebenarnya tabu itu. Maka tabu hanya menyajikan fragmen-fragmen data yang dikritisi dengan konsep defamiliarisasi tadi.

Tak ada analisis. Tak ada refleksi lebih lanjut. Menjadikan defamiliarisasi yang semula menjanjikan untuk dikorek nilainya, jadi kehilangan daya pantulnya di benak penonton. Semacam rangkaian mercon tahun baru yang memekarkan bunga api namun tak kunjung meletup di langit-langit kepala. Yang berhasil barangkali hanya gerak tubuh Ninus dalam film. Ia lapangkan tubuhnya yang notabene tergolong kecil dan mungil untuk diberi teks, menampung narasi-narasi tentang tubuh perempuan Bali dengan segala macam tabu persoalan.

Anehnya, tubuh Ninus yang putih, kecil dan mungil ini, yang timpang dengan kesan perempuan Bali umumnya, mampu memberi daya tawar lebih akan pembacaan terhadap tubuh perempuan Bali yang tak kunjung tumbuh karena tabu yang membelenggunya. Maka tabu dalam tarian Ninus dapat diterjemahkan sebagai batasan yang mengekang dan membelenggu tubuh.

Tabu dengan Segala Potensi yang Menyertai

Sebagai sebuah ide, tabu adalah salah satu fenomena yang menarik untuk digali dan diperbincangkan. Di Bali khususnya, yang kental memegang adat budaya tradisi, tabu seperti sisi mata uang yang tak bisa dipisahkan. Tabu adalah pantangan atau larangan terhadap satu hal yang dianggap suci sebagaimana yang terkandung dalam makna leksikalnya. Dalam konteks ini, dapat kita rasai pengaruh irasionalitas begitu lekat hadir dalam kerangka menjelaskan eksistensi suatu objek/fenomena yang dianggap suci.

Irasionalitas inilah yang dalam pentas tabu tampak hendak dipertentangan dengan kerangka pikir rasional. Boleh jadi, tabu bisa dibaca ulang sebagai kelatahan akan pembatasan struktur berpikir suatu masyarakat dari generasi ke generasi tentang suatu fenomena, yang mengerak jadi pakem di kepala orang yang memercayainya. Maka tabu bukan soal pembatasan akan suatu objek yang ada di luar tubuh saja, melainkan juga pembatasan akan tubuh serta pikiran-pikiran kita sendiri.

Alih-alih merefleksikannya sebagai tema, konsep tabu sebagai sebuah pembatasan ini malah bocor, merasuk dalam kerja-kerja tim produksi dalam menyusun pertunjukannya. Mungkin karena saking percayanya pada disiplin ilmu sendiri, para kolaboratornya justru terasa begitu tabu untuk keluar dari pakem kerjanya masing-masing. Alhasil yang tersaji adalah kerja-kerja tekhnikal pertunjukan. Seperti komposisi Gumatat Gumitit Gospel yang hanya sebagai ilustrasi musik pertunjukan, serta video mapping Swoofone yang menyajikan mapping dengan jenis dan bentuk yang hampir tak ada bedanya dengan yang biasa dihadirkan pada setiap karyanya. Jika saja ada riset dan pembacaan lebih dalam tentang tema tabu, dua bentuk seni ini sejatinya punya daya tawar lebih, di tengah minimnya bentuk pertunjukan menggunakan mapping dan musik sebagai penggalian artistik.

Jika boleh dikata, pentas tabu sesungguhnya lebih condong pada bentuk film-tari ketimbang pertunjukan panggung. Dengan porsi dan durasi film karya Agung Indra yang cukup panjang, penonton disuguhi banyak data-data riset, temuan-temuan, sampai eksplorasi nilai tabu dalam film. Menjadi persoalan kemudian ketika perspektif film hanya berorientasi jadi karya film semata tanpa pertimbangan, bahwa film sendiri akan berhadapan dengan panggung pertunjukan. Tawar menawar bentuk film, pengambilan gambar, penyajian warna, penempatan layar film setidaknya menjadi hal yang mesti dielaborasi lebih lanjut dalam rangka memaksimalkan film sebagai tontonan dalam panggung.

Hal ini dibarengi pula dengan kerja koreografi Ninus dalam panggung, yang  berkebalikan dengan film. Jika dalam film, Ninus cukup berhasil membangun narasi perempuan Bali hanya dengan solo tubuhnya, namun dalam koreografi panggung,  yang semestinya paling berperan memberi esensi pertunjukan, justru tak menampilkan tarinya sebagai teks. Para penari lindap dan senyap begitu saja sebagai tubuh-tubuh yang hanya merespon film.

Andai saja kerja kolaborasi dibarengi dengan kerja-kerja dramaturgi, tentulah apa yang dipentaskan punya pengaruh besar bagi penontonnya. Sebab pada kerja dramaturgilah, terbuka ruang buat membedah, mencari kemungkinan potensi dan ditata strateginya untuk sampai menemukan konteksnya di ruang publik. Ragam kostum yang dibuat Siji berdasar riset tentang cara berpakaian orang Bali, misalnya mungkin adalah yang paling berpeluang besar untuk dijadikan dasar pijak pertunjukan. Bagaimana tubuh-tubuh masyarakat Bali yang terperangkap tabu lantaran mesti menyesuaikan dengan baju adat tradisionalnya. Pun sebaliknya, bagaimana desain baju adat tradisional Bali hari ini, ingin lepas dari kungkungan tabu adat tradisinya sendiri.

Di tengah lingkungan sosial masyarakat Bali yang secara tak langsung dipaksa untuk terbuka dengan kehadiran anasir-anasir luar kebudayaan primordialnya, tabu merupakan salah satu hal yang paling rentan berhadapan secara langsung dengan lintas kebudayaan yang saling bersilangan ini. Tak jarang, tabu kian hilang dari ingatan sosial masyarakat pemeluknya, sebagaimana hilangnya eksistensi sawah, ladang, sungai, hutan yang notabene menjadi rumah reproduksi terhadap nilai-nilai tabu itu sendiri.

Maka kolaborasi pentas tabu, di luar segala kekurangan dan kelebihannya telah menjadi ruang renung tersendiri bagi para penontonnya buat membaca, mengkritisi, atau paling tidak sekadar mengenang, bahwa dulu pernah ada tabu yang begitu tabu untuk dilupakan apalagi jika tak dihiraukan.

Demikianlah, semoga saja ada tabu-tabu lain yang menyusul untuk dipentaskan. Semoga saja tak dilarang karena dianggap tabu. [T]

Denpasar, 2019

Tags: CushCush GalleryTeaterTubuh
Previous Post

Kisah Perjalanan Mangga dan Pisau Menuju Titik Nirwana

Next Post

Membaca Kumpulan Cerpen dalam Pentas Drama “A Mother & A Monster” di Kampus Bawah Undiksha

Wayan Sumahardika

Wayan Sumahardika

Sutradara Teater Kalangan (dulu bernama Teater Tebu Tuh). Bergaul dan mengikuti proses menulis di Komunitas Mahima dan kini tercatat sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Pasca Sarjana Undiksha, Singaraja.

Next Post
Membaca Kumpulan Cerpen dalam Pentas Drama “A Mother & A Monster” di Kampus Bawah Undiksha

Membaca Kumpulan Cerpen dalam Pentas Drama “A Mother & A Monster” di Kampus Bawah Undiksha

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

“Pseudotourism”: Pepesan Kosong dalam Pariwisata

by Chusmeru
May 10, 2025
0
Efek “Frugal Living” dalam Pariwisata

KEBIJAKAN libur panjang (long weekend) yang diterapkan pemerintah selalu diprediksi dapat menggairahkan industri pariwisata Tanah Air. Hari-hari besar keagamaan dan...

Read more

Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

by Arix Wahyudhi Jana Putra
May 9, 2025
0
Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

GERIMIS pagi itu menyambut kami. Dari Kampus Undiksha Singaraja sebagai titik kumpul, saya dan sahabat saya, Prayoga, berangkat dengan semangat...

Read more

Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

by Pitrus Puspito
May 9, 2025
0
Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

DALAM sebuah seminar yang diadakan Komunitas Salihara (2013) yang bertema “Seni Sebagai Peristiwa” memberi saya pemahaman mengenai dunia seni secara...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery
Pameran

Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery

INI yang beda dari pameran-pemaran sebelumnya. Santrian Art Gallery memamerkan 34 karya seni rupa dan 2 karya tiga dimensi pada...

by Nyoman Budarsana
May 10, 2025
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman
Khas

Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman

TAK salah jika Pemerintah Kota Denpasar dan Pemerintah Provinsi Bali menganugerahkan penghargaan kepada Almarhum I Gusti Made Peredi, salah satu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

May 10, 2025
Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

May 10, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [14]: Ayam Kampus Bersimbah Darah

May 8, 2025
Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

May 4, 2025
Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

May 4, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co