Pemerintah provinsi Bali dengan geliat Pergub 79 dan 80 tahun 2018 semakin meruncingkan perkembangan bahasa Bali ke daerah perbatasan dan pelosok-pelosok Bali. Yang menjadi tombak perkembangan dan implementasi dari pergub tersebut tiada lain adalah 716 Desa Dinas yang ada di Bali.
Sesuai dengan tujuan yang di harapkan pemerintah provinsi Bali pergub 79 yang mengatur tentang hari berbahasa Bali dan berbusana adat Bali. Dilengkapi oleh pergub 80 terait tentang perlindungan dan penggunaan bahasa, akasara dan sastra Bali, serta penyelenggaraan bulan bahasa Bali.
Perkembangaan dan implementasi di permukaan terlihat sangat baik dan bergerak secara cepat. Implementasimya dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Bali khusus pada hari Kamis sudah tertib berbusana adat Bali. Begitu juga implementasi perlindungan dan penggunaan bahasa, aksara, dan sastra Bali sudah terimplementasi hampir di semua desa dinas yang ada di Bali dengan adanya bulan bahasa Bali dari jenjang ke jenjang khusus di bulan Februari.
Hal tersebut merupakan suatu gebrakan besar yang diterapkan oleh pemerintah provinsi Bali dan memiliki tujuan yang sangat jelas demi menjaga keajegan bahasa, aksara dan sastra Bali. Cukup sulit memang menilai dengan skala penilaian jarak pendek dari penerapan pergub yang dilaksanakan.
Hari Kamis menjadi suatu hari yang menyenangkan bagi mereka yang senang berbusana adat Bali, dan pasih berbahasa Bali yang baik dan benar. Namun menjadi hari yang menakutkan bagi beberapa siswa, guru, pegawai bahkan para pejabat karena selain berbusana adat Bali dalam rapat-rapat atau pertemuan lainnya harus menggunakan bahasa Bali.
Bagaikan terkurung dalam kegelapan, rasa takut hingga berpeluh-peluh pernah dirasakan oleh beberapa pejabat. Hal tersebut tidak dapat disembunyikan dalam beberapa rapat atau pun pertemuan yang pernah saya ikuti.
“Inggih mohon maaf ini, karena tiang ten begitu pasih dalam berbahasa Bali ijinkan tiang menyampaikan beberapa hal dengan bahasa campur-campur”. Ini suatu pernyataan yang tidak lazim lagi jika ada rapat pada hari Kamis. Sesuatu yang memprihatikan sekali, jika campur-campur itu goyangan seorang biduan mungkin akan terlihat asik dan menyenangkan.
Evaluasi dari hal tersebut sebenarnya niat baik untuk menjaga apa yang disampaikan tersampaikan dengan baik kepada audien, akan tetapi dalam sisi negatif karena enggan belajar kembali untuk menerapkan bahasa Bali. Kondisi di ujung tombak perkembangan pun sangat memprihatinkan apalagi pada akar perkembangan. Dalam ujung tombak perkembangan harus dikawal bersama-sama oleh generari muda Bali dan wajib bagi orang tua siswa.
Karena jika dalam ujung tombak perkembangan berkembang dengan baik tentu saja perkembangan di daerah perkotaan akan berjalan dengan baik pula. Berjalan dengan kesinambungan pengaruh dari desa ke kota seperti perjalanan air dari hulu ke teben. Di desa berkembang secara baik tentu saja di kota akan semakin meluas dengan keunggulan sara dan prasarana yang dimiliki.
Dalam hal ini sangat menarik sekali dan termasuk tantangan ke depan bagi guru-guru, pegawai, hingga kalangan pejabat. Konteks tersebut mungkin sudah terbaca oleh pemerintah bahasa Bali, untuk menjaga semangat para pejabat-pejabat pun dimuatkan sebuah lomba berpidato bahasa Bali khusus untuk pejabat-pejabat aselon dilingkungan OPD Bali. Oleh karena itu mari kita terapkan dan implentasikan pergub 79 dan 80 tahun 2018 demi menjaga keajegan dan kelestarian bahasa Bali. Hal tersebut dikarenakan bahasa, aksara dan sastra Bali merupak akar budaya Bali. [T]